PROLOG

5.4K 236 3
                                    

Sebelum dimulai, silahkan berkenalan dengan Go Dongmae, gadis bisu, dan nona Shin Ae di drama Mr. Sunshine.

Seperti biasa, ini Fanfiction, jadi semua yang ada di dalam cerita ini adalah fiksi. Sama sekali tidak berhubungan dengan sejarah Korea.

Selamat membaca... 🖤🖤🖤

Go Dongmae

Go Dongmae

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis bisu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis bisu

Gadis bisu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Nona Shin Ae

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nona Shin Ae

Nona Shin Ae

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

«-»

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


«-»

Redup hampir gelap. Tidak banyak cahaya yang memasuki ruangan itu. Seorang gadis duduk diatas lantainya, berdampingan dengan bara api yang dirasa cukup untuk menghangatkan musim dingin. Sementara seorang pria dengan pakaian khas Jepang berbahan sutra merah dan biru gelap berdiri di balkon lantai dua tempat tinggalnya, menatap pasar rakyat di bawahnya. Tidak ada satupun ekspresi dalam wajahnya. Matanya menatap tajam pada toko permen khas Prancis di rengah pasar.

"Apa kau tahu? Di Joseon, ada orang-orang yang harus berlutut... bahkan didepan seorang rakyat jelata," ucap pria itu dengan suaranya yang tenang, namun penuh dengan kebencian. "Terlebih lagi, mereka tidak diizinkan bicara, sampai mereka diajak bicara... di Joseon, mereka di sebut jagal,"

"Jagal memegang pisau di tangannya," lanjut pria itu, tanpa menoleh pada seorang gadis yang duduk di belakangnya- duduk di dalam tempat tinggalnya, sembari mengacak beberapa lembar kartu diatas meja berkaki rendah. "Tapi tidak bisa dipakai melawan, tiap malam penuh dengan penghinaan. Para ibu di Joseon, demi melindungi anaknya, rela bunuh diri, dibunuh, bahkan membuang anaknya,"

Sembari menyentuh pedangnya, pria itu berbalik. Melangkah masuk ke dalam tempat tinggalnya yang berlantai kayu kokoh. Menangkap si gadis yang terus duduk dengan tatapannya.

"Kau tahu?" tanyanya, tanpa berharap mendapat jawaban apapun dari gadis yang duduk disana. "Apa yang kulakukan begitu aku menginjakan kembali kakiku di Joseon?" lanjutnya, yang kemudian duduk menghadap keluar tempat tinggalnya, meminggungi si gadis berkartu. "Aku memberitahu semua orang, kalau aku berbeda dari orangtuaku. Aku bisa membantai siapapun,"

Seakan lantai tempat tinggalnya berduri, pria bersabuk dua buah pedang itu kembali berdiri. Kembali melangkah kebalkon dan melihat orang Joseon yang berbaur bersama orang asing di ramainya pasar. Saat itu, ada banyak warga asing yang tinggal di Joseon. Para pedagang dari Jepang, Amerika dan Eropa menjajakan barang dagangan mereka di tanah Joseon demi keuntungan berlimpah.

"Lihat, sepintas saja kita bisa melihat kalau wanita Joseon itu adalah seorang jalang yang berpura-pura menjadi bangsawan,"

"Bangsawan wanita Joseon sangat mudah di permainkan,"

"Mereka bisa dengan mudah didapatkan, lalu ditinggalkan. Mereka akan bunuh diri begitu ditinggalkan,"

"Praktis sekali... kalau mereka bunuh d
diri, kita tidak perlu repot-repot mengurusnya,"

Obrolan sepasang pria Jepang yang tengah memperhatikan seorang bangsawan wanita Joseon menarik perhatian Kwon Jiyong- pria berpedang yang saat itu melabeli dirinya sebagai seorang pria Jepang. Seorang anak jagal yang memutuskan untuk membenci tanah airnya setelah melihat kedua orangtuanya tewas di pukuli.

"Apa isi ramalanku hari ini?" tanya pria itu tanpa mengalihkan pandangannya dari kedua pria Jepang di bawah sana.

Suara kuas yang beradu pada kertas kasar menyambut gendang telinganya. Beberapa goresan sampai suara itu berhenti dan ia yang kemudian berbalik. Matanya menangkap sosok gadis yang duduk di kursinya, tersenyum simpul pada gadis itu sampai ia membaca tulisan si gadis diatas kertasnya.

"Mereka tidak boleh bertemu," tulis si gadis berkimono merah, yang mengembangkan sedikit senyum Jiyong kemudian kembali melenyapkannya hanya dalam beberapa detik.

Mata pedangnya kini merah.

Mata satu pedangnya kini merah karena darah dua pria Jepang yang tadi berbincang di tengah pasar.

Tidak lama setelah ia membaca ramalan yang gadis bisu itu tulis, ia melompat dari balkonnya. Menginjakan kakinya di tanah pasar yang mulai membeku kemudian mengayunkan pedangnya pada punggung dua pria yang terus mengeluarkan omong kosong tadi. Membunuh dua pria hidung belang dalam sekali tebasan.

Beberapa tetas darah mengenai wajahnya, namun ia tidak segera menyekanya. Pasar yang sudah riuh menjadi semakin riuh karena pekikan terkejut campur takut beberapa orang disana.

Namun rasanya, telinga Jiyong tidak dapat mendengar apapun ketika matanya bertemu dengan mata si bangsawan yang tadi menjadi bahan pembicaraan kedua korban pedangnya. Rasanya seakan bumi berhenti berputar ketika bangsawan cantik itu menatapnya dengan tatapan tajam, tatapan berani yang sangat berbeda dari tatapan orang-orang lain di pasar. Tatapan si bangsawan wanita yang dulu menyelamatkannya, seakan dapat menghentikan waktunya.

«-»

Cardiac ArrestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang