Segala sesuatu tidak semuanya harus berawal dari kata bahagia. Tetapi akhir yang bahagia justru berasal dari awal yang menyakitkan
🌄
"Cek cek.. satu dua.. cek satu dua tiga"
Terdengar suara MC yang sedang memeriksa apakah microfon yang akan digunakan juga sound system berjalan sesuai fungsinya dengan baik. Dilain sisi, aku berada di sebuah ruangan ber-AC dengan dinding berwarna abu-abu gelap dengan sedikit motif minimalis yang dipintunya bertuliskan 'ruang make up' . Di gedung ini, di kampusku akan menyelenggarakan sebuah acara wisuda
Tetapi bukan aku yang menjadi salah satu mahasiswa yang akan diwisuda, karena ditahun ini aku baru memasuki semester 4. Di acara ini, aku mendapatkan untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya juga tak selang berapa lama akan menyampaikan sepatah dua kata untuk yang berhasil lulus ditahun ini dengan prestasi yang membanggakan.
Aku jurusan keperawatan, namun menyanyi adalah salah satu bakat dan hobbyku. Kemampuan ini aku dapatkan dari sang Ayah karena beliau merupakan music produser dan penyanyi yang terkenal pada jamannya tersebut. Aku sering mengisi berbagai acara kampus seperti pentas seni, dll. Tentunya aku tidak tampil sendiri, bersama dengan teman-teman satu kegiatan ekstrakurikuler.
Setelah selesai di-make up dengan kostum full kebaya juga rambut yang disanggul modern, aku keluar dari ruang make up ke tempat acara itu akan dilangsungkan.
"Nanti kamu masuk aja lewat pintu ini setelah dipanggil sama MC ya. Hati-hati soalnya di sebelah panggung ada tangga-tangga yang lumayan tinggi" kata seorang panitia acara
Sebelum masuk, aku di-briefing oleh panitia untuk masuk lewat pintu mana dan sebagainya. Tak berapa lama dari aku diberikan arahan, MC pun memanggil namaku
"Mari para hadirin semua, sebelum acara inti kita mulai, saya harap kalian semua bisa berdiri dan kita akan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang akan dipimpin oleh Shinta Vitri Nurjanah" sahut MC dengan suara yang sangat lantang
Begitu namaku dipanggil, aku mulai untuk menyanyikan lagu kebangsaan kita semua dengan penuh khidmat.
Meskipun hanya dua kali gladi resik, beruntung aku bisa menyetarakan nadaku dengan musik pengiring yang akhirnya mampu membawakan lagu sakral itu dengan sempurna.
Seusainya, aku keluar dari ruangan yang penuh diisi oleh mahasiswa juga para dosen yang mungkin mencapai ratusan orang. Ternyata, aku tidak jadi memberikan sambutan. Kesempatan itu dilempar ke orang lain yang katanya pendatang disini, namun mampu membawa pengaruh besar di kampus ini.
Aku pun tak merasa keberatan jika dia menggantikan aku. Karena mungkin panitia merasa lebih cocok jika dia yang berbicara. Siapa dia? Akupun tidak tau dan tidak ingin tau. Jadi, kuputuskan untuk menemui sahabat-sahabatku yang sudah daritadi menungguku dari aku di-make up.
"Gila Shinta, itu keren banget" kata Febri
"Kayak konser lu sendiri tau" lanjutnya
"Sumpah ya, gua denger lu nyanyi tadi itu kayak bukan lu. Walaupun lagu Indonesia Raya itu udah sering gua denger dari gua SD, tapi yang tadi.. keren abis! Bangga kita sama lu!" ucap Regi
"Udah ya, jangan puji gua terus, nanti gua terbang. Kalo gabisa balik ke bumi lagi gimana? Kalian mau tanggung jawab?" balasku dengan pipi yang memerah karena tak henti-hentinya mereka puji
"Tapi Shin, lu emang patut diapresiasi" balas Dian
Dian Ayu Lestari, Regi Melati Fauziah dan Febriyanti adalah sahabat-sahabatku dari jaman putih abu-abu.
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Sunrise
Romance"Aku boleh minta sesuatu?" "Apa?" "Katakan bahwa kau mencintaiku!" "Tidak akan" "Kenapa? Apakah aku yang selama ini salah menilai bahwa kau mencintaiku?" "Penilaianmu tidaklah salah, aku hanya tidak ingin mengucapkannya. Aku ingin kau bisa merasa...