EKSTRA PART

30.8K 1.3K 46
                                    


Suasana Batu, Malang yang dingin seolah tidah menyurutkan aksi seorang balita perempuan berusia 3 tahun untuk berjingkrak, sesekali kepalanya di tolehkan kekanan dan kekiri dengan keras, membuat rambutnya yang tergerai menjadi berantakan.

"Telus begini Mama." Ujarnya, kini kakinya naik diatas kursi kecil, memperagakan aksi penyanyi yang dilihatnya di salah satu acara televisi. Bahkan pianika kecilnya berganti fungsi menjadi gitar.

Orang yang dipanggilnya Mama hanya mampu tertawa geli, kata yang mengatakan bahwa anak adalah peniru yang handal sudah tidak diragukan lagi kebenarannya. Mengingat putri bungsunya ini sudah hampir 20 menit menghabiskan sore harinya hanya untuk melakukan aksi tiru meniru.

"Sudah, ini sudah sore. Sekarang Emi mandi dulu. Nanti kalau Papa, Mas, Mbak sama Abang datang kita bisa langsung pulang."

Gadis kecil tersebut bernama Emi Gloria Haling. Dan Ibunya, Kiran tengah berada di Batu untuk menghabiskan waktu liburan, dan sore nanti mereka akan kembali bertolak ke Jakarta. Sudah hampir satu minggu keluarga kecil Alvin berada di Malang.

Dan sudah berlalu 3 tahun sejak kejadian demi kejadian buruk berlalu, usia si bungsu bahkan menginjak angka tiga beberapa minggu lalu. Meski ada kesedihan, Kiran tetap mencoba untuk menyikapinya sebijak mungkin. Lagi pula dia percaya pada garis tangan Tuhan. Beberapa bulan lalu, dirinya sempat keguguran, padahal jajin itu sudah dia dan suaminya tunggu sejak lama. Tapi kembali lagi, mereka berpasrah pada takdir yang sudah di tentukan untuk mereka.

Sejak pukul 3 sore tadi, suaminya dan ketiga anaknya keluar untuk membeli beberapa buah tangan yang akan mereka bawa ke Jakarta untuk kerluarga. Rasanya tidak enak jika tidak membawa sesuatu untuk mereka usai berlibur.

"Papa lama. Emi sudah bosan tunggu tunggu telus. Kalau kata Tante Ajel, tunggu tunggu tidak pasti itu bikin galau." Ujar Emi dengan tangan yang bersedekap juga bibir yang dimajukan.

Sedikit informasi untuk anak-anaknya. Si Sulung dan Gabriel memiliki sifat yang khas sekali dari suaminya, dingin dan irit bicara. Bahkan dalam sehari bisa dihitung berapa kali mereka bersuara, katanya mereka menyukai ketenangan. Tapi hal itu sering menjadi bahan pertengkaran untuk anak perempuannya, mengingat betapa cerewetnya Audy dan Emi. Mereka kadang protes atas sikap diam Austin dan Gabriel yang tentu tidak di tanggapi olehnya.

Kiran segera meraih Emi kedalam pangkuannya, menghapus keringat pada dahi putri bungsunya itu, cuaca dingin tetap membuat si kecilnya berkeringat, mengingat dia yang terlalu aktif. "Kapan Tante Angel bilang begitu ?"

"Udah lama, tapina Emi ingat telus. Bikin kelapa Emi pusing."

"Kepala sayang, bukan kelapa."

"Emanh iya ? Sudah belubah Mama ?"

Kiran tertawa geli karenanya. Digendongnya sang anak menuju kamar yang berada di lantai dua Villa. Kemudian memandikan sang anak dengan teletan, tidak sedikitpun Kiran mengeluh mengurus anak yang bukan anak kandungnya, hal itu dia lakukan dengan ikhlas, hasil yang didapatpun luar biasa. Anak-anak mendiang istri pertama Alvin tidak pernah memperlakukan dirinya dengan buruk, bahkan Kiran tidak pernah merasa jenuh dan selalu dibuat tersenyum disetiap kesempatan oleh mereka.

"Emi mau sekolah tidak ?"

Kening Emi berkerut pertanda tidak mengerti dengan kalimat sang Ibu. Tangannya terulur kedepan saat Kiran membalur tubuhnya dengan minyak telon.

"Syekolah itu apa ?" Tanyanya dengan kepala yang dimiringkan.

Kiran segera membedaki wajah Emi setelah mengancingkan baju tidur milik anak itu. "Sekolah itu seperti Mas, Kakak dan Abang. Tapi nanti Emi sekolahnya di TK, pulangnya gak lama kok. Disana nanti banyak teman teman, jadi bisa main tapi juga harus belajar."

Emi ini terbilang anak yang pintar, diusianya yang baru menginjak angka tiga, dia sudah mengenali huruf-huruf, berhitung dengan lancar walau hanya sampai angka 20. Semua itu dia tahu kala ikut belajar dengan kakak-kakaknya. Tapi sebagai Ibu, Kiran tentu ingin anaknya mengeyam pendidikan di usia dini, tapi tidak memaksa juga. Lagi pula di daerah rumahnya, anak TK yang baru masuk rata-rata berumur 5 tahun.

"Nati ya Mama. Talau sudah besal Emi syekolah. Kan hali Labu kemalin Emi masuk syekolah."

Yang dimaksudkan Emi adalah belajar di tempat posyandu yang hanya diadakan tiap tanggal 23 setiap bulannya. Dan Emi tidak pernah absen untuk datang.

"Iya, Mama kan cuma tanya. Lagian kan Emi masih kecil, nanti kalau usianya sudah 5, Emi harus sekolah yah ?" Kiran menggendong Emi yang sudah menggelayut di tubuhnya, berjalan pelan menuruni tangga. Dia tidak ingin jatuh saat sedang bersama anaknya, bisa bisa anaknya terluka. Kalau hanya dia yang terluka ya tidak apa, asal bukan anaknya.

"Emi mau bantu Mama masak ?"

"Loh, nati kan mau ke Bandana Mama."

Lagi-lagi Kiran tertawa geli, putrinya ini kadang masih salah dalam beberapa kata. "Bandara sayang." Dan tanggapan Emi hanya cengengesan.

"Kita makan dulu sebelum ke Bandara. Biar nanti kalau dipesawat tidak lapar."

"Iya, Emi mau bantu masak. Bial kalau sudah besal bisa jadi sepeti Mama." Ujarnya lucu.


🍀🍀🍀

Ekstra Part pertama dari Cinta Yang Utuh, mohon maaf kalau pendek. Insya Allah Esktra Part selanjutnya akan lebih panjang, tapi itupun kalau kalian minat sih. So, untuk part depan, ayokkkk banyakin komen. Biar saya semangat buatnya.

Jangan lupa vote juga. Bye bye.

✅Cinta yang UTUH [END] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang