.: Fakta :.
Jati sampai di rumahnya, menghampiri mamanya untuk memberikan satu lembar foto yang tadi ia cetak. "Ini untuk Mama," katanya ikut duduk di sebelah sang mama.
Weni menerimanya, melihat foto itu dengan sorot bahagia. Mata berkilat penuh binar kebahagiaan yang membuat Jati ikut tersenyum.
"Kamu harus bersikap baik sama Clarissa. Mama lihat, dia anak baik-baik." Jati mendengus mendengar ucapan Weni. Dia masih tidak mau percaya kalau Clarissa adalah anak baik-baik. Di pikirannya, perempuan itu yang membuatnya hancur. Dia benci wajah munafik Clarissa.
"Kenapa Mama bisa bilang begitu? Jelas-jelas dia menjebakku," gumam Jati membuat Weni langsung mengusap rambut anak laki-lakinya. Weni tidak menyangka bahwa anak yang ia besarkan sudah tumbuh menjadi remaja dan sebentar lagi akan menjadi seorang ayah.
Waktu bergulir begitu cepat tidak terasa sampai Argajati yang dirawatnya sudah berbeda. Kini sosok itu semakin menjulang tinggi menjadi laki-laki tampan. Tidak seperti dulu yang begitu pendiam dan penuh pandangan ketakutan.
"Kamu yakin orang seperti Clarissa bisa menjebakmu? Mama tidak percaya itu. Kamu menatapnya saja dia sudah takut. Dia lemah, Jati. Dia terlalu rapuh," bantah Weni yang masih tidak percaya dengan cerita anaknya. Bukan Weni tidak mempercayai apa yang diungkapkan oleh anaknya. Tapi ia merasa Clarissa bukan tipikal orang yang seperti itu. Perempuan muda itu terlalu rapuh untuk berani bermain-main dengan yang namanya takdir.
"Ma, sudah banyak kabar buruk di sekolah yang beredar tentang dia. Awalnya, Jati juga tidak percaya, tapi kejadian itu semakin memperkuat dugaan Jati, Ma. Apalagi sebelumnya teman Jati yang memberikan minuman berkata bahwa itu dari seorang perempuan yang ada di rumah Clara. Saat Jati ke kamar mandi di rumah mereka, Jati bertemu Clarissa. Dari sekian orang, kenapa harus dia? Dan kenapa momen itu bisa tepat?" Jati mencurahkan semua yang ada di pikirannya. Menceritakan kepada mamanya dengan perasaan menggebu.
"Kamu tidak cerita kalau temen kamu yang memberi minum sama Mama kemarin. Kamu percaya begitu saja? Kamu yakin temanmu tidak bohong?" tanya mamanya yang membuat Jati terdiam. Dia kembali memikirkan pemikirannya saat itu. Pemikiran yang sudah ia lupakan dan kembali datang.
"Aku sempat berpikir ada yang salah, Ma. Tapi Clarissa benar-benar membuatku kesal." Jati tidak tahu harus menggunakan kata apa untuk menggambarkan bagaimana perasaannya pada Clarissa. Ia kesal pada perempuan itu dan rasa kesalnya tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.
"Jika itu semua bukan rencana Clarissa, dia juga korban, Jati. Apa kamu tega berbuat jahat seperti itu kepadanya? Buka mata kamu. Dia serapuh itu. Pikirkan dengan jernih, sebenarnya apa yang terjadi saat itu. Kamu punya musuh?" Weni bertanya, mempertanyakan apakah anaknya memiliki musuh atau tidak.
Jati menggelengkan kepalanya. "Aku rasa tidak, Ma."
"Coba kamu ingat-ingat lagi. Mama tidak mau kamu menyesal nantinya saat sudah membenci perempuan itu. Kamu tahu rasanya dibenci Jati. Kamu tahu bagaimana kejamnya dunia ketika kamu tidak memiliki sandaran. Kamu bercerita kalau adiknya bersikap seperti itu. Apa kamu masih yakin perempuan seperti Clarissa sejahat itu ketika adiknya berkoar bahwa kakaknya hanya pembantu dan dia diam saja? Mama tidak membelanya. Mama hanya prihatin."
Jati merenung memikirkan semuanya. Mencoba membawa memori pesta Clara di mana ia diundang oleh salah satu teman basketnya. Ingatan Jati terus berjalan saat dia sampai di rumah Clara menikmati pesta. Lalu Samuel datang memberinya minuman berkata bahwa minuman itu titipan dari seorang gadis yang menyukai Jati. Setelah meminum jus jeruk itu, tubuh Jati lama-kelamaan bereaksi dengan menjadi gerah. Dia berlari menuju kamar mandi dan bertemu Clarissa.
Sampai di situ.
Jati tidak mau melanjutkan ingatannya akan malam mengenaskan untuk dirinya.
"Ma, aku perlu bertemu seseorang. Sepertinya aku akan mendapatkan jawabannya."
*
Jati mengetuk pintu rumah Samuel, dirinya berusaha untuk sabar agar tidak menggedor pintu itu secara kasar karena ia butuh sebuah kepastian. Jati tersenyum kecil saat pintu rumah dibuka dan menampilkan sosok yang ia cari.
Samuel sendiri terkejut melihat Jati. Dia tidak menyangka bahwa Jati akan datang ke rumahnya setelah kejadian itu.
"Masuk," ujar Samuel mempersilakan Jati untuk menginjakkan kaki ke kediamannya.
Jati mengikuti Samuel lalu duduk di sofa ruang tamu. Tanpa basa-basi, Jati langsung mengutarakan tujuannya. "Aku ingin bertanya kepadamu. Jawab sejujur mungkin."
Samuel yang mendengarnya langsung menduga bahwa ini ada kaitannya dengan kejadian saat itu. Dia mencoba menetralisirkan dirinya untuk tenang dengan menganggukkan kepalanya.
"Apa kamu tahu bahwa di minuman itu ada sesuatu?"
"Tidak."
"Siapa yang memberi minuman itu?"
"Aku tidak tahu."
"Jawab aku Samuel! Siapa orang yang kamu maksud?" tuntut Jati meminta jawaban dari teman basketnya itu.
"Aku tidak bisa."
"Aku mohon," pinta Jati dengan suara yang sudah mengiba. Meminta Samuel untuk berkata jujur.
"Aku tidak bisa."
"Tolong beritahu aku. Jangan sampai aku membawa masalah ini ke pihak yang berwenang Samuel," ancam Jati agar Samuel mau mengakuinya.
"Tidak! Aku akan memberitahumu. Clara. Clara yang menyuruhku."
Tangan Jati mengepal. "Baik. Terima kasih." Jati langsung berlalu untuk pulang setelah ia pamit dengan Samuel. Dia berjalan menuju mobilnya diikuti dengan Samuel yang berdiri di belakangnya.
"Hati-hati." Samuel melambaikan tangannya ketika Jati membunyikan klakson mobilnya sebagai tanda perpisahan. Tanpa ia sadari, ada sebuah senyuman licik mengembang di bibir seseorang. Menantikan drama yang akan berlanjut karena rasa sakit di hatinya.
*
Hari ini adalah hari yang tidak ditunggu oleh Clarissa maupun Jati. Akad nikah mereka akan dimulai pukul sembilan nanti. Clarissa sendiri masih berada di dalam kamarnya untuk dirias yang kurang sedikit lagi akan usai.
"Silakan ganti bajumu," kata perias itu setelah selesai merias. Clarissa langsung berdiri dan mengambil kebayanya yang terletak di atas ranjang. Dibantu oleh perias serta beberapa orang bawahannya, ia menggunakan kebaya berwarna putih. Saat semunga sudah selesai, Clarissa bergerak menuju jendela kamarnya untuk melihat bagaimana pemandangan di luar rumah.
Tidak lama setelah itu, Clarissa dipersilakan untuk keluar dan duduk di sebelah Jati yang memandang ruangan ini dengan kosong. Akad nikah pun dimulai saat penghulu dari KUA dan Jati berjabat tangan. Penghulu itu mulai mengucapkan kalimat ijab qobul dalam pernikahan sampai akhirnya Jati menjawab ucapan itu.
"Saya terima nikah dan kawinnya Clarissa Annaira binti Hadi Pranata dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
Semua itu belum usai. Para saksi yang hendak mengucapkan sah terkalahkan oleh sebuah suara yang membuatnya jadi pusat perhatian.
"Hentikan!"
"Pernikahan ini tidak sah!"
31 Januari 2017
updet lebih cepat! semoga menikmati! jangan lupa buat klik bintang dan beri komentar kalau ada yg mau kalian sampaikan. terima kasih!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hypocrites Love
RomanceSELESAI & LENGKAP | Clarissa adalah gadis berusia 17 tahun yang harus terjebak dalam sebuah insiden di mana membuatnya berurusan dengan seorang Argajati. Di masa SMA-nya yang seharusnya ia gunakan untuk menuntut ilmu agar mampu mencapai cita-citany...