Johan's POV
Johan berjalan dengan langkah berat keluar dari Restoran milik keluarganya.
Meskipun dia telah terbiasa melakukan perkerjaan itu. Dia tetap saja tidak bisa menghilangkan rasa lelah yang menyertainya.
Padahal, semua hal yang perlu dilakukannya hanyalah mengecek persediaan dan keuangan. Serta urusan gaji para karyawan yang bekerja di sana. Namun, hari ini, ada beberapa hal tambahan yang dilakukannya. Dan itulah yang menyebabkan ia harus mengeluarkan energinya dua kali lipat lebih banyak dari biasanya.
Tanpa menunggu apa-apa lagi, dia segera masuk ke mobilnya dan melaju meninggalkan wilayah Restorannya. Hingga tiba-tiba ponselnya berdering.
Dia melirik sekilas siapa yang menelpon, dan langsung mengangkatnya. "Halo. Gimana?"
"Ya elah... nggak sabaran banget, sih, lo." Umpat orang yang ada di seberang teleponnya.
"Gue lagi nggak pingin bercanda!" tukas Johan.
"Oke. Oke." Ujar orang itu. "Gue punya kabar baik sama kabar buruk. Lo mau denger yang mana dulu?"
"Kenapa lo masih nggak serius, sih? Ya udah! Apa kabar baiknya?" Johan mendengus.
"Oke. Kabar baiknya, dugaan lo ternyata bener. Denis memang kabur dari penjara. Dan sekarang pihak kepolisian lagi nyariin dia. Tapi, ngomong-ngomong, lo hebat banget bisa langsung tau setelah ngeliat kain di bunga itu."
Johan termenung.
Beberapa hari yang lalu, Johan telah memberikan paket hadiah misterius yang dia dan Gemilang dapatkan sebagai hadiah pertunangan mereka pada Ryan untuk diselidiki.
Tak ada alasan khusus, hanya saja, saat melihat kain lusuh yang terikat di batang bunga mawar itu, dia dapat langsung mengenalinya—itu.. adalah robekan dari baju Denis saat dia menghajarnya karena telah berani menculik Gemilang beberapa waktu lalu.
Tetapi, entah mengapa kabar yang disampaikan orang itu tak membuatnya lebih tenang. "Terus, kabar buruknya?" tanyanya kemudian.
Alih-alih menjawab, orang itu justru terdiam.
"Ryan! Jawab gue!" seru Johan tidak sabar.
"Kabar buruknya..." laki-laki itu—Ryan mendesah. "Dia udah kabur lebih dari sepuluh hari yang lalu. Dan kayaknya, dia orang yang selama ini neror Gemilang. Dan yang udah ngikutin kalian di Taman kemarin."
Terkejut, Johan reflek mengerem mobilnya. "Apa lo bilang?" serunya kaget. "Lo dapet informasi itu darimana?"
"Gue udah ngumpulin banyak informasi dari internet. Gue juga udah nyari berita di koran atau di tv. Dan beritanya juga sudah ada."
Johan membeku. Sebuah firasat buruk tiba-tiba saja mendatanginya. "Ryan! Lo lagi dimana sekarang?" tanyanya cepat.
"Eh? Gue lagi di rumah... emangnya kenapa?"
"Tetep di sana! Gue bakalan ke rumah elo sebentar lagi! Awas aja kalau lo sampe keluar sedetik aja! Gue mutilasi lo!" kemudian, Johan segera mematikan teleponnya sepihak. Dan kembali menekan tombol nomornya. Lalu segera mendekatkannya ke telinganya.
"Nomor yang anda tuju—" belum saja kalimat itu selesai, Johan segera menutup panggilannya. Dan kembali menghubungi nomor yang sama sembari menjalankan mobilnya cepat.
Namun hasilnya tetap sama.
"Gemilang... kamu dimana?" gumamnya pada diri sendiri. Dan memasukkan benda pipih itu ke dalam sakunya. Saat itu, dia sempat melirik jam tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna ( When Your Heart Full of Fear )2
Teen FictionSetelah melalui berbagai macam rintangan, akhirnya Johan dan Gemilang berhasil menemukan kebahagiaan mereka. Dimana hanya ada cinta di antara keduanya. Namun, ketika mereka berpikir masalah telah selesai, sang Takdir kembali menguji mereka. Satu per...