BAB 8

275K 19.4K 394
                                    

.: Pengakuan :.

Malam hari, Clarissa berjalan keluar dari kamarnya dengan mengendap-endap. Langkah kakinya bergerak menuju kamar mamanya untuk melihat keadaannya.

Clarissa memegang knop pintu memutarnya secara perlahan. Masih dengan langkah perlahan, ia masuk ke dalam kamar yang dominan dengan warna krem. Dia mendekat ke arah ranjang mamanya. Mata indahnya menatap Lita yang masih terpejam karena tidur.

Sebenarnya tadi Clarissa sudah mendengar dari Bi Min kalau mamanya sudah sadar dan sekarang pasti sedang tidur. Lagi pula ini juga sudah jam sebelas malam. Rasanya Clarissa ingin mendekat, tapi seperti ada sebuah magnet, dia tidak bisa mendekat ke arah mamanya. Kutubnya seakan saling menolak dan membuatnya hanya bisa diam di tempat tanpa bisa untuk sekedar memeluk mamanya. Wanita yang melahirkannya.

Sampai akhirnya ranjang Lita bergerak, Clarissa yang melihat itu bergerak gelisah di tempatnya. Ia memutar badannya, hendak keluar dari kamar mamanya. Saat tangannya sudah memegang knop pintu, suara mamanya terdengar memanggil. Clarissa membalikkan badan untuk memastikan bahwa Lita memang memanggilnya.

Jarak mereka memang tidak jauh, tapi ada sesuatu yang membuat mereka terasa jauh. Jarak tak kasat mata itu terlihat begitu jelas dengan kecanggungan yang ada di ruangan ini.

"Clarissa," panggil mamanya lagi sembari menepuk ranjangnya. Menepuk tempat kosong di sisinya yang membuat Clarissa mengerutkan keningnya.

Clarissa paham maksud mamanya, tapi batinnya menolak bahwa maksud mamanya adalah mengajaknya untuk tidur bersama. Ia tidak yakin dengan semua itu. Dia yang selama ini dijauhi mamanya selama 17 tahun, akhirnya diajak tidur bersama mamanya? Clarissa tidak menyangka.

"Tidur di sebelah Mama," ujar Lita lagi. Clarissa mendekat, tidur dengan kaku saat sampai di atas ranjang mamanya. Ia merasakan kadar kecanggunggan itu semakin meninggi karena tidak pernah merasakan hal seperti ini. Dan memilih untuk terlentang, begitu juga dengan Lita.

Sunyi.

Itulah suasana saat ini. Tidak ada pembicaraan apa pun meski keduanya sama-sama tahu bahwa mereka masih bertahan dengan mata terbuka.

"Mama mau menceritakan sebuah dongeng yang terus Mama ingat selama hidup," kata Lita membuka percakapan mereka. Pasangan anak ibu itu memilih tetap di posisinya. Menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang berbeda.

Clarissa bertanya-tanya ada apa dengan ini semua sedangkan Lita menyiapkan segala mentalnya untuk membuka tabir kehidupannya yang hanya dirinya, suaminya serta orangtuanya mengetahui tentang hal ini.

"Dulu sekali, ada seorang wanita muda, dia orang yang riang dan baik hati. Dia selalu suka menghabiskan waktunya untuk membaca buku meskipun dunia luar bukanlah hal terlarang untuknya. Dia bisa mengimbangi kebutuhan membacanya dan sosialisasinya." Lita menjeda ucapannya. Menatap Clarissa yang masih diam di tempatnya. Mendengarkan apa yang akan diceritakan oleh mamanya.

"Sampai suatu ketika ia merasakan perasaan apa itu jatuh cinta. Ia merasakan jatuh cinta pada seorang pria yang merupakan kakak tingkatnya. Mereka mulai saling mengenal saat keduanya terjun di dunia organisasi. Hidup wanita itu semakin berbunga-bunga mana kala pria yang ia suka menyatakan cinta padanya."

Lita benar-benar berhenti. Kenangan itu seakan menjadi racun dan madu di saat bersamaan. Semuanya berawal dari sana. Dan Lita tidak tahu ia harus bersyukur atau mengutuk semua kejadian itu. Tapi kenyataannya, ia mengutuk kejadian itu.

"Semuanya berawal dari sana. Si wanita menerima. Tentu saja mereka bahagia. Mereka bagaikan pasangan yang dimabuk cinta dan semua itu membuat mereka buta sampai suatu saat kejadian itu terjadi. Mereka lupa diri. Mereka melakukan sesuatu yang seharusnya tidak mereka lakukan. Mereka terjerembab, mereka jatuh ke dalam kubangan setan yang berhasil mengecoh pikiran mereka."

Clarissa mulai menerka-nerka cerita macam apa yang diceritakan oleh mamanya. Ketika mamanya mulai bercerita kembali, Clarissa tetap diam. Ia terus mencernanya.

"Dan setelah itu, semuanya seakan menjadi petaka. Kejadian itu menjadikan mereka lupa dengan status mereka yang bisa runtuh. Dan benar saja, hukuman Tuhan muncul dengan kontan. Wanita itu hamil. Pria itu mau bertanggung jawab setelah desakan dari sang wanita, tapi takdir yang tidak membiarkannya untuk bertanggung jawab."

Air mata mulai turun dari sudut mata Lita. Ia menghapusnya, melanjutkan dongengnya kepada Clarissa.

"Pria itu pergi. Pergi untuk selamanya karena kecelakaan beruntun yang dialaminya dan menyebabkan adik dari pria itu yang akhirnya bertanggung jawab akan kehamilan wanita yang mengandung janin dari kakaknya. Sampai sembilan bulan kemudian, bayi itu lahir dan diberi nama," Lita kembali menggantungkan kata-katanya, sedangkan Clarissa yang mulai menangkap maksud dari cerita mamanya langsung berdebar menanti siapa nama anak itu. "Clarissa," lanjut mamanya dan membuat air mata yang sedari tadi Clarissa bendung langsung tumpah.

Dia bukan anak papanya. Orang yang selama ini begitu menyayanginya adalah pamannya. Papanya, orang yang selalu menjaganya bagaikan seorang malaikat, tidak memiliki ikatan darah yang sama dengannya. Hati Clarissa rasanya hancur.

Orang yang selama ini dia banggakan, orang yang selama ini begitu ia puja, orang yang selalu mencurahkan semuanya ketika mamanya sendiri mengacuhkannya, ternyata bukan siapa-siapanya. Hanya pamannya yang harus bertanggung jawab kepada dirinya. Hasil perbuatan papanya yang sesungguhnya. Dia menangis. Begitu juga dengan Lita. Pasangan anak ibu itu menumpahkan segala rasa itu ke dalam tangisannya.

Tangan Lita bergerak untuk mengusap rambut Clarissa lembut. Ia mencium kening anaknya yang menangis. Hatinya rasanya teriris. Ia seakan membuang waktunya untuk menolak kehadiran Clarissa. Anak yang sebenarnya lahir karena perbuatannya sendiri.

"Maafkan, Mama. Maafkan, Mama."

"Mama minta maaf sudah mengabaikan kamu."

Perkataan maaf itu terus saja keluar dari bibir Lita disela-sela tangisannya. Clarissa sendiri  memilih untuk diam. Jiwanya seakan terguncang dengan semua fakta yang baru saja dibeberkan oleh mamanya.

Ia tentu saja bisa menerima semuanya. Mau tidak mau, itu adalah faktanya. Dan Clarissa harus ikhlas menerima semuanya.

Tapi, mengapa takdir hidup terus saja berlaku kejam kepadanya?

08 Januari 2017

maaf updetnya lama. semoga kalian tetap menikmati cerita yang aku suguhkan. makasih untuk semua vote dan komennya ya. hehehe. .

Hypocrites LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang