Cool 17

2K 164 5
                                    

Prilly tengah memutar dirinya di pantulan cermin, ia membolak balikkan badannya kesana kemari. Ah aku cantik tidak? Fikirnya. Pasalnya ia tidak percaya diri malam ini, ia terlalu kesenangan sehingga bingung hanya untuk memilih pakaian.

Prillu cemberut begitu melihat bagian dadanya terlalu menonjol. Lalu ia beralih mengambil gaun lain didalam lemari. Pilihannya jatuh kepada dress hitam dengan sedikit gemerlap silver dibawahnya. Iapun mencoba untuk memakainya lalu kembali memutarkan badannya dihadapan cermin besar yang mampu untuk mengaca dari atas sampai bawah.

Prilly langsung beralih ke meja rias dihadapannya. Ia menutup matanya pelan, yang ia harapkan mama dan papanya tahu jika ia menulis. Ia ingin didampingi saat penerbitan bukunya malam ini. Ia merasakan hampa, hidupnya sepi entah mengapa. Ia rindu mama dan papanya sekarang. Yatuhann apa prilly perlu mengabari keduanya?

Bahkan tak terbayangkan, sebuah buku karya sang anak akan terbit dengan usaha susah payahnya. Harusnya, sang bunda selalu mensupport. Tetapi, berbeda dengan prilly. Entahlah, didalam hatinya ia merasa kosong.

Prillypun membuka matanya, sudahlah, ini hari yang seharusnya ia senangi. Ini hari yang ditunggu tunggu olehnya. Ia harap ia bahagia malam ini.

Prilly tersenyum didepan cermin. Dan mengambil lipgolls orange miliknya, ia mulai mengoleskan nya setipis mungkin. Lalu, memoleskan shadow orange pula ke kelopak matanya. Ia ingin tampil alami malam ini.

Cklek

Pintu terbuka, sang bibi tersenyum melihat majikannya tengah ber make up. Lalu ia masuk menghampiri prilly.

"Neng prill ada neng salsa dibawah, mau kemana ini teh?" Ucap bibi sambil mengangguk anggukan kepalanya mengikuti dialog bicaranya.

Mamanya masih bekerja, mungkin doa sang bibi bisa menggantikan nya

"Doain prilly ya" ucap prily kemudian memakai heels hitam atas matakaki miliknya.

"Subhanalloh ku geulis atuh. Tumbenan eneng teh"

"Prilly berangkat ya" ucap prilly kemudian berlalu.

■■■■■■

Ali tengah menghirup angin sore di balkon kamarnya, kini hidup nya abu, entahlah tak ada rasa untuk menjalaninya. Bahkan ali sesekali menghirup nafasnya kasar.

"Gue bahagia tuhan" gumamnya saat melihat sebuah keluarga, ralat tetangganya yang asik berkumpul di teras rumahnya. Makan bersama, bersendagurau bahkan. Ali tersenyum miris mengingatnya. Akankah ali merasakan nya kembali? Ali menggelengkan kepalanya.

Rindu, bahkan sangat

Ali rindu ibunya, a-ayahnya. Ia rindu semuanya. Kadang kala ia benci dengan kalimat rindu, tapi huh sudahlah, rindu selalu menyapanya. Seolah menjadi sahabat kesepiannya ali.

Jujur, ali tidak ingin berubah. Astaga, mengapa semuanya menganggap sosok ali berubah? Padahal tidak, ali merasa ini biasa saja. Namun, ia malas bicara banyak. Setiap hari ali selalu mendengar ucapan berubah dari teman dekatnya.

Tak mengertikah mereka dengan keadaan ali? Ali selalu ingin menjadi dirinya sendiri. Ia tak mau menjadi orang lain.

Pintu kamar terbuka, menampilkan sang adik tengah menggulung lengan kemeja hitamnya yang kebesaran. Sesekali membenarkan jambul yang lepek.

Ia memandang teduh kakanya, lalu menghampiri nya.

"Abang, gue mau pergi" pamit alwi begitu sampai dibelakang ali.

FarewellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang