BAGIAN EMPAT BELAS

22.7K 1.2K 5
                                    

Teruntuk kalian para readers yang masih setia membaca cerita saya yang rada ambrul adul, selamat menikmati yahhhh
*
*
**
***
*

Setelah makan malam yang cukup mengesankan bagi Kiran, kini ibu muda itu melangkahkan kakinya dengan pelan, langkahnya membawanya pada sosok wanita setengah baya yang sedang duduk santai dan bercanda dengan putranya. Kiran bisa melihat tawa bahagia dari bibir mungil putranya itu, raut wajah Gabriel yang menunjukkan kebahagiaan juga keceriaan itu menular pada Kiran.

Dia tersenyum haru melihat putranya diterima dengan baik setelah penghinaan beberapa pekan lalu oleh keluarga suaminya, Kiran bisa melihat bagaimana ibu mertuanya bercanda ringan dengan menciumi seluruh bagian wajah Gabrie yang membuat anak itu tertawa girang. Bahkan disamping ibu mertuanya juga ada ayah mertuanya, orang yang sampai saat ini masih sangat ditakuti oleh Kiran.

Meski begitu Kiran amat bahagia, bagaimana tidak bahagia, Hermawan, ayah mertuanya. Dia terkadang ikut mengusili Gabriel, entah itu dengan mengacak rambut jabrik anaknya ataupun dengan menggelitiki Gabriel yang masih berada dalam pangkuan Ambar.

"Hahahahahahahahahah, dah dah, eli ni iyel na, eli.... dah  hahahahahah... dahhh eliii nii."

Air mata haru Kiran kembali luruh saat mendengar sautan dari ayah mertuanya itu.

"Geli... iya cucunya kakek geli ?? Masa geli nak, ini kakek cuman gelitik sedikit kok."

"Ya Allah, terima kasih karena memberikan keluarga yang lengkap untuk putraku." Bisik batik Kiran penuh rasa syukur.

Karena terlalu larut dalam kesyukurannya, Kiran tidak menyadari tatapan ibu mertuanya yang mulai melembut padanya. Perlahan, Ambar menghampiri menantunya yang masih terdiam di dekat pintu penghubung, setelah sebelumnya menitipkan Gabriel pada suaminya yang langsung diterima dengan baik oleh Hermawan.

"Kenapa diam saja, apa kamu nggak mau gabung sama Mama Papa, Ki ?"

Tepukan halus serta teguran halus dari Ambar menyadarkan Kiran dimana dia berada saat ini. Matanya yang masih basah oleh air mata itu menatap haru pada sosok ibu mertuanya yang kini sudah menghapus air mata dipipi Kiran.

"Maaf kalau selama ini Mama sudah menyakiti hati dan batin kamu Nak, sungguh mama nggak pernah bermaksud demikian. Saat melihat air matamu karena Mama, Mama juga merasa sakit yang sama Nak. Maaf untuk semuanya Ki. Sekali lagi Mama minta maaf."

Tak tahan melihat air mata mertuanya, Kiran lantas memeluk erat tubuh renta itu, menangis tersedu dipelukan ibu mertuanya. "Mama nggak salah, dari awal harusnya aku tau diri untuk tidak menuntut apapun dari keluarga kalian. Harusnya dari awal keberadaan Gabriel, aku nggak perlu muncul Ma. Aku udah mencoreng nama baik kalian, membuat kalian malu karena putra kebanggan kalian harus menikahi anak seorang pembantu. Maaf Ma. Kiran nggak pernah bermaksud seperti itu."

Tanpa menanggapi kalimat menantunya, Ambar memeluk erat Kiran sambil mengusap punggung wanita itu, tidak tega mendengarnya menyalahkan diri sendiri, padahal ini adalah kesalahannya yang tidak bisa mendidik Alvin dengan baik sampai melecehkan Kiran. Ambar membisiki Kiran kalimat permintaan maafnya karena lalai menjaga dan mendidik Alvin.

"Mama mendidik mas Alvin dengan baik. Nggak ada yang salah dari cara Mama mendidik Mas Alvin, buktinya Mas Alvin tanggung jawab dengan menikahi aku Ma. Mama berhasil mendidik Mas Alvin. Makasih karena Mama mau menerima Gabriel dan menyayangi dia seperti Mama menyayangi cucu mama yang lain. Makasih Ma."

✅Cinta yang UTUH [END] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang