#6 - Si Ketua

59 5 0
                                    

Jangan kau samakan semua orang. Karena manusia diciptakan untuk berbeda

🌄


Sudah beberapa jam sejak tadi subuh sampai matahari tepat berada diatas kepala, belum ada tanda-tanda bahwa kami akan tiba di puncak

Jujur. Sebenarnya daritadi aku hanya melewati jalanan berbatu, menanjak, dan licin karena semalam hujan turun dengan deras disini.

Kami hanya berjalan terus menerus dan berhenti sesekali untuk beristirahat sejenak

"Kamu lelah?" tanya salah satu laki-laki dalam reguku

"Hmm.. lumayan" jawabku

"Oh iya, Aji Ragil jurusan mesin semester 5. Salam kenal!" sapanya dengan hangat sambil menjulurkan tangan

"Shinta, keperawatan, semester 4. Iya salam kenal juga!" kataku yang membalas uluran tangannya

Didalam kelompok ini terdiri dari 7 orang, tetapi anggota yang perempuan hanyalah aku dan Dewi.

Sisanya berarti lima orang laki-laki, namun yang aku kenal hanyalah Si Ketua dan Aji Ragil saja

Mungkin kami semua sudah berkenalan, tapi akunya yang tidak ingat nama mereka

"Masih lama ga sih sampenya?" keluhku pada Dewi
"Coba kamu tanya ketua, kan hanya dia yang tau jalur ini" balas Dewi

Dewi salah ngomong atau apa ya? Atau aku yang salah denger?

Bertanya kepada Si Ketua? Bertanya pada orang yang punya sifat dingin dan ketus seperti dia? Bisa jadi apa aku nanti kalau bertanya kepadanya?

Tetapi jujur saja, aku sudah benar-benar lelah dan ingin cepat-cepat mendirikan tenda

Aku menarik napas panjang.

Ya sudahlah, mau tidak mau aku harus menghampiri Si Ketua untuk bertanya kepadanya

"Permisi, apakah masih jauh?" kataku dengan nada yang diusahakan sesantun mungkin

Dia memalingkan wajahnya kearahku. Dan seperti biasanya. Dia menunjukkan tatapan dingin dan ketus andalannya

"Kan tadi sudah saya bilang! Jangan banyak ngeluh! Mending ga usah ikutan sekalian! Kalau ga kuat silahkan duduk disini dan tunggu sampai tim medis datang menjemput!"

Astaga! Benar kan apa kataku. Sesuatu yang buruk akan menimpaku jika aku tetap nekat bertanya kepadanya

Dan benar saja, dia memarahiku hanya gara-gara aku bertanya jaraknya masih jauh atau tidak

Kesal? Ya tentu saja, bahkan sangat kesal

Karena menurutku, dia itu aneh

Mengapa tidak?

Aku bertanya tentang apa, dia jawab tentang yang lain. Aku bertanya hal ini, dijawab tentang hal itu. Aku bicara baik-baik, dibalas dengan nada bicara seperti orang ribut. Aku bertanya satu kalimat, dia menjawabnya dengan sepuluh paragraf.

Sepertinya Dewi dapat dengan cepat membaca ekspresi wajahku yang kesal

Dia mengusap bahuku dan berkata "Udah, kita lanjutin aja perjalanannya"

Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan, berusaha untuk tak menghiraukan kalimat tadi

"Iya baiklah" balasku dengan senyum yang dipaksakan

Jika bukan karena Dewi yang bersikap ramah didalam regu ini, aku pasti sudah berbalik arah dan mengurungkan niatku untuk tiba di puncak bersama yang lainnya.

Sekali lagi, mau tidak mau aku harus tetap melanjutkan perjalanan. Dengan rasa kesal yang masih menyusup didalam hati, aku berusaha melupakan kejadian itu seolah-olah tak pernah terjadi

Dan mulai detik ini, aku akan jaga jarak dengan Si Ketua yang ketus itu.

"Sejauh informasi yang aku ketahui, dari titik ini kita sudah sampai lebih dari setengah perjalanan" kata Ragil

Entahlah, aku lebih nyaman memanggilnya dengan sebutan Ragil

Tadinya aku ingin sekali mengetahui informasi itu, karena aku benar-benar sudah kelelahan

Namun rasa ingin tahu dan lelah itu lenyap tergantikan oleh rasa kesal yang disebabkan oleh Si Ketua itu tadi

🌄

Tepat ketika senja berpamitan, kami sekelompok tiba di puncak gunung dengan selamat

Terhitung cepat karena kamilah regu pertama yang sampai puncak terlebih dahulu

Kalian ingin tahu kenapa regu kami menjadi yang tercepat sampai disini padahal bukan kami yang berangkat terlebih dahulu tadi?

Itu semua bukan karena jalan kami yang cepat ataupun jalur kami yang ringan. Apalagi karena ketuanya dia, sama sekali bukan.

Kami menjadi yang tercepat karena Si Ketua mempersingkat jeda waktu istirahat kami

Yang seharusnya kami itu dapat jatah istirahat sebanyak tiga kali di setiap pos keamanan, dan masing-masing istirahat diberi waktu 15 menit

Kalau kami? Hanya satu kali istirahat dan itupun cuman diberi waktu 5 menit

Bayangkan, kami menempuh jarak lebih dari 2 Km dengan jalan licin, menanjak, berbatu dan hanya diberi waktu istirahat tak lebih dari 300 detik saja

Sepertinya Si Ketua itu bukanlah manusia. Dia hanyalah sosok makhluk asing yang tak mempunyai belas kasihan kepada orang lain.

🌄

In The SunriseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang