BAGIAN TIGA PULUH

27.7K 1.2K 8
                                    

Karena beberapa pertimbangan dan ada ide juga yang nyempil, akhirnya saya yang baik hati, rajin menabung dan tidak sombong ini membuat suatu keputusan yang sangat....... entahlah. Dan keputusannya adalah menambah beberapa chapter, mungkin satu atau dua. Semoga kalian suka aja sih. Dan lagi setelah ini selesai jangan minta chap ditambah lagi dong. Kan saya yang baik hati, rajin menabung dan tidak sombong ini jadi bingung mau gimana.

Okeyyy tanpa banyak basa basi lagi, yukk let's read aja.

.
.
.
.
.
.
.

Langkah kaki Alvin begitu santai saat memasuki kamar yang ditempatinya sejak kecil, tertawa geli saat mengingat perdebatan antara mertua dan orang tuanya. Tidak habis fikir mereka memperdebatkan hal seperti itu. Yah, meski mertuanya harus mengalah karena cucu bungsu mereka sudah tertidur pulas.

"Kamu waras Mas ?"

Kiran mengerutkan keningnya saat sang suami memasuki kamar dengan senyum kecil yang tersungging dibibirnya, merasa heran. Sejak pulang dari mengunjungi makam mendiang Riska, Alvin sangat berbeda menurut Kiran. Alvin yang dulunya dia kenal sangat pendiam dan juga dingin kini berubah menjadi Alvin yang lebih banyak bicara, juga jangan lupakan fakta bahwa suaminya itu gemar sekali menggodanya sejak pulang dari pemakaman tadi.

Alvin sendiri yang mendengar pertanyaan Kiran hanya bisa mengerutkan keningnya bingung, makin bingung lagi saat menyadari bahwa dikamar mereka saat ini tidak hanya ada istrinya tapi juga sang ibu tercinta. Yah siapa lagi jika bukan nyonya Ambar Haling yang kini menatapnya seolah-olah ibunya itu sedang melihat hantu.

"Ma tatapannya biasa aja dong. Seperti tidak pernah lihat Alvin saja, kenapa ? Mama baru sadar kalau anak Mama ini lebih tampan dari Kak Rio dan Papa ?"

Kini makin menjadilah tatapan sang ibu padanya. Ambar bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekati Alvin yang berdiri diam didepan meja rias.

Menyentuhkan telapak tangannya pada dahi sang putra, memgerutkan keningnya bingung saat merasakan suhu tubuh putranya normal, tidak panas sama sekali. "Gak panas kok, tapi kenapa sikap kamu jadi aneh yah Vin ? Padahal kamu sehat loh nak."

Kiran menahan tawanya begitu mendengar celetukan mertuanya, bahkan saat melihat ekspresi suaminya, Kiran benar benar berusaha keras agar tawanya tak keluar, takut menyinggung perasaan suaminya.

"Maksud Mama ?" Tanya Alvin tak mengerti.

Menghela napas pelan, "Kamu jadi aneh, sering senyum sendiri, apa lagi tadi tuh, kamu narsis banget. Nggak biasanya, makanya Mama nyangka kamu sakit emmmm..." Ambar terlihat ragu untuk menyelesaikan kalimatnya.

"Mama kira aku sakit jiwa gitu ?" Tebak Alvin dengan wajah horror, lengkap mata yang membola. Membuat Kiran yang melihatnya terkekeh geli.

Ambar hanya mengangkat bahunya acuh. "Kamu itu selama ini selalu pendiam juga gak narsis kayak gini. Wajarkan kalau Mama kira kamu lagi waras." Berlalu dari hadapan putranya, memandangi sang menantu yang menatapnya dengan senyum tertahan, lebih tepatnya Kiran sedang berusaha menahan tawanya. Dan Ambar cukup mengerti dengan itu.

"Ki pertimbangin apa yang Mama bilang tadi yah nak. Mama keluar dulu, mau buatin Mbak mu opor ayam, tadi katanya mau makan itu." Pamit Ambar yang di iyakan oleh Kiran dengan anggukan singkat. Sedangkan Alvin masih terdiam, tidak menyangka sang ibu bisa menduganya sedang tak waras.

Mendengar suara pintu yang tertutup, Alvin berjalan menghampiri istrinya yang masih duduk manis disofa dengam senyum geli.

"Ki, geser dikit dong." Pinta Alvin dengan nada merajuk. Kira yang mengerti dengan perasaan suaminya segera menuruti tanpa berkata-kata.

✅Cinta yang UTUH [END] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang