PART 23

9.9K 529 39
                                    

Pernahkah kamu berpikir takdir Tuhan itu begitu jahat? Takdir yang begitu menghancurkan dan menyakitkan begitu juga dengan yang Bastian pikirkan. Tuhan begitu jahat padanya, dan membuatnya begitu menyedihkan.

Jika kamu sekarang bertanya pada Bastian hal apa yang paling dia sesali didunia ini, maka dengan cepat Bastian menjawab. Ada banyak hal yang Bastian sesali, tapi ada satu hal yang Bastian kini sangat menyesali.

Ya, Bastian sangat menyesali perbuatan bodoh yang dia lakukan berberapa tahun kebelakang. Karena kebodohan Bastian pula Bastian tega mengusir dan tak menganggap Deva ada, karena dia pula anak yang selama ini dia sia-sia kan terbaring tak berdaya di ranjang pesakitan.

Bolehkah Bastian marah kali ini? Marah pada keadaan dan pada dirinya yang terlalu bodoh.

"Deva, bangun nak. Papa disini buka mata kamu, jangan hukum papa seperti ini jangan nak jangan" tangis pilu Bastian pun pecah saat mengengam tangan milik Deva.

"Lebih baik kamu pukul papa, maki-maki papa sama seperti yang papa lakukan ke kamu dulu dari pada seperti ini. Bangun Deva jangan hukum papa seperti ini sakit nak rasanya" ucap Bastian melanjutkan pernyataan pilu yang membuat siapapun jika mendengarnya akan merasa sedih.

"Kalau kamu marah sama papa dan ngak mau kenal papa lagi papa ngak pa-pa tapi tolong setidaknya bangun untuk mama kamu nak, kasihan mama kamu" lanjut Bastian mengusap lembut surai hitam milik Deva yang sudah memanjang.

Sunguh jika Bastian kini sangat-sangat menyesal akan perbuatannya dulu kepada putranya itu. Jika saja dia bisa meminta kepada Tuhan pasti Bastian akan meminta dirinya saja yang terbaring lemah disana jangan putranya.

"Mas..." pangil Irene mengejutkan Bastian yang masih memandangi lekat wajah Deva.

"Ada apa?"

"Mas makan dulu gih, ini udah sore dari kemarin malem mas belum makan apa-apa" ujar Irene mengingatkan. Pasalnya Bastian memang belum mengisi tubuhnya dengan asupan makanan.

"Nanti aja, aku masih mau disini aja nemenin Deva" ucap Bastian yang masih menatap nanar wajah putranya.

"Mas makan dulu aja, Deva ada Niken yang jagain. Ya kan Ken" ucap Irene pada Niken yang berada disampingnya persis.

"Iya tante, om kalian ngak usah kuatir. Deva disini Niken jaga kok" ucap Niken akhirnya buka suara.

"T-tapi--"

"Udah lah mas makan. Ntar kamu sakit kalau kamu sakit ntar lebih susah lagi" potong Irene tajam sambil melotot pada Bastian.

"Ya udah aku makan" ucap Bastian luluh akhirnya.

"Oiya om, tan tadi dokter mau ketemu sama om sama tante. Katanya mau bahas perkembangan Deva" ucap Niken menyampaikan pesan kepada Irene dan Bastian.

"Dokter bilang sesuatu ngak tentang Deva ngak Niken?" tanya Irene mulai panik.

"Mas, ada apa ya? Kok dokter mau ketemu kita, apa ada masalah dengan kondisi Deva" tanya Irene mulai berspekulasi.

"Tante jangan negatif thinking dulu siapa tau dokter kasih kabar gembira" ucap Niken menenangkan.

"Ya udah kita kedokter aja sekarang biar bisa tau, Niken tolong jaga Deva ya om sama tante tinggal sebentar" ucap Bastian.

"Iya om, tante Niken pasti jagain Deva kok"

.
.

"Dok ada apa ya kok kami di panggil kesini?" tanya Bastian saat Bastian dan Irene tiba diruangan dokter yang menangani Deva.

"Ahh begini pak, bu silahkan duduk" ucap sang dokter mempersilahkan Bastian dan Irene untuk duduk.

"Dok anak saya Deva ngak papa kan? Dia baik-baik saja kan?" tanya Irene to the point.

TEARS (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang