Cool 15

2K 168 1
                                    

Salsa terperengah, ia mencari sang karib sejatinya. Kemana prillynya? Mengapa duahari belakangan ini tidak masuk sekolah? Salsa sangat khawatir. Namun ia belum sempat untuk kerumah prilly.

"Ka sal lo kenapa?" Tanya brandon begitu menemui salsa yang sedang termenung di pojok kantin. Diikuti ali dibelkangnya

"Em--eh brand ngepain lo?" Ketus salsa begitu melihat brandon yang tengah duduk di hadapannya.

Sedangkan ali, ia hanya fokus terhadap minuman didepannya, ditambah tatapan kosong tanpa arti. Menurut brandon, ia sudah biasa bahkan mulai terbiasa jika ali dingin seperti ini. Entahlah, brandon membiarkannya saja. Toh alinya tidak perduli. Meskipun brandon merasa kehilangan ali dulu

"Yemeh, lo pikir gue bego? Kenapa lo bengong dari tadi?" Tutur brandon meyakinkan, tak biasanya ia melihat ka salsanya murung seperti ini.

"Apasi sukasuka guedong. Lagi kepo sangad" Balas salsa taksuka.

"Lo nyariin ka prilly ya ka sal? Gue juga galiat nih duahari sampe sampe dewa batin gue nahan kangen" brandon mulai mendramatisir. Oke, ini cukup membosankan.

Ali yang mendengar nama prilly disebutpun menengok sekilas, kemudian ia fokus kepada minumannya kembali.

"Iya brand kemana kira kira yak" ucap salsa memasang wajah sendu nya. Tangan brandon pun terangkat untuk mengelus pelipis kiri salsa dengan lembut seraya tersenyum. "Gausa khawatir" balas brandon.

Salsa yang tersadarpun cepat cepat menoleh. "Apaandeh moduslo jiji gue" ucapnya, seraya menepis tangan brandon.

"Jiah, orang ganteng biasa dikatain modus" balas brandon dengan enteng.

Ali yang merasa tenggelam disitupun beranjak pergi, tanpa pengetahuan brandon. Habisnya ia sangat risih dengan pertengkaran kecil itu.

Ali beralih berjalan ke parkiran, sudah ia berfikir. Bahkan percuma, ia tidak bermaksud menentang ucapan ibu dan ayahnya dulu kala. Bahwa 'tidak boleh bolos pelajaran' tetapi, saat ini ali akan melakukannya. Ia ingin mencari mood yang entah hilang kemana.

Ia mengendarai mobil hitam miliknya ke salah satu cafetaria di pinggir jalan, ia berjalan santai meskipun banyak tatapan orang tua bertanya. Bukankah masih waktu sekolah? Bahkan ada yang berfikiran ali itu 'nakal' namun ia mengacuhkannya. Ia tetap berjalan ke arah cafe.

"Cappucino dingin satu" ucap ali kepada salah satu barista di cafe itu. Lalu mengambil nomor dan menaruhnya dimeja. Ia memilih meja yang paling pojok dekat dengan dinding kaca. Agar ia bisa melihat sekitarnya.

Alipun membuka majalah yang sengaja ia bawa. Tentu, ali sangat suka membaca majalah. Bahkan sesekali ia membaca novel yang merupakan fiksi itu.

Taklama barista tadi datang, membawakan segelas capoucino dingin, tak lupa taburan choco granule diatasnya.

Fikiran ali entahlah melayang kemana, dan tak tau juga mengapa ia selalu ingin sendiri. Ia tak tau apa yang telah merubah sikapnya.

Ia memandang haru ke pemusik rock dijalanan, dengan baju serba hitam bibir pun dilapisi lipstik hitam. Pemusik itu bertiga, bersama kawanannya. Mengeluarkan suara yang sangat beda, nada tinggi. Hm ali jadi ingat dimana ia mempersentasikan tentang iwan fals itu.

Ali tersenyum, ia jarang menampakkan senyumnya selama seminggu yang lalu. Entahlah ia bahkan tak bergairah hanya untuk tersenyum saja.

Ia pun membuka ponselnya, ia teringat akan prilly yang tak pernah nampak dihadapannya itu.

Ali tersenyum sendiri, seraya menscroll chat kemarin lusa bersama ka prilly nya itu. Ia rindu, tapi enggan untuk menemui nya.

■■■■■

B

i surti kelabakan, ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia hanya menunggu didepan pintu dengan kesana kemari. Ia khawatir dengan keadaan non prilly nya didalam. Entahlah, semenjak tadi pagi ia membuka pintu kamar prilly, prilly pingsan dengan darah yang keluar dari hidungnya. Semacam mimisan

Bi surti mencoba menghubungi tuan dan nyonya nya yang berada di eropa. "Ayo angkat, non prilly kasian nih" ucap bi surti tak karuan karena nyonya nya tidak mengangkat telponnya.

"Hallo bi? Ada apa?"

Syukurlah, bi surti tersenyum.

"Ini non prilly pingsan terus bibi bawa ke rumah sakit"

"Oh pingsan, paling dia gamakan ya? Ah nanti saya transfer uangnya ke rekening bibi ya. Yaudah saya sibuk yu bi"

"Tapi ini non prillynyasambil mi--"

Tut

Bi surti menggelengkan kepalanya, ia kadang tak habis fikir dengan sang majikannya itu. Dari nada bicaranya saja seperti tak ada kekhawatiran. Ia juga sedih melihat nasib nona mudanya, bahkan terbayang jika ia menjadi prilly.

Tak lama pintu terbuka, menampilakan sang dokter yang tengah membuka masker sterilnya.

"Gimana keadaan nona saya atu dok?" Kata bi surti taksabaran

"Kedua orang tua pasien kemana?" Tanya dokter itu.

"Mereka sibuk. Ayo atu dok non sakit apa?"

"Hm, baik prilly mengalami gejala--"

"Astagfirullah dok. Paling cuma panas ama pilek kan?" Ucap bu surti memotong.

Dokter pun menggelengkan kepalanya. "Ayo ikut saya keruangan" kata dokter tersebut. Bi surti mengangguk lalu mengikutinya dari belakang.

■■■■■■

Bi surti kaget bukan main, saat mendengar kabar tersebut. ia tak menyangka non prilly akan mengalami itu. Wanita dingin seperti prilly tidak pantas mendapatkan penyakit itu menurutnya. Bahkan, kemarin ia baru saja mendapatkan perubahan dari prilly yang lumayan cukup periang. Tapi kali ini, takdir.

"Taa--tapi belum kena kan dok?"

"Kita berdoa bersama. Baik boleh dilihat didalam. Pasien sudah sadar, jangan terlalu kelelahan. Bisa membuat pasien selalu mimisan" aba dokter itu. Bi surti pun mengangguk. Lalu masuk menerobos kedalam ruangan dan menghampiri brankar tempat prilly berbaring.

"Non uda sadar?" Kata bibi pelan sambil mengelus jari prilly.

"Prilly gapapako, ktasiapa prilly sakit? Padahal prilly sehat hm" ucap prilly mengetukkan tangannya kedagunya lalu duduk tanpa memberdulikan selang infusan yang melekat ditangannya. Bibi yang melihatnya tersenyum ngilu. Bahkan sedang sakit juga ia masih lincah.

"Bibi prilly mau pulang ah. Apaan pegel pegel disini" ucap prilly kembali melihat kanan kirinya. Bi surti tersenyum. Ia tak berniat untuk memberitahu prilly soal penyakitnya, takutnya akan membuatnya kaget. Bi surti akan menyimpannya sendiri saja.

"Yaampun prilly gasekola"

"Neng kan lagi sakit hm"

"Eh iya, liat buku yang prilly taro kamar ga?"

"Oh ini non. Bibi keluar dulu ya"

Prilly pun membuka bukunya saat bi surti keluar kamar. Ia tersenyum senang, saat melihat lembar halamannya yang sudah 299 itu. Tinggal satu halaman lagi, ia berniat untuk menulisnya sekarang.

Prilly mengambil bolpoint di atas nakas

Kebetulan tak berpihak padaku kala itu,
Hingga semua berbalik, seakan berubah
Aku kesanaa
Kamu kesinii
Hingga tak ada yang sadar bahwa kita sudah berbeda arah.

"Yeay! Finish. Kalo gue besok boleh pulang gue bakal terbitin bukunyaaa. Yak! Prilly emang hebat. Gue capek nulis belembar akhirnya selese jugaaa" kata prilly lalu menghembuskan nafasnya dan langsung memasukkan nya ke dalam tas disampingnya.

FarewellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang