.: Dua Garis Merah :.
Satu bulan berlalu sejak kejadian itu. Hari-hari Clarissa lalui seperti biasanya. Namun, ada yang sedikit berbeda dari kegiatan di waktu istirahatnya karena kini Mahesa sering menemaninya. Laki-laki itu selalu ada di taman saat jam isitirahat dan menemani Clarissa meskipun hanya dengan memejamkan matanya untuk tidur.
Mereka bahkan jarang bertukar cerita karena sibuk akan kegiatan masing-masing. Clarissa akan sibuk dengan buku atau makanannya, sedangkan Mahesa akan tidur.
Dan sudah sejak satu minggu yang lalu, Clarissa merasakan sakit kepala serta mual di setiap paginya. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Tapi, dia sadar bahwa sesuatu yang kemungkinan buruk dapat terjadi pada dirinya.
Clarissa memang polos, tapi otaknya tidak sebodoh itu untuk menerka hal buruk apa yang dapat terjadi padanya setelah malam yang ingin ia lupakan itu. Semua kemungkinan buruk itu mampu menyebabkan dirinya merinding ketakutan. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana masa depannya.
Clarissa masih punya cita-cita dan tidak tahu apa yang akan terjadi kalau semua angan-angannya runtuh karena kejadian buruk itu. Oleh sebab itu, untuk memastikannya, Clarissa menyempatkan diri membeli testpack yang saat ini sudah berada di genggamannya.
Clarissa menatap testpack itu dengan harap-harap cemas di depan kamar mandi rumahnya.
Dia masih terdiam.
Belum berani melakukan uji kehamilan itu.
Padahal sebelumnya, semangatnya menggebu untuk membuktikan bahwa pemikirannya salah. Tapi semua itu berbanding terbalik saat alat itu sudah ada di genggamannya. Mentalnya berkata bahwa dirinya belum siap kalau kemungkinan terburuk itu terbukti dengan munculnya dua garis merah.
Clarissa belum siap untuk merasakan semakin kejamnya dunia ini dengan beban masalah baru. Tetapi Clarissa masih mencoba optimis, bahwa apa yang dideritanya hanyalah sakit biasa.
Mengembuskan napasnya, langkah kaki itu segera masuk ke dalam kamar mandi dan melakukan uji kehamilan dari sebuah alat kecil yang berbentuk seperti termometer. Matanya menatap testpack sembari menunggu hasil apa yang akan ditunjukkan dari layar kecil benda bermodel termometer itu.
Gugup, Clarissa sesekali menggigit kuku ibu jarinya, merasakan gelisah yang melingkupi hatinya sampai sebuah air mata menetes menjadi berlinang. Air mata kehancuran melihat dua garis merah yang muncul di sana. Dua garis merah yang berhasil meluluhlantakkan dunianya.
Bahu Clarissa merosot, begitu juga dengan tubuhnya yang akhirnya terjatuh dengan posisi duduk di kamar mandi.
Air matanya tidak mau berhenti menangisi dua garis merah itu. Masih menerima kenyataan bahwa dua garis itu akan berubah menjadi sesosok makhluk hidup di dunianya. Dua garis merah yang juga menjadi bukti bahwa telah terjadi malam yang begitu memilukan bagi Clarissa. Malam yang membuat dunianya runtuh dengan dua garis merah.
Dua garis merah.
Satu warna dengan dua tanda yang mampu membuat orang-orang di luar sana bahagia ataupun menangis.
Setelah menguatkan dirinya dan memilih untuk menyembunyikan semuanya. Clarissa bergegas untuk tidur. Membiarkan alam mimpi membuainya bersama sebuah dia jika mimpi indah yang kini ia alami adalah nyata. Dirinya tidak hamil dan hidupnya menyenangkan.
Bukan seperti ini. Dimana dirinya tidak diinginkan oleh orang-orang di sekitarnya.
*
Dua minggu kemudian, di pagi hari ini, entah ada angin apa, wanita tua yang Clarissa dan Clara panggil mama masuk ke dalam kamar anaknya. Sosok wanita itu menatap kamar anak sulungnya dengan pandangan menerawang. Netra itu menangkap beberapa gambar cetak yang tergantung di dinding serta meja belajar Clarissa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hypocrites Love
RomanceSELESAI & LENGKAP | Clarissa adalah gadis berusia 17 tahun yang harus terjebak dalam sebuah insiden di mana membuatnya berurusan dengan seorang Argajati. Di masa SMA-nya yang seharusnya ia gunakan untuk menuntut ilmu agar mampu mencapai cita-citany...