Pernikahan para orang tua

5.1K 149 40
                                    

.....

Dari ambang pintu, terlihat seorang gadis cantik bermata bulat, hidung mancung, bibir seksi dan mempunyai lesung pipi di kedua pipinya yang membuat banyak orang mengatakan senyumananya sangatlah manis. Dengan fostur tubuh ideal dan terkesan seksi membuatnya menjadi primadona desa. Kini, gadis itu tengah memakai baju kebaya berwarna putih dengan payetan bertaburan membuatnya menjadi terlihat elegan. Rambut panjangnya di urai dan sedikit polesan di wajahnya membuatnya layak di panggil bidadari desa. Tapi di balik kesempurnaan yang dia miliki, mata bulatnya yang biasanya  terlihat berbinar-binar kini, menatap sayu ke arah dua paruh baya yang di kelilingi banyak tetangganya. Menampakan wajah datar menutupi kekecewaan mendalam di hatinya.

"Anggun! Sini nak," panggil wanita paruh baya yang mengenakan kebaya putih juga. Tetapi, riasannya begitu mencolok.

Gadis yang berdiri itu masih terdiam. Walaupun, namanya telah di panggil oleh bundanya.  Dia Menatap dalam mata bundanya dan mencari sebuah jawaban pasti. Jawaban dari pertanyaannya. Apakah ibunya menikah atas dasar cinta atau? Menjadikan pernikahan ini sebagai sebuah alasan demi kelanjutan kehidupan mereka juga sekolahnya dan kakaknya?

Dirinya merasa ganjal atas hubungan sang bunda dengan ayah barunya sekarang. Pertemuan mereka yang tidak cukup lama tapi, mereka telah mengambil keputusan cepat untuk menikah tanpa meminta restu terlebih dahulu dari para anak mereka. Semalam, bundanya langsung mengatakan jika besok, tepatnya hari ini akan di adakan pernikahan sederhana di rumah ini. Dirinya dan kakaknya pun tahu bahwa, sang bunda tidak suka di bantah. Hingga,

Akad nikah sederhana baru saja terjadi dan berjalan lancar. Tapi, Anggun pun merasakan banyak ke ganjalan. Ayah barunya datang sendirian. Bukannya kata bundanya, ayah barunya itu adalah seorang big boss di kantor milik keluarga mereka dan adalah seorang ayah juga. Ayah? Berarti dia punya anak dan, Anggun tidak melihat kehadiran anak ayah barunya yang berarti sekarang adalah saudara tirinya.

"Anggun, sayang. Sini!" Kembali bundanya memanggil dengan senyuman semakin lebar.

Anggun mengalihkan tatapannya pada suami bundanya. Raut sama yang muncul seperti raut wajah bundanya. Bahagia.
Hingga, Anggun mengalah dengan terpaksa. Bukan saat yang tepat untuk mencari tahu jawaban ke gundahan hatinya.

Anggun tersenyum walaupun terpaksa dan, melangkah membelah para tetangga yang mengeliligi sang bunda. Dengan sebelumnya menarik nafas dalam terlebih dahulu. Tangannya terus membelai lembut kucing di gendongannya yang berbulu putih bersih. Michan, Kucing kesayangannya.

"Bunda!" Anggun duduk di sisi bundanya.

"Kok, Anggun disana?"

"Eh, itu om ... maksud Anggun, Ayah. Anggun hanya ingin menjadi saksi dari kejauhan. Kan, dari dekat sudah ada kak Kasih." bohong Anggun. Kenyataannya adalah, menyelidiki momen mencurigakan itu dan sedikit rasa kecewa karna sang bunda dengan cepat telah melupakan alm. Ayahnya yang 3 bulan lalu meninggal karna sakit parah.

"Dasar! Anak nakal." Bundanya mencubit pipi Anggun dan menariknya kedalam pelukan hangatnya. Lagi-lagi Anggun mendapati suara bundanya yang terdengar Riang. Sepertinya ini pertanda bahwa pernikahan bundanya adalah atas dasar cinta.

"Selamat ya, bunda. Selamat atas pernikahan bunda. Dan selamat, bunda dengan sangat cepat melupakan alm. Ayah," bisik Anggun pelan membuat pergerakan tangan bundanya yang mengusap-ngusap pundaknya berhenti. "Jika bunda bahagia, Anggun juga bahagia kok!" sambungnya. Anggun pun melepas diri dari pelukan bundanya.

"Selamat juga, Ayah. Anggun titip bunda." ucapnya pelan dengan senyuman palsu. Mengalihkan kucing yang di pangkunya menjadi di gendongnya di pundak.
"Bunda berhak bahagia walaupun menurut Anggun, waktunya kurang pas. Terlalu cepat!"

"Anggun!" Seru Bundanya terdengar memprotes. Dari tatapan matanya, sang bunda merasa tidak enak hati pada suami barunya dan para tetangga yang hadir.

"Maaf bunda. Anggun hanya menyampaikan apa yang Anggun rasakan. Anggun sedikit kecewa dengan pernikahan ini. Tapi, Anggun menatap mata kalian berdua yang memancarkan cinta juga kebahagiaan membuat Anggun ... iklas. Bunda berhak bahagia." Anggun berucap kata itu lagi sambil menatap wajah bundanya yang mulai berlinangan air mata. Dengan tangan gemetar, Anggun menyeka lembut air mata bundanya. "Anggun ikut bahagia kok bun. Walaupun Anggun masih ada sedikit rasa penasaran tentang hubungan kalian." inilah Anggun, gadis yang tidak bisa berbohong dan tidak mau berbohong. Karena, kebohongan adalah hal yang akan menyesatkan. Menurutnya.

"Maafkan bunda, Anggun!" Sang bunda menganggam erat tangan Anggun yang matanya mulai meneteskan air mata.

Anggun mengeleng. "Bunda enggak salah. Takdir pun tidak. Mungkin, inilah jalan terbaik." Anggun menoleh pada Tora, ayah tirinya. "Ayah Tora harus janji, ayah akan membahagiakan bunda Anggun, ya?

Pria paruh baya yang mengunakan kemeja putih yang di balut jas hitam dan di lengkapi peci hitam di kepalanya, membuatnya terlihat tetap gagah di umur yang tidak muda lagi itu, mengangguk. Ikut memegang tangan Anggun. Melapisi tangan Muara, bunda Anggun. Senyumnya mengembang. "Terima kasih sudah mau menerima saya sebagai ayahmu. Ayah janji, ayah akan membahagiakan bundamu. Ayah janji, nak!" Genggaman erat menegaskan kesiapan ayah barunya.

Anggun tersenyum manis. Air mata haru'nya pun menetes dengan cepat, Tora menyekanya.
"Jangan menangis anakku, ayah hadir di tengah kalian bukan untuk mengambil bundamu untuk ayah sendiri tapi, melengkapi keluarga kita menjadi keluarga yang utuh dan sempurna." ucap Tora lembut.

"Jaga bunda Anggun ya, yah. Jangan sampai ayah di kelabuhi bunda tentang dirinya yang sudah makan ternyata, belum!"

Muara dan Tora bertatapan dan tersenyum. Kembali menatap Anggun yang wajahnya tetap Ayu walaupun, wajahnya terkesan berantakan. Air mata yang terus mengalir membuat make upnya luntur.

"Bunda suka berbohong, yah. Bener?" Anggun meyakinkan Tora.

"Iya, ayah akan berusaha agar tidak tertipu dengan kebohongan bundamu tapi, mau kah Anggun juga membantu ayah agar tidak tertipu?"

"Caranya?"  Anggun menyeka air matanya sendiri dan kembali memposisikan kuncing kesayangannya di pangkuannya. Menatap antusias ayahnya.

"Ikut ayah ke kota!"

Anggun terdiam. Menatap wajah bundanya dan, menoleh menatap wajah kakaknya yang datar menatapnya. Tatapan Kasih penuh kebencian pada Anggun.

Anggun menghela nafas beratnya dan kembali menatap Tora. Gelengan kepala pelan adalah jawaban dari partanyaan Tora.

"Kenapa?"

"Anggun ingin terus di dekat alm. Ayah." Anggun menunduk. Menjatuhkan kembali air matanya.

Tora dengan lembut mengusap kepala Anggun dan menarik Anggun kedalam pelukannya. "Ayah membawamu ke kota bukan berarti ayah menyuruhmu menjauhi alm. Ayahmu apalagi melupakannya. Tidak, nak! Hanya saja, ayah ingin kita berkumpul dan menjadi keluarga besar."

"Bahkan, anak ayah tidak datang di pesta pernikahan ayah. Apa mereka mau menerima kami?"

"Kami terima!"

Ucapan lantang itu membuat semua orang menoleh. Begitu pula dengan Anggun yang langsung melepas pelukan dari Tora.

Terlihat di ambang pintu, dua insan tengah menatap manis ke arah Tora.

"Kami terima keputusan ayah," ujar pria bertubuh jangkung yang melapisi tubuhnya dengan jas hitam. Rambutnya yang tertata rapi dan tatapan teduhnya membuatnya terlihat berwibawa.

"Dan, kami pun menunggu kedatangan keluarga baru kami ke rumah." Gadis bermata coklat itu tersenyum manis ke arah Tora.

"Terima kasih nak. Tapi, dimana Aksa?"

Pertanyaan Tora hanya membuat kedua anaknya menaikan bahu tanda tidak tahu.

Tbc.

Hanya akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang