Bab 1-part c

5 3 0
                                    

Ketika aku membuka mataku, pemandangan pertama yang kulihat adalah bagian dalam tenda yang cukup terang yang berasal dari lampu senter. Dengan sebuah kain tipis telah digunakan untuk menyelimuti tubuhku. Menjagaku tetap hangat.

"Kamu udah bangun?" suara lembut Johan menyambutku.

Aku menoleh. Dan mendapatinya sedang berbaring miring di sampingku dengan satu tangan yang menahan kepalanya.

"Johan?" tanyaku lirih. Butuh waktu sedikit lama untuk mengembalikan ingatanku tentang tempat kami berada.

Dia mengulurkan tangannya yang lain untuk membelai rambutku. "Ini masih malam. Mendingan kamu tidur lagi."

"Tapi... bukannya ini tenda khusus cewek? Kenapa kamu di sini?" aku akhirnya berhasil mengingatnya. "Terus, yang lainnya kemana?"

"Kuusir." Jawabnya tanpa rasa bersalah.

"Hah?" aku mau tidak mau berseru kaget. "Kamu, kok, jahat banget,sih?"

"Tenang. Para cewek masih tidur di tenda. Cuman, mereka harus nempatin tenda cowok juga karena tenda mereka nggak cukup."

Aku terdiam. Jika para perempuan harus tidur di tenda yang seharusnya milik laki-laki, bukankah itu artinya para laki-laki yang tersisa harus mengalah? Dan itu hanya berarti satu hal.

"Berarti, cowok-cowok itu tidur di luar, dong." Terkaku telak.

Johan mengangguk sekali. "Biarin aja. Anggap aja itu hukuman mereka karena sudah nakutin kamu sampai kayak begini."

Aku menghela napas berat. "Tapi tetep aja kasihan. Mungkin besok aku harus minta maaf ke mereka..."

"Nggak usah." Cegah Johan. "Biarin aja mereka instropeksi diri. Lebih baik kamu tidur sekarang." Dia kembali membelai rambutku.

Aku terdiam dan menatapnya dalam diam. "Johan." Panggilku kemudian.

"Hm?" sahutnya.

"Kira-kira, gimana menurutmu soal cerita hantu tadi?"

Johan menautkan alisnya. "Kenapa kamu nanya begitu?"

"Nggak... aku cuman kepikiran aja. Soalnya, ciri-ciri hantu yang diceritain sama Dedi tadi persis sama orang yang kulihat tadi sore..."

Johan spontan mengganti posisinya menjadi duduk. "Yang bener?" tanyanya tidak percaya.

Aku beranjak dari tidurku dan duduk di sampingnya. "Iya." Aku mengiyakan dengan serius. "Tapi, dari yang kulihat, orang itu bener-bener manusia. Itu keliatan jelas banget dari kakinya yang masih nyentuh tanah."

Johan diam membisu. Tampak dari ekspresinya jika dia sedang berpikir.

"Johan, rasanya... perasaanku nggak enak. Kayaknya orang itu bukan orang baik, deh." Desahku. "Apa sebaiknya kita pulang aja, ya?"

"Mungkin lebih baik jangan." Ujar Johan serius. "Kita masih belum tau apa yang bisa dilakuin sama orang itu. Bisa aja dia punya niat jelek untuk nyergap kita waktu kita lengah nanti."

Aku menunduk lesu. Bagaimana pun juga, dia benar. Aku tidak boleh membahayakan teman-temanku hanya untuk memenuhi keegoisanku sendiri.

Lalu, di tengah-tengah pemikiranku yang penuh teka-teki suram, aku merasakan sebuah usapan lembut di kepalaku.

Dengan perlahan, aku mengangkat kepalaku. Dan mendapati Johan tengah menatapku dengan tersenyum lembut.

"Jangan takut. Aku ada di sini buat ngejaga kamu." Bisiknya lembut. Yang selama ini selalu berhasil untuk menenangkanku. "Jangan pikirin itu lagi, ya?"

Warna ( When Your Heart Full of Fear )2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang