Brakk!
"Sialan lo Dev!" maki Rafa saat memasuki kamarnya disertai bantingan pintu.
"Deva lo bener-bener buat gue makin benci sama lo, kenapa lo ngak mati aja. ARGH!!" ucap Rafa berapi-api dan membanting semua barang-barang yang berada disekitar jangkauannya.
"Kenapa ketika lo ngak ada sekalipun banyak orang yang masih sayang sama lo! Gue benci lo Deva gue benci lo!" ucap Rafa semakin brutal mengacak-acak kamarnya layaknya orang kesurupan.
"Lo harus mati Dev, gue harus nyingkirin lo selama-lamanya. Gue benci lo!" ucap Rafa diakhiri pecahan kaca yang berasal dari cermin dikamarnya.
"ARGHH!!" teriak Rafa meluapkan kekesalannya.
"Rafa ada apa nak, kamu kenapa" panggil Irene dari arah depan pintu kamar Rafa.
"Jangan ganggu Rafa ma" ucap Rafa mulai parau.
"Kamu kenapa Rafa? Kamu marah kita ngak jadi pergi? Mama minta maaf tapi kondisi kali ini memang ngak memungkinkan untuk kita pergi Rafa, mama sama papa harus fokus nyari Deva yang sekarang ngak tau keberadaannya. Deva udah cukup menderita diluaran sana sayang kita harus mengakhiri penderitaan Deva" ucap Irene dari depan pintu kamar yang masih tertutup rapat itu.
Rafa yang mendengar nama Deva kembali disebut pun kembali menjadi pias bahkan dia hampir saja melempar kursi yang ada dikamarnya namun Rafa urungkan kembali karena bisa saja rahasianya selama ini kebongkar.
"Mama jangan ganggu Rafa, Rafa udah bilang itu. Rafa ngak papa tadi cermin dikamar Rafa ngak sengaja kesandung Rafa terus pecah, tapi Rafa benar ngak papa" ucap Rafa dari balik pintu untuk menyuruh Irene pergi dari kamarnya.
"Jangan bohong sama mama Rafa, mama tau kamu lagi ngak baik-baik aja" ucap Irene masih kekeh didepan pintu.
"PERGI DARI SINI MA!! RAFA MAU SENDIRI" teriak Rafa yang membuat Irene kaget.
"Ya udah kalau itu mau kamu mama pergi" ucap Irene menyerah.
"Gue benci sama lo Deva. Gue benci lo karena lo udah buat orang tua kandung gue meninggal" tangis Rafa parau dari dalam kamarnya yang sudah berantakan itu. Sebetulnya kondisi Rafa kali ini sangatlah buruk dengan tangan yang berlumur darah serta mata yang memerah.
"Lo udah buat orang tua kandung gue meninggal Dev, dan gue pastiin lo bakal dapet balasan yang setimpal juga" ucap Rafa dengan tawa sumbangnya. Tawa penuh dendam dan frustasinya.
.
.
1 bulan kemudian.
"Kita mau cari kemana lagi Ro, kayanya hampir semua tempat di jakarta ini udah kita kelilingi tapi Deva juga belum ketemu" ucap Niken frustasi pasalnya sudah sebulan lebih pencarian Deva dilakukan namun belum juga menemukan tanda-tanda Deva berada.
"Kita pulang dulu deh Ken, Udah hampir sore lo juga pasti udah dicariin ibu lo" ajak Varo untuk segera pulang.
"Aku ngak mau pulang Ro, aku mau cari Deva lagi" ucap Niken pada pendiriannya.
"Niken lo dengerin gue, kalau lo ngak pulang lo bisa sakit dan kalau lo sakit lo ngak bisa nyari Deva lagi. Lo pulang deh udah hampir gelap ini kasihan ibu lo nunggu anaknya yang ngak balik-balik, lagian masih ada juga orang suruhan om Bastian yang juga lagi nyari Deva" bujuk Varo kembali. Varo paham betul kondisi yang Niken alami saat ini. Varo juga sebagai sahabat hanya bisa berdoa agar baik Niken atau pun Deva selalu bahagia.
"Ya udah aku pulang, tapi besok kita cari Deva lagi kan?" tanya Niken dengan penuh harap.
"Iya besok kita cari Deva lagi" ucap Varo yang membuat Niken setidaknya memiliki harapan akan hari esok yang lebih baik dari saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEARS (Completed)
Teen FictionWARNING PLAGIAT DI LARANG MENDEKAT!!! Setiap orang punya harapan bukan? Begitu pula aku - Devario Anggara. #1 in Deva 12-10-2018 #1 in Rafa 18-10-2018 #1 in brotherhood 19-01-2019 #2 in Sickstoryarea 04-06-2019 #3 in Alone 01-07-2018 #7 in brothers...