Belajarlah dari kegagalan orang lain, bukan dari kesuksesannya
🌄
Aku terkadang merasa aneh jika sehari saja aku tak bertemu dengannya. Seperti waktu itu, tepatnya tiga hari yang lalu...
Aku sedang berada di aula kampus karena eskul musik sedang mengadakan seleksi untuk anggota baru. Waktu itu hari sudah petang, dan aku tidak melihat batang hidung Adji sama sekali
Ada bagian yang hilang dalam diriku ketika aku tak bertemu dengannya. Entah karena dia sedang tidak di kampus hari itu, atau karena aku yang sedari pagi sibuk menyeleksi sampai aku tak sadar, aku belum mengobrol dengannya hari ini. Bahkan ketika berangkatpun, aku bersama supirku
Di hari itu aku kehilangan satu bagian dari hidupku. Ada yang kosong dalam halaman duniaku. Ada yang mengganjal dalam keseharianku. Dia tak ada, dan dia tak hadir
Hari itu, seusai kegiatan, aku memutuskan untuk mencari dia ke seluruh pelosok kampus. Mulai dari datang ke tempat rahasianya, mencari dia di perpustakaan, bertanya kepada orang yang aku kira dekat dengan Adji, sampai ke parkiran untuk mengecek apakah motornya ada atau tidak. Tetapi semua itu percuma, tak ada tanda-tanda kehadirannya disini.
Apa aku harus ke rumahnya? Tapi aku ga tau dimana alamatnya. Apa aku harus bertanya kepada Kak Adel untuk mengetahui keadaannya? Tapi itu hanya akan membuat Kak Adel curiga. Aku ga mau ini menjadi gosip
Dia yang bukan mahasiswa disini, membuatku kesulitan karena aku tidak tahu dia sedang berada di kelas apa. Aku tak bisa bertanya pada pihak kampus ataupun dosen disini, karena mereka tidak punya data tentang dirinya. Aku juga tidak bisa nanya ke semua orang karena belum tentu orang itu mengenal Adji
Aku hanya takut dia kenapa-kenapa. Bisa saja waktu dia ingin ke kampus, dia kecelakaan di jalan. Atau dia dibegal oleh preman. Atau dia keracunan makanan yang dia buat sendiri
Astaga, aku berpikir apa sih? Aku sudah berpikiran terlalu jauh seperti ini. Tetapi kan juga tidak menutup kemungkinan bahwa hal yang aku pikirkan bisa saja terjadi
Aneh rasanya. Walau cuman sehari, tidak mendengar kata-katanya yang mampu menyejukkan hati, seperti kehilangan diri sendiri.
Dan keesokan harinya, saat matahari mulai menurun dari puncaknya dan aku ingin pulang, yang seperti biasa menunggu supirku untuk datang menjemput, Adji menepuk bahuku dari belakang
"Cie yang kemarin panik" katanya
"Panik kenapa?"
"Nyariin aku"
"Siapa juga yang nyariin kamu?" jawabku dengan bohong. Tak mungkin jika aku jujur bahwa kemarin aku memang benar-benar panik karena takut dia kenapa-kenapa"Ikut yuk!" ajaknya
"Kemana?" tanyaku
"Sudah deh. Kalo aku ingin ajak kamu ke suatu tempat, jangan tanya kemana terus! Karena terkadang bukan tentang tujuannya tapi tentang perjalanannya"
"Tapi kan semuanya butuh tujuan Dji"
"Sudah kubilang, kamu adalah pengecualian!"Aku mengikuti dia ke arah motor kesayangannya setelah memberitahu ke supirku, aku pulang bersama Adji
Dan tak beberapa lama dia menurunkan aku disebuah warung makan sederhana
"Kenapa kita kesini?" tanyaku dengan heran
"Karena aku tau, kamu pasti belum makan"
"Tau darimana?"
"Berfirasat"
"Aku bisa makan di rumah nanti"
"Tidak yakin. Sudahlah, ayok masuk. Makanan di dalam sana lebih ikhlas jika kamu yang menelannya"Kita berdua duduk di tempat belakang, Adji yang memilih tempat itu karena katanya, biar tidak ada yang ingin tau tentang pembicaraan kita
Setelah makanan datang, kita berdua menyantapnya. Rasanya lumayan lezat, karena bagiku yang paling lezat adalah tetap masakan buatan Adji
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Sunrise
Romance"Aku boleh minta sesuatu?" "Apa?" "Katakan bahwa kau mencintaiku!" "Tidak akan" "Kenapa? Apakah aku yang selama ini salah menilai bahwa kau mencintaiku?" "Penilaianmu tidaklah salah, aku hanya tidak ingin mengucapkannya. Aku ingin kau bisa merasa...