Bab 6- part b

4 1 0
                                    

Pertama-tama, Author mau ngingetin, dulu. Jangan lupa tekan bintang sama comment-nya, yaa?


Nah, silahkan nikmati ceritanya.

***

Aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi.

Akan tetapi, ketika aku membuka mataku, aku mendapati aku telah berada di kamarku. Dengan kakiku yang beralaskan bantal—aku tidak tahu berapa jumlahnya—dan satu lagi di kepalaku. Hanya saja ukurannya sedikit lebih kecil.

Lalu, ketika aku bermaksud menggerakkan tanganku, aku merasakan jika ada sesuatu yang berat yang menahannya.

Aku kontan menolehkan wajahku ke arah benda itu. Dan langsung mendapati tangan kokoh yang tengah menggenggam tanganku erat.

Kemudian, aku ganti menoleh ke arah pemilik tangan tersebut. Dan mendapati seorang laki-laki tengah tertidur di sisi tempat tidurku.

Untuk beberapa saat lamanya, aku hanya termenung. Lalu, aku pun mulai tersenyum.

Secara perlahan, aku mengganti posisi tidurku agar tidak membangunkan sosok yang sedang tidur itu. Kemudian, aku menggerakkan satu tanganku yang masih bebas untuk mengelus kepalanya lembut. Mencoba memastikan jika kehadirannya bukanlah ilusi belaka.

Nyata. Kehadirannya bukanlah mimpi. Dia benar-benar ada di sampingku saat ini. Membuatku tanpa sadar meneteskan air mata.

Entah mengapa, setiap kali aku bersama Johan, aku selalu tidak bisa menahan emosiku. Sangat berbeda saat aku bersama orang lain. Bahkan dengan orang tuaku sendiri.

Apakah itu semua karena aku sudah terlanjur nyaman bersamanya? Hanya Tuhan yang tahu.

Di tengah-tengah tangisanku, tangan Johan tiba-tiba bergerak. Lalu dia pun terbangun dengan setengah melompat. Dia mungkin terbangun karena mendengarku menangis.

"Gemilang?" serunya pelan. "Kamu udah bangun?"

Namun aku tidak menjawabnya. Rasanya sangat sulit bagiku untuk berbicara di saat aku tengah menangis seperti ini.

"Ssst. Jangan nangis. Aku di sini..." bisiknya lembut. Tapi itu masih belum cukup untuk menenangkan diriku.

Johan kemudian mengulurkan tangannya dan memelukku erat. "Please, jangan nangis... atau aku bakal ngerasa nggak berguna..."

Tidak. Aku tidak bermaksud membuatnya merasa begitu. Tetapi, aku tidak bisa menghentikan tangisanku.

"Gemilang..." Johan memanggil namaku. "Aku mohon sama kamu..."

Perlahan-lahan, aku mulai meredakan tangisanku. Meskipun aku masih terisak-isak.

"Makasih..." ujarnya pelan. Sementara tangannya sibuk mengelus kepalaku naik turun. Yang secara tak langsung menyebarkan rasa nyaman di hatiku.

"Johan..." panggilku serak.

"Hm?" sahutnya.

"Dia... sudah meninggal..."

Johan terdiam sejenak. "Ya, aku tahu, kok."

"Dia sudah meninggal... dan aku sama sekali nggak bisa ngeliat dia... bahkan di saat terakhirnya..." ujarku lagi. "Padahal aku... orang yang paling pingin dia temui..."

Johan diam membisu. Lalu melepaskan pelukannya dariku. "Gemilang." Panggilnya lembut namun bernada tegas.

Aku menatapnya sendu.

"Dengerin aku." Pintanya. "Aku ngerti sama yang kamu rasain... mau gimana pun, aku juga pernah ngerasain itu. Tapi, bukan berarti kamu harus terus-terusan nangis kayak gini."

Warna ( When Your Heart Full of Fear )2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang