Dan waktu terus berlalu sejak hari itu.
Sekarang, masa liburan telah usai. Dan sudah saat bagi para pelajar untuk kembali ke Sekolah untuk kembali menimba ilmu.
Dan begitu pula denganku.
Namun, ada satu hal yang membuatku hilang semangat hari ini adalah, tugas dadakan yang diberikan oleh guru biologiku yang menyebalkan.
Aku bersyukur karena aku tidak mengalami waktu-waktu yang lebih menyebalkan dari itu setelahnya. Bahkah setelah kami pulang sekolah pun, hari masih berlalu dengan tenang.
"Eh, Gemilang. Nanti jadi, 'kan?" Tia menghampiriku ketika kami tengah bersiap-siap untuk pulang.
"Jadi?" aku memiringkan alisku.
"Kamu lupa, ya? Kemarin, 'kan kita janjian mau beli buku bareng?"
"Aduh." Aku menepuk jidatku. "Maaf, aku lupa." ujarku.
"Nggak papa." Tia memaklumi. "Tapi jadi, 'kan?"
Aku mengangguk beberapa kali. "Jadi, kok. Nanti jemput aku di rumahku jam tiga, ya?"
Tia langsung tersenyum lebar. "Oke, Lang! Tunggu aku, ya!" kemudian, dia segera pergi ke tempat dia memarkirkan motornya.
Aku terdiam selama beberapa saat setelah kepergiannya.
"Gemilang." Suara Johan yang berat tiba-tiba menghampiriku.
Aku menoleh ke arahnya dan melontarkan senyuman manis. "Udah selesai piketnya?" tanyaku kemudian.
"Udah." Jawabnya. "Tadi kamu ngomong sama siapa?"
"Tia. Tadi dia ngajakin aku ke toko buku." Ujarku sambil beranjak dari tempat dudukku. Lalu berjalan menghampirinya.
"Ngapain?" dia mengernyit.
"Kemarin kami udah janjian mau ke sana. Kasian, soalnya dia nggak ada temennya. Lagian, juga ada buku yang mau kubeli, kok."
"Mau kuantar?" tawarnya.
"Bukannya kamu ada kerjaan nanti?"
"Itu bisa nunggu." Ujarnya cuek.
"Nggak boleh gitu! Kamu udah dititipin amanah buat ngurusin toko itu sama Papamu. Kamu nggak boleh malas-malasan begitu."
Johan merengut tidak suka mendengar teguranku.
"Tenang. Aku sama dia cuman pergi maksimal satu jam, kok. Aku janji bakal pulang jam empat sore."
"Bener?" dia mencoba memastikan.
Aku mengangguk penuh keyakinan. "Nanti, kalau aku udah selesai, pasti kutelpon, kok. Ayo pulang." Kataku yang kemudian ditanggapi oleh Johan berupa anggukan pelan.
Sore harinya, Tia benar-benar datang ke rumahku. "Gemilang! Ayo buruan!" serunya dari motornya.
"Iya, tunggu sebentar." Sahutku sambil mengunci pintu. Lalu berjalan menuju gerbang agar dapat menguncinya juga. Aku sudah terbiasa melakukan ini sejak tinggal di rumah Paman. Terlebih lagi, saat ini aku sendirian di rumah ini. Jadi aku harus ekstra hati-hati.
Setelah memastikan semua pintu telah terkunci, aku pun segera menghampiri Tia di motornya. Dan kami pun segera melaju meninggalkan rumahku.
Untung saja jarak antara rumah baruku dan toko buku tujuan kami tidak terlalu jauh. Jadi aku mungkin bisa segera pulang setelah urusan kami selesai.
"Gemilang." Dia memanggilku ketika aku tengah sibuk melihat-lihat di bagian buku novel. "Kamu masih belum nemui buku yang kamu cari?" tanyanya penasaran sambil merangkul novel yang telah dibelinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna ( When Your Heart Full of Fear )2
Teen FictionSetelah melalui berbagai macam rintangan, akhirnya Johan dan Gemilang berhasil menemukan kebahagiaan mereka. Dimana hanya ada cinta di antara keduanya. Namun, ketika mereka berpikir masalah telah selesai, sang Takdir kembali menguji mereka. Satu per...