Dingin dan gelap utuh membungkus malam.
Malam semakin larut, menghanyutkan aku pada ngantuk.
Ngantuk yang memenjarahkan akal dan membelenggu raga di atas pembaringan.
Di atas tempat ternyaman untuk berkelana,
Berkelana di padang mimpi entah indah ataupun buruk.Jika indah, kupinta seindah pelangi
Jika buruk, berharap bukan wajah mantan.Pelangi yang datang biarlah ia lama menelan sadar
Pabila buruk yang berlabuh kumohon sedetik saja menghantui, sebab sehari penuh ia telah membayang sadarku.Membayang panjang laksana tubuh tertimpa cahaya senja
Buruk itu biarlah ia sependek bayang di waktu siang, tengah hari agar terpijak saja ia oleh raga.'Kan terbayang sedang menginjak wajah yang datang kala mimpi buruk bermain dalam mimpi di atas pembaringan.
Pembaringan yang dingin biar menghangat oleh yang indah
Dan malam yang gelap biarlah terang karena cahaya harap.Oh malam,
Datangmu membawaku berkelana di ruang misteri pikiran.Pikiran yang mengunci hati tuk berhenti menangis.
Menangisi kisah yang usang bahkan untuk diceritakan sekalipun.
Usang bukan hanya karena waktu
Juga bukan saja oleh ruang
Namun karena dan oleh hati yang meminta.Dan terpenuhilah ingin sang hati biar malam gelap dan dingin tak lagi membawa air mata meninggalkan pelupuk.
Sedih pelupuk jika ditinggal lara sang bening yang tak bersalah
Bening yang kini lelah tuk mengalir.Bening, sang pemilik mata bagi hati yang menangis.
Malam dingin dan gelap
Mari, bawa tertidur dalam belaianmu.Salam
Elisabeth BLembata,
5 Agustus 2018.17.02
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU dan KATA
PoetryUntuk jejak masa lalu Sejuta kata yang datang dalam benakku, meminta untuk dirangkai menjadi jalinan kalimat indah. Yang tak mampu diucapkan lidah, biarlah ia lahir dengan aksara.