Bab 4-part b

4 1 0
                                    

Johan merebahkan dirinya dengan kasar ke atas kasurnya. Sebagai catatan, saat ini dia tengah berada di rumahnya. Bukan rumah Gemilang. Alasannya, karena kedua Paman dan Bibi Gemilang telah pulang dari urusan bisnis mereka. Selain itu, masih ada Rianna yang mau menemaninya di rumah. Jadi dia bisa tenang.

Johan nyaris memejamkan matanya saat dia mendengar pintu kamarnya diketuk.

"Den, maaf ganggu waktu istirahatnya..." itu adalah Surminah, pembantu yang setia mengurusi segala kebutuhannya selagi kedua orang tuanya berada di luar negeri.

"Oh, nggak papa, Bi..." ujar Johan. "Memangnya ada apa, Bi?"

"Tuan mau ngomong sama Den Johan."

"Oh..." Johan ber-oh ria. "Bilang aja ke Papa, ntar Johan yang nelpon dia... sekarang, aku mau tidur dulu." Kemudian, Johan kembali merebahkan tubuhnya. Sungguh, menghabiskan waktu bersama dua manusia barbar—yang sayangnya adalah saudara sepupu dari kekasihnya—di rumah Gemilang telah menguras banyak tenaganya.

Entah itu karena Ryan yang senang sekali menggodanya atau Rianna yang selalu menghukumnya. Dia tidak mau tahu.

"Tapi, Den..." Surminah terdengar ragu-ragu. Johan tidak terlalu memedulikannya. "Tuannya lagi nunggu Den di ruang tamu..."

Hening.

Johan termenung dan mengulang kata-kata itu dalam pikirannya. Hingga dia kemudian tersentak dan melompat dari ranjangnya. "Hah?" teriaknya kaget. Lalu berlari untuk membuka pintu kamarnya. "Bibi tadi bilang apa?" tanyanya panik ketika pintunya sudah membuka sempurna.

"Bibi bilang, teh... Tuan lagi nungguin Den di ruang tamu..."

"Papa pulang? Kapan? Kok, dia nggak bilang-bilang, sih?" pertanyaan beruntun itu tak bisa ditahan oleh Johan lagi.

"Mungkin lebih baik kalau Den nemuin orangnya sendiri, atuh... nggak usah teriak-teriak begitu. Nanti telinga bibi jadi budeg."

Tanpa menunggu apa-apa lagi, Johan langsung berlari menuruni tangga menuju lantai satu. Dan langsung melesat ke ruang tamu.

Benar saja, begitu ia sampai di ruang besar itu, dia langsung mendapati Michael Bramwell, ayahnya. Tengah duduk santai dengan menyesap kopinya dengan santai. Tak lupa koran yang tak lepas dari tangannya.

"Papa!" seru Johan tanpa sadar.

Michael langsung menoleh ke arahnya. Lalu tersenyum. "Wah! Johan! Long time no see. ( Lama tidak bertemu. )" ujarnya sambil meletakkan korannya ke atas meja.

Johan langsung menyalami ayahnya tersebut. "Papa pulang, kok, nggak nelpon dulu, sih?"

Michael terkekeh menanggapi perkataannya. "Habis, Papa nggak mau ganggu kamu. Oh, iya. Katanya Bi Minah, kamu habis nginep di rumah Gemilang, ya?"

"Iya." Johan mengangguk cepat. "Tapi, Johan nggak ngapa-ngapain, lho. Bahkan, di sana juga ada Ryan sama Rianna. Jadi, nggak cuman kami berdua aja."

"Iya... Papa tau, kok."

Johan mendesah lega mendengar tanggapan darinya. "Ngomong-ngomong, Papa punya urusan apa? Kok, sampai harus balik ke Mataram? Mama mana, Pa? Kok, nggak ikut?"

"Kamu itu, ya. Kebiasaan! Kalau nanya itu satu-satu, dong." Tegurnya kesal.

"Maaf, Pa. Khilaf." Johan menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Ayahnya menghela napas berat. "Mama kamu nggak bisa ikut pulang karena nggak bisa naik pesawat. Tapi tenang aja, di sana ada Paman kamu yang bantu jagain dia."

Warna ( When Your Heart Full of Fear )2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang