Fragmen 33

97 11 1
                                    

Kita berhasil mengalahkan Leled Samak dan mendapatkan batu Kristal jingga. Flo, Nora, dan Rikkie berhasil mengalihkan makhluk buas itu sejauh mungkin dan menyuruh mereka kembali secepatnya.

Kemudian kita bergerak menuju utara. Berusaha mencari area aman untuk mendirikan tenda.

Kita memutuskan untuk mendirikan kemah di sebelah barat laut. Daerah yang cukup aman karena kita mulai memasuki area yang tak terlalu berbahaya.

Untuk sejenak kita beristirahat memulihkan tenaga. Flo dan Shen yang membawa tenda segera mendirikannya di dekat padang rumput di tengah hutan dan membuat api unggun untuk menghangatkan tubuh kita yang kedinginan.

Malam berlalu.

Pagi menjelang.

Mentari mengintip dari balik pepohonan pinus di sepanjang puncak pegunungan Andekhala.

Tujuan kita selanjutnya adalah Spring Water Eye, wilayah di mana letak batu Kristal hijau berada.

Dibutuhkan waktu sehari perjalanan untuk mencapai tempat itu dan kita memutuskan mulai meneruskan perjalanan saat sore agar besok pagi kita tiba di sana.

Nenek bilang batu hijau berada di Spring Water Eye—sebuah mata air berbentuk kolam serupa mata yang terletak di antara bebatuan, di tengah padang bunga. Tak ada makhluk buas di sana tapi nenek bilang sesosok peri menjaga tempat itu dan kurasa peri itu tak akan memberikan Kristal secara cuma-cuma.

Kau melepaskan kaus putihmu yang kotor. Duduk di atas batu sembari menikmati matahari pagi.

Aku mendekatimu.

Membiarkan matahari megeringkan pakaian kita yang masih terasa basah akibat pertempuran di rawa semalam.

Tentunya Shen malah ikut-ikutan duduk di samping kita. Mengganggu saja.

Rikkie tampak sedang tiduran sembari bercermin di tendanya.

Nora mulai bersiap memasak air di atas api yang dibuat Flo.

Sedangkan Becky hanya melamun di atas batu lainnya. Aku tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan tapi wajahnya sedikit muram.

Aku memperhatikan punggungmu yang terluka dan tanpa kau minta, aku membersihkan darah yang mengalir dari lubang bekas tancapan taring Leled Samak. Kau diam membiarkanku melakukan itu, matamu hanya memandang ke hamparan ilalang yang tersapu angin pagi.

Shen memperhatikan apa yang aku lakukan padamu sedari tadi.

"Kenapa?" tanyaku. Aku melihat kedua bahu Shen tampak luka. "Kau tidak berpikir aku mau membersihkan lukamu juga, kan?"

Lelaki itu hanya terkekeh mendengar ucapan konyolku.

"Ah, lebih baik aku mandi saja ketimbang dipanasi oleh singa betina!" ucap Shen melengos pergi.

"Apa?!" sergahku tak terima.

Rasanya ingin memukul kepala lelaki itu tapi kau memegangi lenganku yang tengah membersihkan bagian punggungmu dengan lembut. Membuatku sedikit canggung. Sungguh tak biasa kau menyentuh lenganku.

"Sudah Shan, aku bukan anak kecil," ucapmu datar—bahkan dingin. Menyuruhku berhenti mengelus punggungnya yang luka.

"Eh ... hehe ...,"

Aku mati kutu.

Di kejauhan Shen kembali terbahak mendengar balasanmu.

"Maaf, Danny," ucapku menarik lenganku dari genggamanmu tapi kau tak melepaskannya. Membuat hatiku terombang ambing jatuh bangun tak keruan.

Sebenarnya, kau mau bersikap romantis atau tidak, sih?

Kau memegangi jemariku yang mungil. Berbanding dengan jemarimu yang tampak kekar berurat-urat.

Memang tak heran karena seluruh tubuhmu kini tampak lebih berotot dari bertahun-tahun lalu. Sepertinya kau berlatih gym setiap hari hingga perutmu berkotak-kotak begitu. Kadang aku beruntung juga dengan sikapmu karena tak ada gadis lain yang mencoba mendekatimu. Jika kau belajar di Kie Light mungkin kau bakalan jadi pusat perhatian. Wajah tampan, tubuh gagah, kulit putih serta mata yang indah.

Kau menatap jemariku cukup lama sebelum akhirnya melepaskan. Kau melepaskan kalung yang tergantung di lehermu. Kalung yang pernah kau bilang bahwa itu peninggalan orangtua kandungmu. Sebuah kalung emas berliontinkan miniatur pedang Clairvoyance Sword—sebuah pedang dengan bentuk menyerupai huruf JN. Inisial dari nama kedua orang tuakandungmu Joanna-Nikiemura.

Kedua orangtua kandungmu adalah warga Belanda dan Jepang, tak heran wajahmu blasteran. Mereka pula adalah salah satu pemilik perusaahan Kie Light tapi aku tidak begitu mengetahui secara pasti mengenai alasan lain kedua orangtua kandungmu meninggalkanmu sebelum diadopsi keluarga angkatmu termasuk kakak angkatmu Ronny. Yang kutahu bahwa kedua orangtuamu hendak memberikan jiwamu pada Sandekala itu dan akhirnya kau terkena kutukan. Kutukan yang telah berhasil kita hilangkan 4 tahun lalu.

Kau melepaskan kalung itu dari lehermu dan aku baru sadar ada sebuah cincin yang tergantung di sana. Cincin emas.

Kau melepas cincin itu dan memasukkannya ke dalam jari manisku. Aku juga baru sadar bahwa jari di kananmu memakai cincin serupa. Di atasnya tertulis kata yang tak aku pahami melingkari sekelilingnya.

Tertulis dalam bahasa Kiligh: U Lavo Yae Bet Sarry Gaadbyo.

Aku kurang mengerti dengan bahasa itu tapi mungkin artinya 'aku cinta kau.'

"Apa ini?" tanyaku heran.

Apa kau melamarku?

Kau tetap diam.

Hanya menyunggingkan senyuman manis yang membuat hatiku meleleh.

Kau mencium lenganku dengan mata berkaca-kaca penuh kebahagiaan seperti pangeran yang mencium tangan sang puteri.

Kau buat aku kikuk.

Sungguh tak biasa kau melakukan hal romantis seperti ini.

Apa ini karena gigitan Leled Samak semalam? Jika benar, semoga efeknya bisa bertahan selamanya.

Kau tak berucap barang sepatah dua patah kata mengenai apa yang kau lakukan dan maksud dari cincin tersebut. Tapi aku mengerti, terima kasih Danny. Setelah misi ini selesai, kita akan menikah bersama.

Aku bahagia.

Flo dan Nora menatap kita dari kejauhan. Membuat kita berdua jadi salah tingkah.

"Aku mau mandi dulu," ucapmu meninggalkanku menuju Shen yang tengah asik berendam di sebuah kolam yang dikelilingi bebatuan dengan air yang mengalir jernih dari gunung Transfranssischo.

Aku menatap Becky yang mematung sedari tadi di batu itu.

Apa dia tertidur?

Dia hanya duduk memejam mata untuk waktu yang lama.

"Becky," panggilku pelan.

Dia membuka matanya. Menatapku perlahan. Matanya sedikit kemerahan dan berair.

"Apa kau kelelahan?" tanyaku khawatir.

Dia terseyum dan menggeleng pelan.

"Aku sedang menambah kekuatanku. Sepertinya kali ini aku akan bertarung langsung bersama kalian," ucapnya.

"Apa kau melihat sesuatu? Yang akan terjadi?"

"Kita lihat saja nanti."

Dia tak ingin memberitahuku apa yang dia terawang di masa depan.

***

Kie Light #2: Tunggang Gunung (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang