#25 - Semakin Sulit Dipahami

31 1 0
                                    

Manusia itu unik. Yang terlihat cuek justru peduli. Yang terlihat acuh tak acuh, justru yang paling khawatir

🌄

Inipun terulang lagi

Ada satu orang yang terluka dikelompokku, dan hanya aku satu-satunya mahasiswa yang mempunyai keahlian mengobati. Bukannya ingin sombong, tetapi pada kenyataan nya hanyalah diriku yang berada dalam ranah kesehatan.

Ya sudahlah, aku tolong saja Adji. Aku tidak sanggup melihatnya kesakitan seperti itu. Lagipula aku selalu membawa obat-obatan didalam tasku. Tetapi sebelumnya, lebih baik aku akan menenangkan semuanya terlebih dahulu agar jangan bertindak macam-macam dan tidak berpikiran egois.

"Maaf, permisi nona-nona yang 'cantik', boleh saya bicara sebentar?!" kataku yang memuji tetapi sebenarnya menyindir.

Aku melanjutkan kalimatku lagi, "Silahkan saja jika kalian ingin pergi duluan, silahkan! Saya ga melarang! Silahkan saja jika ingin duluan, lalu kalian pulang hanya dengan membawa nama dan tulang belulang, karena daging kalian sudah habis dimakan oleh binatang buas yang ada disini! Sadar ga sih kalian? Yang tau jalan ini, jalur ini, hanyalah dia, si ketua, Adji! Jika kita tinggalin dia disini, apa yang terjadi sama kita nantinya? Apa diantara kita ada yang mengetahui jalur ini? Ga kan!"

"Ingat ga apa yang dikatakan ketua tadi sewaktu dibawah? Kita harus bersama-sama apapun yang terjadi! Makanya tolong jangan berdebat dan jangan egois! Saya ingin menyembuhkan lukanya terlebih dahulu! Jadi tolong jangan ganggu konsentrasi saya! Bisakan!? Jika ingin duluan, ya sudah sana! Ga ada yang melarangnya!" lanjutku lagi.

Dan untungnya saja semuanya paham dan mengerti dengan kalimat panjang lebar yang aku ucapkan tadi. Sehingga semuanya diam dan membiarkan aku untuk menyembuhkan atau setidaknya aku harus mengurangi rasa sakit yang Adji rasakan.

"Mana kakinya, sini aku lihat dulu!" perintahku kepada Adji

Adji pun menuruti kataku dan memperlihatkan kakinya. Setelah kulihat lukanya, ya ampun, ternyata lukanya lumayan cukup dalam, pantas saja jika banyak sekali mengeluarkan darah dan pantas saja daritadi Adji meringis kesakitan

Pantas juga dia diam saja diperlakukan seperti itu oleh yang lain, karena mungkin rasa sakit yang diakibatkan oleh batu tadi lebih sakit daripada ucapan para perempuan tak berhati manusia itu.

Aku pun berusaha mengobati lukanya, berusaha mengobatinya dengan perlahan supaya tidak menambah rasa sakit yang dialaminya. Walaupun jika nantinya aku tidak mengobati secara keseluruhan, karena bagaimanapun juga kakinya perlu penanganan medis yang lebih lanjut. Aku hanya berusaha untuk setidaknya mengurangi sakit yang dideritanya.

Walau aku sudah melakukan ini semua dengan perlahan dan hati-hati, tetapi wajah Adji begitu memperlihatkan kondisinya yang memang benar-benar mengenaskan, dan itu tak bisa dibohongi lagi oleh sekedar kata-kata

Adji, kamu udah bikin hati aku sakit dengan kata-katamu sewaktu di bis tadi. Tetapi melihat kondisimu yang sekarang, rasanya lebih baik aku menerima ribuan kata jahatmu daripada melihatmu dalam keadaan yang seperti ini. Kataku dalam hati

Ketika hampir selesai, ternyata aku lupa membawa salep, lantas bagaimana aku dapat menghentikan pendarahannya jika aku tidak membawa salep? Bagaimana ini?

"Hmm, aku ga bawa salep, gimana nih? Kalau ga ada salep, darahnya akan terus keluar!" tanyaku.
"Kalau ga bawa, pakai daun-daunan aja, seperti daun sirih Shin, itu kan mampu menghentikan pendarahan!" ide Febri.

"Tapi siapa juga yang bawa daun sirih dari rumah?" tanya Endah
"Tadi gua liat, sebelum kita ada di titik ini, ada banyak pohon sirih disana!" balas Alfina sambil menunjuk daerah yang dimaksud

"Oh gitu, ya udah, gua ambilkan dulu, sebentar!" ucap Febri
"Ga feb, lu jagain Adji sama yang lainnya aja disini! Gua yang akan ambil daun itu! Lu ga tau bagian mana yang harus diambil, karena ga semua bagian dari daun sirih berfungsi untuk menghentikan pendarahan, jadi biar gua aja yang ambil" balasku

"Disana kan tadi pohonnya Fin?" tanyaku sambil menunjuk arah yang tadi ditunjukkan oleh Alfina.
Dia menjawabnya dengan anggukan

Aku harus cepat-cepat mengambil daun sirih itu karena Adji sudah terlalu banyak mengeluarkan darah, sudah terlihat dari wajahnya yang sangat pucat bahwa dia kehilangan darah dalam jumlah yang tidak sedikit.

Setelah berjalan beberapa meter mendatangi tempat yang Alfina maksud, akhirnya aku menemukan pohonnya. Akupun mengambil daun yang cukup banyak untuk berjaga-jaga, siapa tau saja nanti ketika di puncak, daun ini akan dibutuhkan lagi.

Dan, ah sial!

Tanganku terkena goresan yang cukup dalam akibat terkena batang tumbuhan yang berduri. Tetapi aku akan menahannya, karena sekarang ada yang lebih merasa kesakitan daripada aku yaitu Adji.

Aku segera kembali ke kelompokku berada dan langsung menyelesaikan pekerjaanku yang sedang menyembuhkan lukanya Adji.

"Dji, aku udah selesai. Gimana? Masih kuat buat lanjut ke atas? Kalo udah ga sanggup, bener kata yang lain, lebih baik kamu disini aja nunggu tim medis datang menjemput. Kamu cukup kasih tau aku, kita harus ke arah mana lagi!" kataku sambil membereskan peralatan medisku ke dalam tas

"Ga Shin, aku ga mau nunggu disini, aku tetap ingin melanjutkan perjalanan. Aku adalah ketua disini, maka sudah menjadi tanggung jawabku untuk menjaga kalian semua selamat sampai atas dan kembali lagi ke bawah. Lukanya juga udah ga terlalu sakit, terima kasih sudah membantu" balas Adji

Mungkin menurut kalian kalimat yang Adji ucapkan tidak sesuai dengan apa yang aku perintahkan, tetapi aku mengerti apa yang dia maksud. Dia hanya ingin kita tetap bersama-sama apapun yang terjadi.

Aku sangat senang, karena dari hiking yang pertama hingga yang kedua ini, dia banyak melakukan perubahan pada sifatnya juga sikapnya. Walaupun tetap saja perlakuannya di bis tadi belok bisa aku lupakan begitu saja.

"Shin, btw, tangan lu itu kenapa?" tanya Febri

Kenapa Febri melihat tangan kiri ku yang terkena goresan tadi, padahal kan aku udah berusaha menyembunyikannya daritadi!

"Oh ini, cuman tergores sedikit karena tumbuhan berduri disana waktu ambil daun sirih tadi" balasku
"Yakin ga mau disembuhin dulu? Kita tungguin kok ga apa-apa!" timpal Resgina
"Bahaya loh kalo dibiarin gitu aja!" tambah Endah

"Iya yakin! Percaya deh cuman luka begini doang mah bakalan sembuh sendiri nantinya, kalian ga perlu khawatir!" ucapku sembari menunjukan kalau aku memang tidak apa-apa

"Ya udah kalo gitu, kalo sakit bilang ya" balas Febri

"Ayo semangat semuanya! Kita tuntaskan perjalanan yang sempat tertunda ini!" kata Adji pada kami semua dengan penuh semangat.

Mengingat karena ini sudah separuh perjalanan, kita pun akhirnya melanjutkan pendakian supaya cepat sampai di puncak gunung.

🌄

In The SunriseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang