Bab 3-part a (Johan)

5 2 0
                                    

Suara tangisan gadis itu tiba-tiba menghilang. Bersamaan dengan hilangnya kesadaran dirinya. Menyisakan wajah lelah yang menyedihkan.

Dengan hati-hati, Johan merebahkan tubuh sang kekasih ke kasurnya. Kemudian dilanjutkannya dengan menyelimuti tubuhnya sebatas leher. Sesaat sebelum meninggalkan sosok yang terbaring itu, Johan menyempatkan dirinya untuk mencium kening gadis itu cukup lama. Dan mengusap kedua pipinya yang basah karena air mata.

"Good night sweetheart. ( Selamat malam sayang. )" bisiknya di telinga Gemilang.

Di dekat mereka, Ryan dan Rianna yang masih setia menatap ke arah mereka dengan cemas.

Tanpa suara, Johan memalingkan wajahnya ke arah mereka. Dan menatap mereka serius. "Biar aku aja yang ngejelasin semuanya ke kalian. Gemilang sama sekali nggak perlu ngomong apa-apa soal ini."

"Sebenernya ada apa, sih? Kenapa juga Gemilang nggak perlu ikut ngejelasin ke kita?" ketus Rianna.

"Pokoknya, jangan ada yang ngungkit-ngungkit masalah ini ke dia." Johan menekankan. "Kalian nggak mau ngeliat kondisinya tambah parah, 'kan?"

Rianna terbungkam. Johan yakin, jika dia tidak menginginkan hal itu.

Johan menghela napas panjang. "Kalau begitu, lebih baik kita bicara di ruang tamu aja."

Ryan dan Rianna diam tak menjawab. Lalu berjalan mengikuti Johan keluar kamar tanpa suara.

Akan tetapi, meskipun mereka telah sampai di ruang tamu, Johan tetap tak membuka mulutnya hingga kedua orang bersaudara itu duduk di hadapannya.

"Nah, sekarang, bisa nggak, kita mulai penjelasannya?" ujar Rianna kesal.

Duduk di sampingnya, Ryan yang menghela napas panjang menanggapi sikap tidak sabaran adiknya itu.

Johan mengusap wajahnya kasar. "Oke. Aku bakal ngejelasin semuanya. Tapi, pertama-tama, kalian harus janji nggak akan pernah ngungkit apapun yang berkaitan sama masalah ini ke Gemilang."

"Gimana kalau aku nggak bisa?" Rianna menaikkan satu alisnya.

"Rin, bisa nggak, kamu jaga sikapmu?" Ryan menegurnya.

"Kalau begitu, lebih baik kalian nggak tau apa-apa." Johan mengembangkan senyuman sinis. Membuat gadis di hadapannya itu merengut tidak senang.

"Oke. Kamu menang." Rianna mau tidak mau mengalah. "Cepet jelasin apa yang terjadi. Atau aku yang bakal cari tau sendiri."

Johan mengusap kepalanya kasar. Kemudian mulai menceritakan segala yang terjadi. Mulai dari penjelasan tentang sosok hitam yang menghantui Gemilang selama mereka berada di hutan. Hingga tentang penelpon bisu yang terus-menerus meneror Gemilang sampai menjadi seperti ini.

"Tunggu dulu! Tadi kamu bilang teror?" Rianna mencoba memastikan pendengarannya.

"Iya." Johan mengangguk. "Gemilang bilang, orang itu sudah nelpon dia dari tadi siang. Dan terus nelpon tanpa henti sampai bikin dia ketakutan kayak begitu."

"Apa kalian nggak mikir kalau itu bisa aja cuman telepon usil?" celetuk Ryan.

"Awalnya kami juga mikir begitu. Tapi, telpon ini agak beda."

"Apa maksudmu beda?" Rianna mengernyit.

"Peneror itu selalu nelpon setiap satu jam sekali. Kalau HP-nya dimatikan, maksimal dia bakal nelpon tiga kali. Dan kalau diabaikan, orang itu bakal nelpon lima kali." Johan menjelaskan dengan serius. Dan itu bukanlah suatu kebohongan belaka. Dia telah mengamati kegiatan peneror itu selama Gemilang tertidur tadi sore.

Warna ( When Your Heart Full of Fear )2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang