Gemilang's POV
Tak terasa, dua hari telah berlalu sejak kabar mengenai perjodohan antara aku dan Johan sampai di telingaku. Dan sejak hari itu pula kebahagiaanku meningkat.
Dan sekarang, yang tersisa hanyalah kesibukan Paman dan ayah Johan untuk mengurusi semua keperluan acara perjodohan itu.
Dari yang kudengar, acara ini akan diadakan secara sederhana dan tidak mengundang banyak orang. Paling banyak mungkin hanya keluarga dekat saja. Namun, sayangnya, itulah yang menjadi masalahku sekarang—itu karena jumlah keluarga dekatku terbilang cukup banyak.
Akan tetapi, jika mengesampingkan tentang acara itu, ada hal lain yang membuatku merasa senang hari ini.
Hari ini, atau lebih tepatnya tanggal 23 Desember. Adalah hari ulang tahunku.
Rasanya aneh saat mengingat aku sangat menantikan kedatangan hari ini. Karena tahun lalu, aku sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi pada hari ini. Jika mereka mengingatnya, aku biasa saja. Dan jika mereka tidak ingat, tidak masalah. Begitulah.
Tetapi hari ini berbeda. Karena, aku sangat berharap jika semua orang mengingatnya.
Terutama Johan.
Dan sebagai catatan, aku berniat untuk menutup mulutku tentang apapun yang berkaitan dengan hari ini. Aku melakukan itu karena aku ingin mereka mengingatnya tanpa ada dorongan dariku. Entah mengapa, aku merasa sangat penasaran. Siapa saja yang akan mengingat hari spesial ini? Aku ingin tahu.
"Pagi Paman." Sapaku ceria pada Paman yang tengah asyik membaca koran di ruang makan.
"Pagi." Ujar Paman dengan tersenyum ramah. "Ada apa, nih? Kok, pagi-pagi udah senyum-senyum sendiri?"
"Ada deh..." ujarku sok misterius.
"Aduh... Papa lupa, ya?" kata Bibi saat meletakkan semangkuk sayur sup di tengah-tengah meja makan.
Aku berbinar-binar mendengarkan perkataan Bibi. Namun, senyuman itu langsung menghilang ketika aku mendengar lanjutannya.
"Besok, 'kan Gemilang sama Johan tunangan?" ucap Bibi tanpa rasa bersalah. Yah, Meskipun itu sama sekali tidak salah, tetap saja menyakitkan.
Johan dan aku memang akan bertunangan besok. Jujur saja, aku pun merasa sangat senang karenanya. Tapi. Sayang sekali, bukan itu jawaban yang kuharapkan.
"Oh, iya. Papa lupa, Ma." Seru Paman girang. "Ngomong-ngomong, soal itu..." Paman lalu menoleh ke arahku. "Gemilang, nanti Paman sama Bibi bakal nyiapin beberapa baju buat kamu. Dicoba, ya? Kalau ada yang cocok, bisa kamu pakai buat acara besok."
Aku mengangguk sekali. "Iya Paman."
"Bagus." Paman meletakkan korannya ke atas pangkuannya. "Sekarang, ayo sarapan."
"Tunggu dulu." Bibi menyela. "Gemilang, tolong kamu ambil ayam goreng yang ada di samping kompor itu, ya?"
"Iya, Bi." Aku menurutinya dan berjalan menuju dapur dengan lesu.
Beberapa saat kemudian, kami sudah menikmati waktu sarapan bersama yang menyenangkan. Hingga kemudian, ponselku tiba-tiba saja berdering.
Aku menoleh cepat ke arahnya. Dan mendapati Kak Riannalah yang telah menelponku. Lalu, aku pun segera beranjak dari tempat dudukku, dan langsung mengangkatnya.
"Halo, Kak Rin?"
"Halo. Lang, kamu dimana?" tanya Kak Rianna. Aku samar-samar dapat mendengar suara keributan lalu lintas di seberang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna ( When Your Heart Full of Fear )2
Teen FictionSetelah melalui berbagai macam rintangan, akhirnya Johan dan Gemilang berhasil menemukan kebahagiaan mereka. Dimana hanya ada cinta di antara keduanya. Namun, ketika mereka berpikir masalah telah selesai, sang Takdir kembali menguji mereka. Satu per...