PART 28

7.1K 386 22
                                    

Kalian pikir ini akhir bahagianya? Kalian salah - Rafa.

.
.
.

"Ternyata lo cuma selalu jadi pengecut ya Raf" ucap Varo yang tak sengaja memergoki Rafa di sekitar gedung tempat Deva dan Niken berada.

"Ada juga manusia sok ikut campur muncul disini" jawab Rafa menatap tak suka kearah lawan bicaranya saat ini.

"Yang ada gue kali yang harusnya tanya sama lo ngapain lo disini" ucap Varo mulai menunjukkan raut wajah tak bersahabat.

"Ini tempat umum kan? Jadi gue berhak disini" ucap Rafa sembari tersenyum remeh.

"Emang ini tempat umum tapi gue ngak bodoh juga ya, tempat ini udah Deva sewa ngak mungkin bakalan ada orang asing yang masuk" jawab Varo sarkas sembari menekan kata asing diakhir kalimatnya.

Sementara itu Deva dan Niken yang mendengar suara ribut dari arah belakang tangga pun bergegas untuk menuju sumber keributan.

"Rafa" ucap Deva dan Niken bersamaan.

"Eits muncul juga lo pengecut" ucap Rafa sembari menekan kata pengecut diakhirannya.

"Mau lo apa sih? Dateng-dateng bilang orang pengecut" ucap Deva masih berusaha menahan emosi yang mulai menguasainya.

"Bisa ya lo hidup tenang, dasar pembunuh!" ucap Rafa pada intinya.

"Lo apa-apaan deh Raf, kalau mau halu jangan disini. Kalau punya mulut dijaga jangan asal nuduh orang" ucap Deva yang masih mencoba menguasai emosi yang ingin keluar setiap bertatapan dengan Rafa.

Sementara Niken dan Varo hanya bisa terdiam mendengar pertengkaran kedua orang didepannya. Niken dan Varo sama-sama tau bahwa Deva memang belum diberitau apa pun tentang Rafa oleh Irene dan Bastian.

"Udah cukup! Rafa mending lo pergi dari sini. Seharusnya lo sadar kehadiran lo sangat tidak diharapkan disini" ucap Varo menengahi Rafa dan Deva.

"Tanpa lo ingetin pun gue juga tau" ucap Rafa menatap sinis ketiga orang dihadapannya.

"Gue ngak akan tinggal diam Deva. Lo harus membayar semua penderitaan gue lo harus menderita Deva! Camkan itu" ucap Rafa beranjak pergi dari hadapan mereka.

"LO YANG PENGECUT RAF" teriak Deva mulai emosi namun berhasil ditahan oleh Varo.

"Sabar Dev sabar orang kaya gitu ngak usah diladenin" ucap Varo menenangkan sahabatnya.

"Dia kenapa sih? Salah gue apa sam dia? Apa coba maksudnya dia menderita? Ngak puas dia rebut perhatian nyokap bokap gue sampe harus difitnah juga" ucap Deva mulai terbawa emosi.

"Tenang Dev, tenang" ucap Niken menenangkan Deva.

"Gue salah apa sama dia? Kalian berdua tau sesuatukan? Jujur aja sama gue" tanya Deva lirih.

"Mending lo tanya nyokap bokap loh Dev, karena mereka aja yang bisa jawab semuanya" ujar Varo.

"Kita pulang ya? Kamu kayanya lagi ngak sehat" ucap Niken mengajak Deva untuk pulang.

"Ngak usah, kita belum dinner" ucap Deva sembari tersenyum lirih ke Niken.

"Lain kali aja, kamu ntar ngedrop lagi" ujar Niken cemas.

"Ngak kok, aku baik-baik aja" ucap Deva sembari menunjukkan raut wajah baik-baik saja agar Niken percaya.

"Ya udah kita dinner cuma bentar aja ngak lama-lama, udara malem masih belon terlalu bagus untuk kamu Dev" ucap Niken final.

"Iya" ucap Deva singkat disusul senyuman manis miliknya.

.
.

"Ma, sibuk ngak?" tanya Deva tiba-tiba memanggil Irene yang sedang membaca majalah.

"Ngak kok, ada apa sayang?" tanya Irene balik sembari menutup majalah yang dibacanya.

"Deva mau tanya sesuatu tapi mama harus jawab jujur ya" ucap Deva menatap serius Irene.

"Iya mama bakalan jujur sama kamu, memang ada apa sih?" tanya Irene mulai penasaran.

"Apa yang sebenarnya terjadi sewaktu Deva koma? Ngak mungkin papa tiba-tiba minta maaf sama Deva sewaktu Deva sadar waktu itu kalau ngak terjadi sesuatu" tanya Deva membuat Irene terdiam.

"Deva juga mau tanya tentang Rafa. Kenapa Rafa sebegitu bencinya sama Deva, Deva salah apa sama dia?" tanya Deva mengutarakan semua yang muncul dibenaknya.

Sementara itu Irene hanya terdiam ditempatnya dirinya bingung harus menjawab bagaimana. Dirinya ngak mungkin berkata jujur tentang kebenarannya pada Deva karena takut putranya akan drop jika mendengar hal yang sebenarnya. Namun Irene sadar dia tidak mungkin menutupi masalah ini Deva juga harus tau.

"Ma jawab, mama udah janjikan bakalan jawab pertanyaan Deva" ucap Deva sekali lagi.

"Okay mama jawab. Iya sewaktu kamu koma Niken dan Varo memberi tau semua kelakuan jahat Rafa ke papa mama" ucap Irene jujur.

"Terus? Kenapa Rafa bisa benci banget sama Deva? Apa salah Deva? Rafa juga bilang kalau Deva itu pembunuh sejak kapan Deva pernah membunuh seseorang? Mama pasti tau sesuatu kan" cecar Deva menuntut penjelasan dari Irene.

"Huft... Okay mama bakalan cerita sama kamu semuanya tapi kamu janji satu hal jangan pernah ngerasa bersalah karena itu bukan kesalahan kamu itu semua udah takdir dari Tuhan" ucap Irene menatap mata putra semata wayangnya yang kemudian diberi anggukan kepala pertanda setuju.

.
.

Sementara itu disuatu tempat nampak seorang pemuda yang sedang berdiri didepan makam kedua orang yang sangat dicintainya, kedua orang yang tidak akan mungkin kembali lagi.

"H-hai ma,pa gimana kabarnya disana? Udah 11 tahun ya mama, papa pergi ninggalin Rafa" ucap pemuda itu sembari menatap nisan bertuliskan nama kedua orangtuanya. Berusaha sekuat mungkin menahan gejolak dalam hatinya.

"Ma Rafa disini mau minta maaf sama mama papa, maafin Rafa yang ngak pernah kesini ya, maafin Rafa yang selama ini belum bisa ikhlas nerima kepergian mama papa" lanjut pemuda itu sembari menatap dalam-dalam gundukan tanah yang berisi jasad kedua orangtuanya.

Rasanya begitu aneh ada setidaknya ada sedikit kelegaan dihatinya saat mengungkapkan perasaannya didepan makam kedua orang yang disayanginya.

"Rafa kangen sama mama,papa" ucapnya sembari mengusap air mata yang se enaknya meluncur tanpa persetujuan dari dirinya. Anggap saja dia cengeng saat ini namun memang itu kenyataannya.

"Kenapa mama papa pergi secepat itu ma? Mama papa bahkan belum lihat Rafa dewasa. Rafa juga belum sempet bahagiain mama,papa kenapa ma? Tapi mama lihat sekarang Rafa udah gede ma " ucapnya sekali lagi namun lagi lagi kesunyian yang menjawab.

"R-Rafa ngak kuat ma, R-Rafa capek.." ucapnya lirih disertai air mata pecah sudah pertahanan yang dibuat pemuda sedari tadi. Dirinya sekarang hanya bisa menangis mengungkapkan segala kegelisahan dihatinya.

"Kenapa mama ngak ajak Rafa aja waktu itu? Kenapa mama biarin Rafa didunia ini sendirian? Kenapa mama malah ngorbanin diri mama buat anak itu? kenapa ma" tanya Rafa lirih.

Sebelas tahun bukan waktu yang sebentar untuk Rafa berdamai dengan masa lalunya. Kehilangan kedua orang tua diusia yang masih muda membuat dirinya menanam kebencian begitu dalam pada Deva penyebab kepergian kedua orangtuanya.

"Rafa benci Deva, Rafa benci semuanya mereka udah buat mama papa ninggalin Rafa" ucapnya sembari mengepalkan erat kedua tangannya sehingga terlihat buku-buku jarinya.

"Gue minta maaf Rafa" ucap seseorang tiba-tiba menginterupsi kegiatan Rafa.

TBC

Hai semua Deva balik lagi nih. Ada yang kangen gak? Bosen ngak sama cerita ini? Maaf ya ngaret lagi pusing ide soalnya maklum bentar lagi end soalnya hehehe. Mau cerita baru gak?

Jangan lupa vote dan komen yaa karena vote dan komen kalian itu bisa buat semangat ❤️❤️

See u next part

Chelle
28-04-2019

TEARS (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang