Pagiku kembali menyapa,
Lelah kemarin sirna sudah tersisa senyum menyambut mentari.
Pagiku masih malu-malu mengintip di balik jendela
Sedang dingin setia membungkus tubuh.
Dari balik selimut kucoba menyapa duniaku yang maya,
Sedang nyata ribut mengaduh.
Aduh aduh teriak aduh
Telinga kututup mata kupejam
Satu teriak lain teriak
Suara suara riuh bersahutan
Aduh beradu kotekan betina
Teriak coba kalahkan kokok si jago
Suara riuh mengundang gonggong penjsga rumah.
Aduh aduh kumengaduh
Dari balik jendela kumengintip
Mentari masih sembunyi di balik mendung
Awan masih hitam menggantung di angkasa
Kabut setia selimuti bumi.
Aroma bunga tak mampu kuseduh
Diantara dingin yang menyergap paru-paru
Pagiku masih kelabu,
Kelabu tanpa mentari yang biasanya ramah menyapa.
Oh, pagi.
Masih kurela berdiam di bawah hangat selimut tebal
Tapi suara kembali mengganggu.
Teria meneriaki, panggil memanggil
Aku menyibak siap mengejar waktu
Lelah membayang di pintu kamar
Rezeki menunggu untuk dijemput
Pagiku kembali kupersembahkan dengan doa
Harap dan asa menjadi perisai
Tuhan dan berkatnya menjanjikan yang terindah
Rencana dan rancangan kukembalikan pada Dia
Sebab Dia pemilik segala yang baik di Bumi
Laguku kembali kumulai
Lagu yang berbeda, irama pun semakin cepat, nada-nadanya masih simpang siur,
Mentah dan tak menarik
Pagi, ah pagiku
Selamat pagi,
Oh dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU dan KATA
PoetryUntuk jejak masa lalu Sejuta kata yang datang dalam benakku, meminta untuk dirangkai menjadi jalinan kalimat indah. Yang tak mampu diucapkan lidah, biarlah ia lahir dengan aksara.