26. Selalu bersama

3.5K 156 3
                                    

Nares POV

Aku masih sibuk mengusap punggung Carel yang baru saja tertidur pulas. Saat dia pingsan tadi aku langsung membawanya ke rumah sakit dan Rena langsung melakukan kemoterapi. Sekarang sudah jam 1 pagi, Dava baru saja tertidur di sofa sedangkan si kutu Bian mungkin masih keluar nyari cemilan.

"Nares?",aku menoleh saat kulihat Rena ada di depan pintu ruang rawat Carel

"Ikut ke ruanganku bentar",ucapnya, aku pun segera mengikutinya toh Carel juga sudah tertidur pulas. Ada yang berbeda dengan Rena saat ini, dia tampak lebih pendiam, wajahnya juga pucat.

"Apa ini Ren?",tanyaku saat Rena memberikanku sebuah amplop coklat berukuran kertas folio

"Hasil pemeriksaan Carel tempo hari",aku buru-buru membukanya hingga aku melihat deretan kalimat-kalimat yang tidak kumengerti maksudnya, aku menatap Rena penuh tanda tanya berharap dia sadar kalau aku tidak mengerti dokumen ini.

"Penyakit Carel sudah mencapai stadium akhir, keadaannya menurun drastis sejak aku terakhir memeriksanya, aku sedang berusaha mencarikan donor sumsum tulang belakang yang cocok untuknya karena hanya itu harapannya satu-satunya",

Aku terdiam mendengar penjelasan Rena. Tiba-tiba saja dokumen yang kupegang terjatuh ke lantai karena tanganku yang terasa lemas.

"Stadium akhir?",tanyaku lirih, suaraku pun sudah bergetar karena aku menahan tangisku, Rena lalu beranjak berdiri dan memelukku

"Maafkan aku, tapi aku akan berjuang demi Carel",kubiarkan saja air mata lolos dari kedua mataku, perasaanku benar-benar hancur sekarang, bagaimana aku harus menyampaikan hal ini pada Carel? Ini pasti sangat menyakiti perasaannya.
.
.
.
Huekkk huekkkk

"Muntahin semua Rel, muntahin",ucap Dava sambil memijat tengkuk Carel, 1 jam setelah kemoterapi selesai, Carel mengalami mual hebat yang membuatnya muntah-muntah

"Gimana hasil pemeriksaan Carel?",tanya Dava setelah dia membaringkan Carel di ranjang, aku lalu menggandeng tangan Dava, membawanya keluar dari kamar rawat Carel, meskipun Carel sudah tertidur, tetap saja aku nggak mau membicarakannya disini

"Kak?",

"Keadaannya memburuk",ucapku saat aku sudah menutup pintu kamarnya

"Maksud kakak apa?",tanya Dava pelan

"Kankernya sudah mencapai stadium akhir, satu-satunya harapan Carel hanya transplantasi sumsum tulang belakang",wajah Dava mendadak pucat, matanya mulai berkaca-kaca, aku lalu menarik tubuhnya ke dalam pelukanku

"Kita harus kuat demi Carel, dia akan sangat membutuhkan kita",
.
.
.

"Masih pusing?",

"Nggak kak",

"Rena, gimana keadaan Carel?",tanyaku setelah Rena selesai memeriksa kondisi Carel

"Cukup stabil",lega rasanya, setidaknya tidak ada yang harus dikhawatirkan

"Kak, gimana hasil pemeriksaanku?",hening, aku dan Dava saling tatap, kami memang belum menceritakan tentang keadaannya yang sebenarnya

"Kak?",panggil Carel pada Rena yang ikut terdiam seperti kami

"Aku siap kok apapun hasilnya",hibur Carel

"Penyakitmu sudah masuk stadium 4, mungkin setelah ini serangan yang kamu alami akan semakin banyak dan tidak ringan. Tapi percayalah, kami semua akan membantumu, kami...

"Aku baik-baik aja kok",Carel tersenyum, membuat jantungku makin terasa nyeri

"Aku cuma harus berjuang lebih keras lagi",cengirnya yang membuat kami bertiga makin terdiam. Tuhan... Izinkan aku menggantikan posisi Carel, pindahkan saja penyakitnya padaku Tuhan.
.
.
.

Love Is Another Life (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang