"Kami sudah berusaha sebisa kami, tapi Allah berkehendak lain. Nyawa Nyonya Mariska tidak bisa diselamatkan. Sekali lagi kami mohon maaf."
Dokter berpakaian hijau itu masih berdiri kaku didepan ruang operasi, menatap satu persatu wajah dari keluarga pasien yang baru saja meninggal. Keluarga sepupunya, matanya tertuju pada kedua sosok balita kecil yang memandang heran disekitarnya.
Balita perempuan yang baru berumur 3 tahun lebih itu berjalan mendekatinya. Tangan kanannya memegang sebuah bhoneka kelinci putih.
"Om Vino, mana Mamanya Audy ? Tadi Mama masuk kesana sama Om Vino, tapii kok.. Om kelual Mamanya Audy nggak kelual?" Balita bernama Audy itu menatap penuh tanya pada Omnya.
Mendengar pertanyaan polos itu, tak pelak membuat semua orang semakin terisak tangisnya.
Ini semua terlalu tiba-tiba, Mariska meninggalkan mereka secara tiba-tiba. Apa yang kini bisa mereka jelaskan pada anak-anaknya kelak.
Alvian Stevano Haling, dengan menahan tangis, dia berjalan menghampiri anak gadisnya dengan menggandeng putranya. Berjongkok dihadapan Audy, lalu memegang pundak mungilnya.
"Mama udah nggak ada."
Semua mata terbelalak lebar mendengarnya, mereka masih terlalu kecil, tidak seharusnya Alvin melakukan itu.
"VIN, lo udah gila hah ? Anak-anak lo masih kecil, mereka gak akan bisa nerima semua ini." Mario Aditya Haling, anak tertua keluarga Haling itu menyuarakan ketidak setujuannya. Keponakan-keponakannya tidak akan bisa menerima ini.
"Vin, cukup lo gak bisa.."
"Mereka bisa. Mereka anak-anak gue dan Riska. Mereka bisa." Yakin Alvin.
"Kalian tau surga kan ?"
Melihat anggukan anak-anaknya, Alvin kembali melanjutkan. "Sekarang Mama ada disurga, mama nggak bisa lagi temenin Papa, Austin, Audy dan Emi. Jadi mulai sekarang, kalian semua harus biasaiin tanpa Mama."
Bukan bermaksud kejam, tapi Alvin harus melakukan ini semua, anak-anaknya harus terbiasa tanpa Riska, mereka harus bangkit, meski Alvin sendiri tidak yakin mereka bisa.
Pintu ruang operasi kembali terbuka, bangkar jenazah istrinya dibawa keluar oleh beberapa perawat, saat bangkar itu melewati Alvin dan sikembar. Mereka muli menunjukkan protesnya.
"Lepasin Audy Papa, lepasin. Papa boongin Audy sama abang. MAMA ...MAMAAAAAAAA Tunggu Audy mama."
Audy meronta dalam rengkuhan Alvin, Mama tidak bisa meninggalkannya, mama tidak bisa seperti itu, dia ingin dengan mama.
"Mamaaaa tunggu Audy mamaaaaaa hiksssss mamaaaaa."
Bangkar itu semakin menjauh, semakin menjadi pula air mata yang keluar dari kedua bola mata putrinya itu, Devan, dokter sekaligus sepupu Mariska semakin dibuat bersalah. Harusnya dia bisa, tapi kenapa..
Hermawan, kepala keluarga Haling, Mario dan istrinya Fiolin kembali meneteskan air matanya. Tidak sanggup melihat semua ini.
"Masss."
Rio merengkuh istrinya kedalam dekapan hangatnya, dia tahu ini berat untuk semua orang, dia sangat tahu.
"Semuanya akan baik-baik aja. Kamu nggak perlu cemas." Tenang Rio.
"Mass, mereka nggak akan bisa mas. Mereka masih kecil. Kenapa Riska tega ninggalin mereka mas. Kenapa ?"
Apa yang dikatakan Fiolin memang ada benarnya, anak-anak dari adiknya itu masih sangat kecil. Tapi takdir berkata lain, Allah lebih menyayangi Riska.
"AUDYYY."
"ALVIN"
Untuk pertama kalinya, mereka semua melihat Alvin membentak anaknya, apalagi Audy yang nota benenha adalah anak kesayangannya. Dan untuk pertama kilinya pula, Alvin menaikkan nada suaranya didepan anak-anaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
✅Cinta yang UTUH [END] ✅
Novela JuvenilKetika ego yang begitu tinggi menjadi penghalang sebuah kebahagiaan. Ketika cinta yang suci dan tulus membuahkan hasil yang begitu indah. Tidak ada hal yang selalu berakhir bahagia dan tidak ada pula yang selalu berakhir menyedihkan. Percayalah, Cin...