Mimpi Buruk

1.6K 104 11
                                    

....

"Ayah ...!" Anggun berteriak sembari duduk. Tangannya terulur dengan mata yang langsung membulat. Buliran keringatnya meleleh membasahi tubuhnya dan, nafasnya memburu. Lagi, lagi dan lagi, mimpi buruk membuatnya harus terjaga dimalam hari. Bahkan, mimpi itu selalu bisa meloloskan buliran crystal dari mata bulatnya. Jika ada Bundanya, pasti Anggun langsung akan masuk dalam pelukan sang bunda atau ... jika ada kucing kesayangannya, dia pun pasti tak akan sehisteris ini. "Ayah!" ucapnya dengan suara lirih. Tangan yang terulur langsung di arahkan pada dadanya. Meremas baju sebagai pelampiasan rasa sakit yang dialaminya. "Ayah meminta tolong sambil tertawa terbahak-bahak. Ayah sebenarnya kenapa? Apa ayah tidak diterima di surga? Atau ... pertolongan seperti apa yang ayah minta. Bahkan, Anggun selalu mendoakan Ayah setiap waktu. Apa masih kurang?" guman pelan Anggun sembari berpikir keras membuat Air matanya semakin deras.

Tok-tok!

Anggun segera menyeka air matanya setelah mendengar ketukan pada pintu kamarnya.
Perlahan, diapun beranjak untuk membuka pintu. Tak ingin, membuat hawatir seseorang yang mendengar teriakannya.

"Kamu nggak papa, Nggun?"

Pertanyaan terlontar lansung saat pintu itu terbuka. Menampakan sosok tinggi gagah dengan balutan kaos oblong dan celana olahraga yang terlihat wajahnya panik.

Anggun tersenyum dan menggeleng. "Enggak papa, Kak. Maaf mengangetkan. Aku ... mengalami mimpi buruk." jelas Anggun sembari mengaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Oh! Aku kira kenapa. Syukurlah kalau tidak terjadi sesuatu. Tidur lagi, gih!"

"Kak, boleh tanya?"

Arka mengurungkan niatnya untuk pergi dari hadapan Anggun setelah mendengar penuturan Anggun. "Boleh. Tanya apa?"

"Soal mimpi. Kalau kita mimpiin orang yang sudah meninggal minta makan itu kenapa?"

"Tandanya, dia minta doa. Makanan orang sudah meninggal adalah Doa!"

"Kalau mimpi Dia nangis?"

"Nangis? Berarti dia bahagia. Sudah tenang di alam sana."

"Berarti ... kalau mimpi dia tertawa terbahak-bahak?" pertanyaan Anggun dijeda. Hatinya berdetak dua kali lebih cepat. Pikiran kacaunya mulai nerka-nerka jawaban yang akan keluar dari mulut Arka.

"Kebalikannya. Dia sedang sedih! Siapa yang kamu mimpikan?"

Satu tetes air mata lolos dari bendungan mata Anggun. Dengan sigap Arka langsung menyeka air mata itu. "Kok dijawab dengan air mata?"

Anggun mengeleng dan maju selangkah. Merengkuh tubuh Arka. Memeluknya. Seketika, tubuh Arka menegang.

"Mimpi yang sama setiap malam. Mimpi yang ingin aku hindari. Mimpi yang membuatku takut. Mimpi itu tentang Ayahku yang tertawa terbahak-bahak tapi berucap meminta tolong." Anggun mengigit bibir bawahnya guna meredam tangisnya.

Arka mencoba menetralkan detak jantungnya yang pasti Anggun telah mendengarnya. Tubuhnya yang tinggi membuat telinga menempel tepat di dada depan bidangnya. "Mung- mungkin kamu terlalu memikirkannya," ucapnya gagap

Anggun mengangguk. "Aku selalu memikirkannya, kak. Kematiannya bahkan masih belum bisa aku terima. Terlalu cepat."

"Itulah yang membuatnya sedih. Mencobalah untuk mengiklaskannya walaupun sulit." tangan gemetar Arka perlahan mulai membelai rambut panjang Anggun.

"Anggun belum bisa, kak! Itu terlalu sulit. Kematian Ayah membuat luka parah dihati Anggun. Anggun belum bisa melupakannya. Teror itupun terus menghampiriku. Kalimat pemecah gendang telingaku juga bergantian menghampiri mimpiku. Aku takut!"
pelukan Anggun mengerat.

Hanya akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang