BAB 20 (B)

234K 17.2K 416
                                    

.: Kala Petang Bersama :.

"Jati!" pekik Clarissa saat seekor lebah yang entah dari mana datangnya menari-nari di atas kepala perempuan itu. Pekikkan itu lantas saja membuat Jati tertawa renyah. Tawa yang membuat jantung Clarissa berdebar saat melihatnya. Tawa yang seperti sebuah kesejukan datang menyirami dirinya.

Bukannya menolong atau melakukan sesuatu, Jati terus tertawa melihat Clarissa ketakutan. Akhirnya Jati bertindak dengan membuat sebuah suara yang ia percayai mampu mengusir keberadaan lebah itu.

"Pahit ... pahit ... pahit," ujarnya dengan pengulangan yang mendapatkan respons tawa dari Clarissa.

"Lebah itu tidak akan pergi dengan kata-kata pahitmu, Jati!" protes Clarissa yang merasa pengusiran lebah dengan kata pahit itu tidak nyata. Hanya sebuah sugesti tanpa kebenaran buktinya. Tidak ada sebuah buku yang membahas hal seperti itu.

"Lihat! Lebah itu pergi!" teriak Jati dengan jari telunjuknya mengarah pada si lebah yang kini berpindah tempat. Tidak lagi berada di dekat Clarissa.

"Itu hanya kebetulan."

"Bukti pertama atas janjiku untuk melindingimu."

Mau tidak mau Clarissa tertawa kecil. Senja saat ini kembali diisi dengan tawa mereka berdua. Interaksi kecil yang membuktikan bahwa mereka masih sepasang anak muda yang belajar untuk beradaptasi dengan satu sama lain. Berbagi tawa layaknya teman seusia dan berbagi pendapat atas nama sepasang suami istri.

"Aku masuk dulu," kata Clarissa saat senja di sore hari sudah berganti dengan malam. Langit oranye itu perlahan sudah menggelung bergantian dengan gelapnya malam yang saat ini mulai minim taburan bintang.

"Aku juga. Aku harus belajar untuk ujianku."

Jati dan Clarissa turun dari gazebo halaman belakang rumah, berjalan bersama masuk ke dalam rumah. Mereka berjalan bersisian dengan jarak yang cukup membentang cukup jauh membuat keduanya terlihat seperti dua orang asing. Sepertinya mereka sudah melupakan bahwa senja tadi, dua manusia itu tertawa bersama hanya karena sebuah lebah. Dan saling mengungkapkan keluh kesah mereka atas apa yang namanya pewayangan di dunia ini. Karena mereka tetaplah dua kepribadian naif dan sulit untuk membaur jika waktu belum berjalan lama.

Ketika sampai di depan kamar masing-masing, Jati dan Clarissa berpose sama dengan memegang handle pintu kamar lalu membeku sesaat.

Jati bertindak terlebih dahulu dengan berbalik arah untuk menghadap Clarissa lalu memanggil nama gadis itu.

"Clarissa!" panggil Jati dengan nada suara yang cukup nyaring.

Mendengar Jati memanggil namanya, Clarissa ikut memutar arah badannya, menatap Jati dengan tatapan bertanya. "Ada apa?" tanyanya setelah itu.

"Terima kasih sudah mau mendengarkan ceritaku," kata Jati megakibatkan Clarissa menarik dua sudut bibirny ke atas bersamaan dengan anggukan kepala.

Selanjutnya, fisik mereka hilang. Bersamaan dengan tertutupnya pintu kamar masing-masing.

*

Di dalam kamar, Jati langsung terduduk di kursi tempat biasanya ia belajar. Tangannya bergerak mengambil beberapa buku yang memang ia gunakan sebagai latihan untuk Ujian Nasional nanti. Sedikit rasa malas menghantuinya. Pasalnya, besok hari libur dan ia ingin menjernihkan otaknya yang mulai perlu asupan bernama refreshing.

Jemari Jati membolak-balik dari setiap lembar buku tebalnya. Namun, pikirannya tak bisa fokus pada lembaran kertas itu yang berisikan banyak penjabaran tentang materi dari kelas 10 – 12. Kini perhatian Jati teralih pada ponselnya. Tangannya yang sedari tadi sibuk membolak-balik halaman tiap kertas dan menggenggam pensil berganti menjadi menggenggam ponselnya menilik sebuah akun dari temannya yang kemarin bercerita datang ke sebuah bazar makanan tahunan yang menjadi satu dengan acara pertunjukan lainnya.

Hypocrites LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang