BAGIAN DUA PULUH EMPAT

28.5K 1.3K 22
                                    

Niatan Alvin untuk membawa Gabriel bersamanya benar benar terwujud, bahkan sehabus sarapan dirumah tadi, Alvin sempat berdebat dengan ibunya. Hal itu lantaran Ambar, sang ibu juga ingin membawa Gabriel bersamanya kesuatu tempat.

Dan saat ini, dengan balutan jas yang melekat pada tubuhnya serta Gabriel yang berada dalam gendongannya. Alvin berjalan penuh kharisma memasuki kantornya. Bisik-bisik dari para pegawai diabaikan Alvin begitu saja, dia tidak peduli terhadap tanggapan orang-orang.

"Marvin, tolong atur ulang jadwal saya hari ini, jika memungkinkan tunda semua rapat yang ada."

Suara tegas Alvin yang memberi perintah pada sekertarisnya membuat Gabriel terlonjak kaget, mata bulatnya mengamati wajah Alvin dengan seksama, mengamati apakah orang yang kini menggendongnya benar-benar ayahnya atau bukan. Pasalnya, ini adalah pertama kalinya dia mendengar nada suara Alvin yang seperti tadi.

"Pa pa malah ?" Tanya Gabriel dengan suara cadel khasnya, mata yang senada dengan milik Alvin itu menatap wajah ayahnya dengan seksama.

Alvin yang mendengar pertanyaan itu mengangkat sebelah alisnya bingung, pertanyaan Gabriel terdengar ambigu ditelinganya. Memasuki lift yang akan mengantar mereka ke ruangan Alvin, Alvin menurunkan Gabriel dari gendongannya.

"Nggak Papa nggak marah, kenapa nak ?"

Melupakan pertanyaannya sebelumnya, Gabriel nampak fokus memandangi pemandangan diluar sana, karena memang lift yang saat ini digunakan oleh Alvin terbuat dari kaca, jadi kita bisa melihat pemandangan dibawah sana. Alvin sendiri merasa heran, karena ketika mengajak sikembar kemari, mereka justru ketakutan, lain halnya dengan Gabriel saat ini yang justru sangat antusias.

Sementara sepeninggalnya Alvin dilantai dasar, bisik-bisik para pegawai wanita mulai terdengar lagi, bahkan kali ini suara yang dikeluarkan mereka lebih besar.

"Itu yang dibawa Pak Alvin siapa ? Kok mirip banget sama dia ?"

"Nggak mungkin anaknya kan ? Istri Pak Alvin kan baru meninggal beberapa bulan lalu."

Marvin,, sekertaris Alvin yang mendengar pertanyaan itu terkekeh geli. Selain menjabat sebagai sekertaris Alvin, Marvin merupakan sahabat dekat Alvin, dan dia cukup tahu mengenai kehidupan Alvin, termasuk pernikahan kedua Alvin.

"Kalian dibayar untuk bekerja bukan untuk bergosip seperti ini, dan masalah anak yang dibawa Pak Alvin, saya rasa dengan melihat wajahnya saja kalian bisa tahu identitas anak itu." Tegas Marvin, kemudian berbalik arah meninggalkan pintu lift dan berjalan kearah mobilnya untuk mengambil jadwal Alvin.

*
*
*

"Iyel suka tidak datang kekantor ayah ?"

Pertanyaan Alvin seolah angin lalu bagi Gabriel, sejak tiba diruangan ayahnya 1 jam lalu, Gabriel hanya berdiri kaku disofa kantor Alvin yang disatukan dengan dinding kantor, mata mungilnya memandang tajam aktifitas Jakarta diluar sana.

Melihat putranya tidak menanggapi pertanyaannya membuat Alvin sedikit menyesal, belakangan ini dia amat sibuk dengan urusan kantornya sampai dia tidak memiliki cukup banyak waktu untuk anak-anaknya. Dan niatannya untuk membawa Gabriel bersamanya karena dia ingin sedikit menghabiskan dengan putranya, tapi yang terjadi justru sebaliknya, karena pada kenyataannya, Gabriel justru sibuk sendiri dengan kegiatan pengamatannya.

Menghela napas kasar, Alvin meninggalkan kursi kebesarannya dan menghampiri sang putra yang tidak beranjak meninggalkan tempatnya. Setelah duduk disofa, Alvin membawa paksa anaknya kedalam pangkuannya yang mendapatkan respon penolakan dari Gabriel.

"Pa pa epas na." Keluh Gabriel dengan susah payah karena tidak bisa melawan tenaga besar ayahnya.

Sedangakan Alvin hanya tertawa menanggapi permintaan anaknya tanpa berniat melepas pelukannya sama sekali.

✅Cinta yang UTUH [END] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang