BAB 12

213K 15K 428
                                    

.: Pertama Kali :.

Mobil Jati berhenti di depan sebuah rumah dengan dominasi warna abu-abu. Tanpa menawarkan Clarissa untuk turun, Jati segera mengambil bunga yang dibeli lalu membuka pintu mobil. Ia berjalan masuk ke dalam rumah dengan Clarissa yang masih berada di dalam mobilnya. Sampai akhirnya Jati kembali untuk membuka pintu mobil di mana Clarissa duduk.

"Cepat turun! Kamu mau mati kekurangan oksigen?!" bentak Jati yang membuat Clarissa langsung mengikuti perintahnya dan berjalan bersama Jati masuk ke dalam rumah dua lantai itu. Saat sampai di dalam rumah, Jati menyuruh Clarissa untuk duduk, meninggalkan perempuan itu untuk menuju kamar Weni.

Jati mengetuk pintu kamar mamanya, membukanya secara perlahan saat mendapatkan balasan dari wanita yang tengah terbaring di kasur itu. Jati berjalan dengan perlahan sembari menunjukkan bunga kesukaan mamanya. Senyuman tulus dan rasa bersalah menghiasi wajah Jati. "Ini bunga untuk Mama," ujarnya dengan bucket bunga yang ia ulurkan ke mamanya. Weni tersenyum, bangun dari tidurnya menerima bunga pemberian anak kesayangannya.

Jati membantu Weni untuk duduk bersandar pada ranjang. Setelahnya, menatap mama yang sudah ia kecewakan. "Maaf. Jati minta maaf karena mengecewakan Mama," kata Jati yang kini ikut duduk di pinggir ranjang. Tepat di sebelah wanita paruh baya itu.

Weni memberikan seulas senyum tipis. Mengusap rambut anaknya pelan dan berkata, "Terima kasih bunganya. Mama memang kecewa. Mama berharap Jati datang dengan berita itu saat dewasa nanti. Mama memberikan kepercayaan Mama sama Jati. Tapi ... mungkin itu yang namanya takdir. Jangan pernah membuat Mama kecewa lagi. Jangan ulangi perbuatan seperti ini. Kamu bangkit dengan susah payah, jangan buat semuanya hancur dengan tindakan kamu."

Weni tersenyum tipis, ingatannya mengigat saat dulu ia bersama Jati di masa kecil. Jati datang untuknya. Anak itu memberikan sebuah warna di kehidupannya.

"Jati minta maaf." Jati bergerak untuk memeluk mamanya. Badannya maju merengkuh wanita itu ke dalam pelukannya. Pelukan hangat yang bertahun-tahun ia rasakan. Pelukan yang berhasil membuatnya bangkit dari masa kelamnya. "Jati janji tidak akan mengecewakan Mama lagi."

"Mama percaya sama kamu," balas mamanya setelah melepaskan pelukannya. Jati tersenyum mendengar ucapan mamanya. Wanita yang selama ini menjadi mataharinya dengan memberikan kehangatan tanpa batas untuk dirinya.

"Ma, Jati membawa perempuan itu kemari. Dia ada di ruang tamu," ungkapnya membuat Weni tidak sabar perempuan seperti apa yang akan menjadi istri anaknya. Jati membantu mamanya untuk turun dari kasur lalu menggandengnya menuju ruang tamu.

Clarissa yang tengah duduk sembari melamun, langsung menatap Jati dan mamanya dengan pandangan kikuk. Dia tidak menyangka bahwa orang yang dimaksud Jati adalah wanita tua seumuran mamanya.

"Saya Weni, Mama Jati," kata Weni memperkenalkan dirinya. Clarissa yang sadar dan mendengar perkataan Weni langsung terseyum, bukan senyuman yang dipaksakan, tapi lebih ke rasa canggung karena ini pertama kalinya ia bertemu Mama Jati dan bertandang ke rumah laki-laki itu.

"Saya Clarissa, Tante," balas Clarissa pada Weni yang duduk di hadapannya bersama Jati yang setia di sebelah mamanya.

"Ya, Jati sudah cerita ke saya. Maafkan kelakuan anak Tante." Clarissa kembali hanya membalasnya dengan sebuah senyuman karena bingung harus menjawab apa.

"Kamu sehat?" tanya Weni lagi.

"Saya sehat, Tante."

Pembicaraan itu terhenti. Hanya seperti itu dan setelahnya hening. "Silakan diminum," ujar Weni saat pembantunya membawakan nampan berisi cangkir teh hangat. Jati terus menatap Clarissa. Memberikan tatapan tajam yang membuat Clarissa semakin tidak nyaman.

"Ma, aku harus mengantarkan Clarissa pulang," potong Jati di tengah-tengah suasana hening itu. Weni langsung menoleh ke arah anaknya, ia memberikan tatapan bertanya. Sedangkan Jati yang ditatap menjelaskan bahwa Mama Clarissa menunggu.

Clarissa sendiri diam. Dia tidak punya hak untuk apa-apa. Dia menurut pada Jati karena selama ini hidupnya selalu pasrah. Mengikuti arus bagaimana dia biasa diperlakukan tanpa berani menentangnya.

Weni melirik Clarissa sekilas, menangkap rasa tak nyaman yang ditunjukkan oleh perempuan muda itu. Dan ia berpikir alasan Jati itu karena Clarissa tidak nyaman. "Baik. Kalian hati-hati."

Jati bangkit dari duduknya, menghampiri Clarissa untuk mengajaknya pulang. "Jati pergi sebentar, Ma." Weni mengangguk lalu membiarkan dua insan manusia yang sudah terikat oleh takdir itu untuk bergerak keluar dari rumahnya.

Langkah demi langkah yang mereka lalui membawa mereka kembali ke dalam mobil Jati. Laki-laki itu segera mengemudikan mobilnya untuk mengantarkan Clarissa pulang. Di perjalanan, bibir Jati tiba-tiba kembali mengeluarkan pisaunya. "Kamu boleh tidak menjawab pertanyaanku. Tapi jangan sekali-sekali kamu tidak sopan dengan Mamaku. Kamu sudah dewasa, kan? Seharusnya kamu tahu bagaimana harus bersikap."

Seperti itu.

Dan Clarissa kembali diam tanpa perlawanan. Jiwanya sudah terlalu sering ditindas dan membuatnya tidak mampu untuk membalasnya. Clarissa memang lemah. Bahkan, karena terlalu lemahnya, membela dirinya sendiri saja tak mampu.

"Keluargaku akan datang akhir pekan ini," timpalnya singkat, kembali diam. Membiarkan suasana hening melingkupi keadaan mobilnya.

*

Selanjutnya, Jati kembali fokus pada kemudinya. Melajukan mobilnya hingga berhenti di depan rumah Clarissa. Jati memilih ikut turun karena ingin bertemu Lita. Saat mereka berdua jalan untuk masuk ke dalam rumah Clarissa, kehadiran Clara membuat orang-orang itu terkejut. Clara terkejut melihat laki-laki yang ia sukai kembali datang ke rumahnya bersama kakak yang dibencibya setengah mati. Jati sendiri terkejut karena dia harus bertemu dengan Clara. Dan Clarissa tidak siap mental untuk menerima kemarahan adiknya lagi.

Keterkejutan itu usai karena Clara segera menguasai dirinya, mengembalikan keadaannya dan menatap kakaknya dengan penuh kebencian. "Dasar murahan," desisnya yang mampu didengar baik oleh Jati dan Clarissa.

Jati yang mendengar itu mengangkat satu alisnya, melirik Clarissa setelah Clara pergi. "Clara dan kamu tidak akur?" tembaknya saat melihat keadaan kakak-beradik itu. Clarissa yang ditanya hanya bisa menggigit bibirnya lalu mengangguk perlahan.

Jati hanya ber-oh ria tanpa mau berkomentar lagi. Tujuannya datang ke rumah ini adalah bertemu Mama Clarissa untuk mengutarakan maksud keluarganya yang akan bertanggung jawab. Bukan mengomentari hubungan dua saudara itu.

Jarum jam terus berputar bersama dengan suaranya yang mengalun di telinga. Mata Jati menelisik setiap sudut rumah ini yang nampak mewah. Rumah ini jauh lebih bagus daripada rumahnya. Seni rumah ini bahkan lebih kental dari rumahnya yang ia anggap biasa saja sama dengan tipe-tipe rumah di kawasannya.

Tapi ada satu hal yang Jati tangkap selama menunggu Clarissa yang memanggil mamanya, rumah ini sepi. Seakan tidak bernyawa dan tidak ada kehangatan yang terasa di dalamnya. Belum selesai penilaiannya, Clarissa kembali dan berkata, "Mama sedang tidak ada di rumah. Kata Bibi, Mama pergi untuk bertemu temannya sebentar."

Tanpa basa-basi, Jati langsung berdiri, menapakkan kakinya untuk keluar tanpa berpamitan dengan Clarissa.

Setelah Jati menghilang dari pandangannya, Clarissa berbalik arah untuk ke kamar. Ia berjalan dengan langkah perlahan membuka knop pintu ruangan ternyaman miliknya di kediaman ini.

Baru saja membuka pintu kamar, pemandangan yang tidak diinginkan ada di depannya.

Clara, adiknya, sudah berada di atas ranjang. Duduk sekaligus menatapnya dengan pandangan yang membara. Sebelum sempat menjauh, Clara sudah mendekat ke arahnya. "Kak Jati itu milikku! Kenapa kamu merebutnya?"

Matanya sudah melotot. Bahkan terlihat jelas urat-urat di wajahnya yang menunjukkan kemarahan. "Jangan pernah dekati dia! Batalkan pernikahanmu! Aku mencintai dia. Aku mohon," ujar Clara dengan nada suara merendah pada akhirnya. Tidak ada makian. Karena yang ada sebuah suara penuh isakan mengakibatkan Clarissa membeku di tempatnya tidak tahu harus berbuat apa.

23 Januari 2017

lebih cepet dikit ya, kan? ditunggu kritik, saran serta bintangnya. terima kasih.

Hypocrites LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang