Fragmen 39

283 22 2
                                    

Aku hendak menolongmu.

Dedemit itu mengepungku.

Aku empaskan senjataku, mereka semua tersungkur tapi sedikit pun tak bisa aku lukai.

Sandekala mulai mengerumuniku seperti semut.

Suara biola semakin menderu dan bersamaan itu gerakan para iblis makin agresif.

Kita memunculkan Kinzoku Light. Cahaya itu meledak-ledak di angkasa.

Aku terus memperhatikan keberadaanmu.

Kau terbawa arus kuat hingga ke hilir bersama Shen.

Aku mengejarmu.

Para dedemit itu menghalangiku.

Becky berusaha semampunya. Meski begitu, kekuatan sihirnya terlalu lemah untuk menghancurkan ratusan makhluk selain Sandekala. Apalagi ada beberapa makhluk yang bahkan tidak bisa Becky musnahkan.

Sejujurnya, Sandekala sudah mulai tak tampak. Mereka bersembunyi di balik pohon menunggu suatu rencana yang tidak aku ketahui. Para Sandekala itu mengandalkan makhluk-makhluk lain yang bermunculan untuk menyerang kita hingga mati.

Di sudut jauh terdengar jeritan Nora. Saat aku menoleh, dia tengah tersungkur di bebatuan tajam.

"Shanty!" panggil Rikkie.

Mataku mengedar dan mendapati gadis itu sedang berdiri di dahan pohon.

"Suara biola itu membuat makhluk-makhluk terkutuk ini menggila," ucapnya.

Aku bahkan tak menyadari. Tapi memang benar, semakin suara itu berirama cepat, mereka semua bertarung semakin lincah.

Aku harus menghentikannya. Jika tidak, kita semua bisa kalah.

"Becky, aku akan melawannya. Bisakah kau mengurus semua makhluk di sini?" tanyaku.

"Pergilah kalian semua bersama-sama! Kalahkan dia. Khyatie sangat kuat. Jangan sampai lengah. Hanya kalian yang bisa mengalahkannya! Semua makhluk yang ada di sini biar aku yang urus!"

Ada hal janggal yang aku rasakan dari kata-katanya. Seperti ... entahlah suatu hal yang disembunyikan. Dia menggerakkan tangannya. Mengendalikan daratan di sekitarnya dan terus menerus mengucapkan mantra-mantra hingga iblis-iblis meraung-raung kepanasan.

"Flo, Nora, Rikkie ikuti aku!" panggilku.

Kami mendaki jalan setapak menuju air terjun yang berada di sebelah atas. Menyusuri tepiannya yang licin sembari terus waspada pada bahaya yang mengintai.

Bangunan itu ... aku pernah melihatnya sebelumnya. Bertahun-tahun silam.

Apakah itu bangunan keramat yang diceritakan nenek?

Bangunan keramat yang hanya muncul di senja terakhir musim panas. Bangunan itu berada di samping pohon beringin raksasa. Di atas bangunan kubus itu tampak sesosok lelaki berkulit hitam dengan rambut gimbal dan baju jas putih yang panjang. Sebuah biola di tangannya dia mainkan dengan syahdu.

Khyatie?

Benarkah dia yang melakukan ini semua?

Benarkah dia yang memainkan biola tersebut?

Mustahil.

Waktu sudah berlalu ratusan tahun bagaimana mungkin dia bangkit kali ini?

"Apa yang kau lakukan? Hentikan!" teriakku.

Biolanya terhenti. Dia menatapku dari jarak 10 meter.

Khyatie menyunggingkan senyum dengan deretan gigi putih mengilat di balik wajahnya yang hitam legam. Mengingatkanku pada sosok Sandekala.

Kie Light #2: Tunggang Gunung (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang