Fragmen 35

102 10 2
                                    

"Shan! Shan! Kau tidak apa-apa?" panggil Nora.

Aku membuka mata. Terkejut. Dengan reflek langsung bangkit dari tidurk. Hal itu membuat kepalaku mendadak pening.

"Um ... ya ...."

Kukucek kedua mataku yang berair.

Mengerjap beberapa kali.

Ternyata hanya mimpi.

Bagiku mimpi itu lebih mengerikan ketimbang memimpikan Sandekala.

Bagaimana aku bisa memimpikan hal terkutuk semacam itu?

"Kau buatku khawatir saja. Danny bilang kau sedang tidur tapi kukira kau pingsan," ucap Nora.

"Tidak ... tak sadar aku memang tertidur," aku melihat sekeliling. "Di mana Danny dan Shen?"

"Danny dan Becky pergi ke kolam. Sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu. Sedangkan si bodoh itu tengah mendengkur di dalam tenda."

Aku bangkit. Meregangkan badanku.

Apa yang kalian bicarakan?

Kuharap bukan sesuatu yang mencurigakan.

Aku mencarimu ke kolam dan mengintip. Kau tetap berlatih menebas-nebas air dengan senjatamu.

Becky duduk di batu tak jauh darimu. Memperhatikanmu sambil membicarakan sesuatu.

Aku tak bisa mendengarnya dari sini.

Becky kemudian melirik ke arahku dan tersenyum seakan tahu bahwa aku sedang memergoki mereka. Mau tak mau aku keluar dari persembunyian dan mendekati kalian berdua.

"Sedang apa kalian?" tanyaku canggung dengan senyuman yang dipaksakan.

Kau melirik ke arahku dengan tatapan yang—entahlah—mencurigakan.

"Aku sedang membicarakan musuh yang akan kita hadapi selanjutnya. Kurasa musuh yang akan kita hadapi berhubungan dengan air. Aku memberinya sedikit gambaran dari musuh yang berhasil kuterawang di masa yang akan datang," ujar Becky.

"Kenapa tidak membangunkanku?" heranku.

Kenapa pula hanya kalian yang membicarakan hal ini? Tidak membicarakannya dengan kita semua.

"Kulihat kau tertidur pulas. Aku tak tega membangunkanmu. Dan aku juga ingin mereka beristirahat sepenuhnya. Lagi pula ucapan Becky masih berupa prediksi. Bisa benar, bisa juga salah," ucapmu buru-buru berusaha menghilangkan rasa kecurigaanku.

Mimpi sialan tadi dan ingatan akan perkataan nenek tempo lalu tentang "pengkhianatan" rasanya telah membuat otakku kacau sesaat.

Aku mengelus cincin yang kau berikan padaku. Dengan kata cinta yang terukir di sisinya. Dan tentunya aku percaya padamu bahwa kau mencintaiku karena cincin ini adalah buktinya.

"Becky, memangnya apa yang kau lihat? Tentang penjaga Kristal hijau?" tanyaku mengalihkan pemikiran.

"Aku melihat air dan bunga. Dan hal itu mungkin berbahaya. Tapi yang berhasil kulihat hanya itu."

"Air mungkin kekuatannya dan di sini aku berusaha untuk membelah air tapi rasanya belum berhasil. Air selalu kembali menyatu saat aku coba membelahnya. Terlihat konyol, bukan?" ucapmu terus menebas air kolam yang kembali menyatu berapa ribu kali pun coba kau belah.

Aku merasa ada hal yang disembunyikan. Wajah Becky tampak murung meski dia terus tersenyum saat aku menatapnya.

***

Sore menjelang. Kita melanjutkan kembali perjalanan menuju Spring Water Eye.

Aku berjalan di sampingmu.

Kau tak mengenakan baju seolah-olah ingin memperlihatkan otot-ototmu padaku.

Shen sepertinya menyadari situasi itu. Merasa tak ingin kalah, dia melepas singlet tipis yang dia kenakan dan menunjukkan lekukan tubuhnya yang berotot meski tak sebesar dirimu.

"Hei, apa yang kau lakukan! Pakai lagi bajumu! Tubuhmu tak akan menarik perhatianku!" ucapku.

Shen hanya cemberut dan mengenakan kembali singletnya.

"Apa kau tidak kedinginan?" tanyaku saat malam telah tiba.

Jaketmu terlepas saat pertarungan kemarin dan aku tak membawa jaket cadangan.

Kau hanya menggeleng.

Kita terus berjalan.

Sandekala tak bergerak mengejar kita sebab bagian utara ini bukan termasuk hutan kekuasaan Sandekala dan tak ada desa di sini. Jauh di ujung daratan ini adalah pegunungan. Dan di baliknya adalah lautan. Tak ada desa terdekat yang berada di sana sehingga Sandekala tak bergerak ke utara.

Perjalanan terasa melelahkan. Untunglah tak ada hal yang harus kita hadapi di daratan ini.

"Shan, apa kau pernah ke tempat itu?" tanyamu.

Aku menggeleng. Aku belum pernah menuju Spring Water Eye.

"Nenek bilang itu hanya mata air yang terletak di padang bunga. Aku pikir tak akan ada hal yang berbahaya di padang bunga. Atau mungkin berbahaya seperti yang Becky katakan."

***


Kie Light #2: Tunggang Gunung (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang