Bab 9( Gemilang's POV )-part a

4 0 0
                                    


Aku tidak ingat apa yang terjadi. Bahkan, aku merasa jika aku nyaris tidak mengingat apa-apa.

Yang aku tahu, aku saat itu berada di dalam hutan yang gelap. Berlari.

Berulang kali, aku berteriak meminta tolong. Tetapi, tidak ada yang menolongku.

Satu-satunya hal yang bisa kulakukan saat itu hanyalah berlari. Tanpa kuketahui pasti arah mana yang kutuju. Entah itu semakin masuk ke dalam hutan atau mungkin keluar dari sana.

Yang kutahu, tujuanku hanya satu: kabur dari orang yang mengejarku.

Aku tidak tahu kenapa. Tapi, dia seakan tahu kemana pun aku akan pergi. Sehingga dia dapat dengan mudah menyusulku ke sana.

Kemudian, langkah kakiku semakin lambat. Dan tubuhku terasa seperti tertarik ke tanah. Sekuat tenaga, aku berusaha menyeret tubuhku. Tetapi, rasa lelah yang kurasakan jauh lebih kuat dibandingkan tekadku. Sehingga akhirnya aku terpaksa berhenti.

Tidak! Jangan berhenti! Batinku berteriak. Atau dia bisa menangkapmu!

Akan tetapi, semua telah terlambat ketika aku menyadarinya.

Sepasang tangan besar yang kuat, tiba-tiba mencengkram tubuhku dan membantingku keras-keras ke atas tanah.

Namun, dia tidak berhenti sampai disitu, dia juga menahan kedua tanganku dengan satu tangannya. Sementara satu tangannya yang lain membelai wajahku.

"Lo milik gue..." bisik laki-laki itu dengan menyeringai lebar.

"Nggak!" seruku dan langsung terbangun dari tidurku.

Segera setelah setelah aku membuka mataku, hutan tempat aku berada tadi menghilang. Dan berganti dengan kamar yang dipenuhi dengan cat perpaduan dari putih dan biru langit.

"Mimpi itu lagi..." gumamku lirih pada diriku sendiri. Kemudian mengatur napas dan detak jantungku yang terus memburu.

Lelah. Hanya kata itulah yang mampu menjelaskan perasaanku saat itu. Aku benar-benar lelah melihat mimpi yang sama berulang kali setiap kali aku tertidur.

Mimpi tentang kejadian itu—yang mungkin telah dimodifikasi oleh otakku yang kreatif. Secara perlahan mulai menimbulkan beberapa trauma pada diriku. Aku memang masih belum mengetahui gejalanya, tapi aku bisa merasakannya.

Tetapi, aku rasa aku bisa menyebutkan satu per satu trauma yang telah aku alami akibat saat itu.

Pertama... aku sedikit trauma untuk berjalan keluar rumah. Namun, kupikir itu hanyalah ketakutan sederhana yang akan segera menghilang.

Kemudian, di saat aku tengah sibuk menenggelamkan diriku ke dalam pikiranku, ponselku tiba-tiba berdering. Ketika aku menoleh ke arahnya, aku mendapati sederetan nomor tak dikenal tertera di dalam layarnya.

Kedua... aku trauma mengangkat nomor yang tidak dikenal. Kejadian penelpon bisu itu yang membuatku seperti ini.

Setelah beberapa saat berdering, ponselku akhirnya berhenti menyala. Dan aku pun menghembuskan napas lega dan merasa bersalah di saat yang bersamaan.

Kemudian, aku beranjak dari tempat tidur. Dan berjalan pelan menuju kamar mandi yang ada di kamar tersebut. Aku hanya ingin mencuci mukaku yang terasa lengket karena keringat.

Namun, saat aku hendak menyentuh westafel, aku mendengar seseorang memanggilku.

"Gemilang?" itu adalah Johan. Untuk kedua kalinya, dia menjadi panik sendiri karena tidak melihatku di atas tempat tidurnya. Dan aku tahu benar, apa yang akan terjadi jika aku tak segera keluar untuk menanggapi panggilannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 16, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Warna ( When Your Heart Full of Fear )2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang