#24 - Terulang part 3

30 1 1
                                    

Mencintaimu itu memiliki tanggung jawab besar dengan tingkat resiko yang paling tinggi

🌄

Sesampainya di tempat tujuan, kami langsung berbaris sesuai arahan panitia. Berhubung bis yang aku tumpangi tadi memiliki kendala, jadi harus cepat-cepat menyusul yang lain agar kegiatan ini bisa cepat terlaksana.

Oh iya, perlu kalian ketahui, kali ini aku dapat kesempatan untuk menaklukan Gunung Guntur

Gunung Guntur adalah gunung yang terletak di Kabupaten Garut. Gunung ini memiliki ketinggian 2249 mdpl dan puncaknya tidak terlalu menjulang. Gunung ini berbeda dari gunung-gunung yang lainnya karena didominasi oleh padang ilalang yang cukup luas dan tandus. Dan gunung ini mempunyai jalur pendakian yang sangat menantang.

Walaupun ditengah perjalanan tadi kami dihempas oleh hujan yang mengguyur dengan derasnya, tetapi berbeda kondisi jika sudah sampai disini. Disini tanahnya kering juga tandus, seperti mengalami musim kemarau yang berkepanjangan.

Setelah semuanya sudah rapi berbaris, panitia membagikan nama kelompok. Dan ternyata memang sudah tradisi, bahwa kelompok disini memang dipilih oleh panitia, bukan kemauan sendiri para anggotanya. Mungkin dengan tujuan supaya anggota yang belum kenal satu sama lain dapat menambah teman baru

Adji benar, aku kali ini sekelompok dengan Febri. Ya walaupun dia jawabnya dengan nada ketus, setidaknya jawaban dia adalah suatu bentuk kejujuran. Aku dan Febri masuk dalam kelompok tiga

Dian, Regi dan Dewi pun ternyata mereka satu kelompok, yaitu berada di kelompok enam. Seperti yang aku bilang tadi, hiking sekarang pesertanya lebih banyak, alhasil kelompok yang dibentuk pun menjadi lebih banyak juga. Dan jumlah keseluruhan, totalnya ada sembilan kelompok.

"Sudah tau semua kan teman-teman satu regunya? Sekarang saya akan beritahukan siapa ketua dari masing-masing kelompok" kata Nita. Dia menjadi Ketua Pelaksana kegiatan hiking semester ini. Aku tak perlu memanggilnya dengan sebutan kak, karena memang kami satu angkatan

Aku tak terlalu mendengarkan ucapan Nita saat dia memberitahukan nama ketua pada kelompok yang lain. Karena aku sibuk mengobrol dengan Febri, dan aku juga sudah lupa siapa-siapa saja yang menjadi ketua kala itu

Namun satu hal yang pasti, aku terkejut saat dirinya mengucapkan "Ketua dari kelompok tiga adalah Adji Gusti"

Ya bagaimana tidak terkejut. Aku sudah senang karena aku berada dalam kelompok tiga. Karena aku kira sosok hebat seperti dirinya itu pantasnya menjadi ketua kelompok satu seperti hiking yang lalu. Terus kenapa sekarang dia menjadi ketua kelompok tiga?

"Maaf Nit, gua ga setuju jika ketua gua harus Adji!" kataku
"Loh kenapa? Siapa lu yang berani mengubah keputusan panitia?" jawabnya
"Gua hanya peserta biasa dan memang bukan siapa-siapa dalam kegiatan ini. Tetapi apakah pantas seorang hebat seperti Adji ditempatkan dalam kelompok tiga? Kenapa dia tidak menjadi ketua di kelompok satu?" balasku

"Memangnya jika orang itu tidak hebat, maka dia tidak pantas untuk menjadi ketua kelompok satu? Dan ga selamanya kelompok satu itu menjadi kelompok terfavorit dan yang paling the best. Bukan berarti juga, seorang yang hebat menjadi rendah hanya karena dia memimpin kelompok yang bukan kelompok pertama" ucapnya dengan panjang lebar

"Ya tapi kan..." kataku lagi
"Sudahlah Shinta! Kenapa sih lu ribet banget hanya karena urusan ketua. Yang lain ga protes sama sekali tuh, mereka terima-terima aja hasil keputusan panitia. Lalu kenapa lu harus ribet banget sih? Jika lu ga suka aturan disini, ya ga usah ikutan hiking!"

Baru aja aku ingin mengemukakan pendapat kembali, Febri langsung menahanku dan berkata "Shin udah! Percuma lu mau ngomong kayak gimana pun, itu keputusan udah bulat, ga bisa diganggu gugat!"

"Peb, gua masih sakit hati karena Adji bilang gua sok pahlawan waktu di bis tadi. Dan sekarang gua harus menjalani perjalanan dalam satu regu yang sama dengan dia lagi?"
"Ya emang apa masalahnya?" tanya Febri
"Lu tuh ga tau Feb, sifat lama Adji kembali. Dia jadi sosok yang gua ga kenali sama sekali. Sama seperti awal pertama gua bertemu dengannya"
"Ada gua disini! Mau gimana sifat Adji yang sekarang, atau sama kayak dulu lagi, kan yang penting ada gua disini. Gua siap jadi kekuatan lu!" balasnya
"Terima kasih!"

Jika memang bukan karena Febri disini, aku mungkin sudah menuruti apa kata Nita tadi. Lebih baik aku tidak usah ikut hiking sekalian daripada harus menjalani kesialan yang sudah aku perkirakan dari sekarang.

"Baiklah. Sebelum kita memulai perjalanan sampai ke puncak. Saya mempunyai sebuah aturan yang harus ditaati oleh semuanya. Yaitu, jika kita dari bawah sama-sama, maka sampai diatas pun harus sama-sama juga. Rasa solidaritas dan kekompakkan harus menjadi nomor satu! Paham?!" kata Adji sebelum kita memulai mendaki

Aku seperti mengalami deja vu. Karena memang pada kenyataannya, dari awal hingga detik ini, semuanya kembali terulang.

🌄

Ada yang unik di kelompok ini, yaitu yang berjenis kelamin laki-laki hanyalah Adji, sang ketua. Lima anggotanya yang lain terdiri dari perempuan semua. Mungkin itulah sebabnya Adji ditempatkan disini, untuk menjaga kami para wanita. Lima anggota itu terdiri dari aku, Febri, Endah, Resgina dan Fitri.

Di perjalanan, ternyata kami mendapatkan jalur pendakian yang paling sulit serta yang paling jauh. Huft! Ada untungnya juga Adji menjadi ketua di kelompok ini, karena hanya dia yang mengetahui jalurnya.

Sabarlah Shinta, ujian hidup dimulai!

Namun entah Adji saat itu sedang melamun, atau tidak berkonsentrasi atau sedang lagi banyak masalah. Di tengah perjalanan tiba-tiba saja Adji terjatuh, serta kakinya terluka dan mengeluarkan darah yang cukup banyak karena bergesekan oleh batu-batu yang tajam.

Di gunung ini , tanahnya sangat tandus, sangat jarang sekali ada pepohonan yang tumbuh, paling hanya sekedar rumput ilalang. Jadi, sinar matahari yang jatuh ke bumi, langsung masuk ke kulit tanpa ada yang menghalangi terlebih dahulu.

Namun, walaupun tanahnya tandus, batu-batunya sangat tajam seperti karang di laut. Kami pun harus berhati-hati sewaktu mendaki ataupun jika sedang turun nantinya.

“Jadi cowo kok lemah banget!” ucap Endah
“Tau nih! Bangun dong! Masa gitu aja kesakitan!” balas Resgina
“Udah deh, acting apa lagi nih? Kita udah ketinggalan jauh tau!” jawab Fitri
“Tingalin ajalah ini mah!” tambah Resgina

Semuanya memarahi Adji karena dialah penyebab kita semua menjadi terlambat dan sudah didahului oleh kelompok lain. Semuanya kesal dan marah, tetapi tidak dengan Febri.

“Udahlah, ga perlu marah-marahan! Dji, kamu ga kenapa-kenapa? Shinta, ayu bantuin!” kata Febri

Kenapa hiking ini tidak jauh berbeda dari yang pertama? Kelompokku terdiri dari 6 orang lagi. Aku harus diketuai oleh Adji lagi. Lalu kaki Adji yang tergores sama seperti kejadian yang menimpa Biskha, dan yang lainnya juga pada mengeluh karena begitu saja menangis. Kenapa semuanya harus terulang lagi?

Yang berbeda hanyalah, dikelompok ini semua anggotanya adalah perempuan, kecuali Adji.

Sebenarnya Adji itu tidak menangis, dia hanya meringis kesakitan. Dan aku tau seperti apa rasa sakit yang dia alami saat ini.

Mengapa juga Febri harus memohon kepadaku untuk menolong Adji? Padahal kan aku sedang kesal dan marah kepadanya!

Jujur, sampai detik ini, aku masih kesal kepada Adji. Kata-kata dia sewaktu di bis tadi belum bisa aku lupakan begitu saja. Tetapi jika dilihat-lihat lagi, aku tidak tega melihat Adji meringis kesakitan seperti itu. Rasanya, aku juga seperti merasakan hal yang sama.

Jika laki-laki seperti dia yang biasanya saja terlihat kuat, tetapi karena suatu hal dia kesakitan, pasti luka itu memanglah sangat menyakitkan.

🌄

In The SunriseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang