Pembelaan Roshni

1.6K 95 8
                                    

....

"Nih," Linda duduk di sisi Anggun yang terbungkus selimut tebal sembari memberikan dua obat pil untuknya. "Diminum. Biar cepat sembuh."

Anggun mengambilnya dan segera meminumnya. Senyumnya terus terpampang awet dibibirnya. Padahal, kondisi yang sedang dirasakannya begitu sangat menyedihkan.

"Kenapa kamu hanya diam? Kenapa tidak menghindar atau ... paling tidak kamu pukul Aksa. Betapa keterlaluannya dia. Memperlakukanmu seenak jidatnya." kesal Linda sembari mengulurkan punggung tangannya kekening Anggun dan setelahnya membantu Anggun berbaring. Menatapnya sedih. Tepatnya ... kasihan.

Linda menatap kosong Anggun. Pikirannya melayang menuju kejadian tadi. Di mana, dia mendapati Anggun yang pasrah. Anggun tetap berdiri dengan mata yang tertutup saat wajahnyalah sasaran siraman Aksa. Anggun bahkan tidak menghindar dan memprotes kelakuan Aksa. Bibirnya tetap melengkung, membentuk sebuah senyuman tipis.

"Maafkan kelakuan Aksa ya, Nggun?" Linda memegang tangan Anggun dengan raut wajah tak enak hati. Malu.

Anggun menarik lebih panjang lengkungan ujung bibirnya dan mengeleng pelan. "Kak Linda enggak perlu minta maaf. Anggun siap menerima segala resiko demi diterima dihati kalian, termasuk kak Aksa. Anggun ... iklas."

"Enggak Nggun. Aksa itu sangat keterlaluan. Dia-"

"Anggun akan terima semua resikonya kak. Bahkan, Anggun telah menguatkan mental Anggun jauh-jauh hari. Anggun sadar, menerima seseorang dalam keluarga apalagi dengan peran penganti itu tidaklah gampang. Itupun yang Anggun rasakan. Jujur, Anggun hanya ingin mempunyai Ayah satu. hanya satu! Tapi ... Demi kebahagiaan Bunda, Anggun mencoba menerima. Itupun yang sedang dirasakan kak Aksa. Tapi, dia mengambil jalan berbelok dari yang seharuskan. Aku memaklumi semua itu, kak. Dia hanya perlu sedikit waktu untuk penyesuaian."

Linda menatap lekat wajah Anggun. Mendapati setitik air mata yang kini mengalir. "Jujur, itupun yang aku rasakan, Nggun. Menerima Seorang Bunda baru tak seperti membalikkan telapak tangan apalagi ... bunda kami baru saja pergi. Belum genap 100 hari dan ayah ... dengan egoisnya mengumumkan pada kami tentang adanya Bunda penganti. Awalnya ... kami menolak. Tetapi percuma. Ayah tak mendengarkan sedikitpun penolakan kami. Ini juga amanat Bunda. Jadi ... aku dan Arka mencoba menerima." tak bisa di tahan, air mata Linda pun mengalir.

Anggun menyeka air matanya perlahan.
"Bunda kakak baru saja meninggal? Belum genap 100 hari? Dan pernikahan ini amanat? Boleh Anggun minta penjelasan lebih detail, Kak?"

Keduanya saling tatap.

Terdengar Linda menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. "Ayah begitu pelit penjelasan. Yang aku tahu hanya, Bundamu ternyata sahabat Bunda kami. Sahabat SMA. Bunda kami mengidap penyakit kangker servik setelah melahirkan Aksa. Segala pengobatan telah di jalaninya dan ... 3 bulan yang lalu adalah hari terakhir baginya bersama kami. Bunda menyerah pada takdir. Hiks," Linda terisak. Hatinya sakit saat ingatannya kembali mengingat peristiwa kematian Bundanya yang terkesan sangat mendadak.

"Kak, maaf." Anggun kini beranjak duduk dan mengenggam tangan Linda erat.

"Kami menemukan secarik kertas yang menyebutkan, bundamu 'lah yang terbaik untuk mengantik bunda kami."

"Apa kakak percaya dengan kejadian seperti itu?" kening Anggun berkerut. Sedikit tidak masuk akal menurutnya.

"Aku dan Arka tidak mempermasalahkan hal itu. Tapi ... Aksalah yang mempermasalahkannya. Dia anak manja Bunda. Dia sangat menyayangi bunda hingga ... dia memprotes dengan segala insiden mengesalkan. Bahkan, kejadian hampir saling bunuh dengan Ayah pun terjadi." Linda menyeka air matanya.

Anggun terdiam. Pikirannya melayang. Menurutnya, Bunda ataupun ayahnya tidak pernah menceritakan tentang sahabat mereka yang berada di kota.

"Nggun?"

Lamunan Anggun buyar. "Iya kak,"

"Sekali lagi maaf tentang kejadian tadi."

Anggun mengangguk. Linda beranjak berdiri,
"Istirahatlah, kakak mau ngerjain tugas kakak yang belum kelar. Kalau kamu laper, langsung ke dapur aja ya?"

Anggun mengangguk setuju tapi, tatapannya memancarkan untuk Linda tidak meninggalaknnya. Kesendirian akan membuatnya mati.
Yah, setelah pintu kamar Anggun tertutup, Anggun langsung mengubur dirinya di dalam selimut.

....

"Kenapa elu sih, Bro? Muka lu lusuh amat? Putus cinta? Atau ... nafsu lu berhenti di tengah jalan?"

"Lu diam, atau ... gua bunuh lu!"

"Aksa, Aksa. Lu marah-marah mulu. Hidup kok di buat pusing. Mending ... telpon Jelita dan suruh dia mendesah hebat di atas elu."

"Gua bilang diam, ya diam lu, jek. Gua lagu emosi tingkat dewa. Gua enggak bakalan lihat elu itu mau sahabat gua atau bukan, kalau elu terus ngomel, gua pastikan elu masuk rumah sakit." Aksa mencengkram kuat gelas yang berisi Bir dan dengan gerakan cepat, memasukan cairan beralkohol kedalam tubuhnya.
Mengabaikan tawa Jekky, sahabatnya yang mengejeknya. "Sialan lu!" umpat Aksa yang langsung beranjak berdiri dan pergi meninggalakan Jekky. Mengabaikan panggilan Jekky. Membelah lautan manusia yang sedang berjoget ria menghilangkan penat dengan musik yang mengila dan volume memecah gendang teliga.

Bar kenanga selalu ramai disetiap malamnya. Bar ini pun adalah tempat favorit Aksa menghilangkan semua beban masalah yang di hadapinya walaupun hilangnya hanya, sesaat.

Aksa berjalan sempoyongan keluar dari Bar. Membawa susah payah tubuhnya ke arah mobilnya.
Setelahnya, dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Berharap ini hari sialnya dan dia akan segera menyusul Bundanya dan hidup penuh kasih sayang bersama bundanya.

...tbc...

Hanya akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang