«—»
"Jadi, namamu Lalisa dan kau tinggal di Bar Jepang milik seorang ahli pedang bernama Kwon Jiyong?" tanya Dr. Kim setelah Lisa menyelesaikan ceritanya. "Apa kepalamu terbentur sesuatu? Lalu bagaimana kau bisa berada di hutan tadi?"
"Apa anda tidak mendengar kabar kalau seorang Pendeta Amerika terbunuh tuan? Tuan Jiyong ditangkap karena pembunuhan itu, bisakah anda memanggilkan Tuan Jiyong? Aku ingin bicara dengannya, ada hal penting yang harus ku katakan padanya,"
"Maksudmu pria tadi?"
"Ya, pria tadi bosku, dia memperkerjakanku di barnya sebagai seorang peramal," jawab Lisa membuat dr. Kim menaikan sebelah alisnya. Pria itu mengangguk, setuju untuk memanggilkan Jiyong kemudian melangkah keluar meninggalkan Lisa sendirian disana.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Jiyong yang masih memunggu di depan ruang kesehatan itu. Ia masih menunggu disana untuk mengajak dr. Kim makan malam bersama di ruang makan camp. "Ayo temani aku makan malam, sebelum aku pergi dari sini,"
"Dia... gadis itu... sedikit aneh, kurasa ada yang salah dengan kepalanya, aku akan memberitahu kepala ruang kesehatan dulu,"
"Siapa dia? Apa kepalanya terbentur dan dia tidak mengingat apapun?" tanya Jiyong usai dokter muda yang baru saja masuk ke camp itu selama beberapa bulan menyelesaikan panggilannya.
"Namanya, Lalisa, dia bekerja jadi seorang peramal di Bar milik seorang ahli pedang dari Jepang, katanya barnya di dekat pasar,"
"Memang ada bar dan pasar di dekat sini?" tanya Jiyong yang masih belum mendapat poin utama dari ucapan Taeyong, si dokter muda yang sejak beberapa bulan lalu berteman dengannya. "Jadi dia orang Jepang atau Korea? Dia bisa bahasa Korea?"
"Tidak ada,"
"Ne?"
"Tidak ada bar dan pasar didekat sini hyung, lagi pula bar apa yang masih memperkerjakan seorang peramal? Bar hanya memperkerjakan gadis-gadis cantik,"
"Menurutmu dia tidak cantik? Menurutku dia cantik? Seperti seorang putri di film-film kolosal Jepang,"
"Ah! Benar!" seru Taeyong yang kemudian membuat Jiyong menaikan sebelah alisnya. Dokter itu terlihat sangat dingin saat pertama kali datang, namun sepertinya Jiyong mulai menyesali kesan pertamanya itu. "Dia seperti seorang bangsawan saat jaman penjajahan dulu. Kau tau kan? Sejarah saat negara kita di jajah Jepang? Dia mirip seperti gadis yang ada di buku Sejarah. Dan yang lebih aneh lagi, kurasa dia pengemar film-film Jepang. Dia bilang, sebelumnya dia tidak bisa bicara, tapi sore ini dia tiba-tiba bisa bicara. Dia bahkan mengigau tadi, apanya yang tidak bisa bicara. Kurasa dia hanya seorang fansmu yang berpura-pura,"
"Fansku?"
"Ya, fansmu yang sengaja datang untuk bertemu denganmu. Dia memintaku untuk memanggilkanmu. Dia bahkan berbohong dengan bilang kalau kau bos pemilik bar tempatnya bekerja adalah ahli pedang Kwon Jiyong,"
Oceh Taeyong sementara Jiyong hanya diam. Seakan terbang ke dunianya sendiri. Larut dalam cerita Taeyong.
"Lalu?" tanya Jiyong setelah Taeyong menghentikan ocehannya.
"Apa? Kau mau menemuinya? Tidak kan? Kalau begitu yasudah, aku akan bilang padanya kalau kau sibuk dan tidak bisa menemuinya,"
"Ah ya, katakan begitu padanya," jawab Jiyong, dengan nada sedikit ragu. Bukankah gadis itu terlalu cantik kalau di lewatkan begitu saja? Wajahnya tidak asing bagi Jiyong.
"Tapi kalau di pikir-pikir... dia mirip dengan Nana Komatsu, kalau dia seorang gadis Jepang, mungkinkah dia adiknya?"
"Darimana kau tahu?"
"Siapa? Nana Komatsu? Tentu saja tahu, dia sering muncul di film-film live action. Aku penggemarnya hyung, hyung tidak mengenal Nana Komatsu?"
"Oh," balas Jiyong yang kemudian menganggukan kepalanya. Bukan itu yang sebenarnya ia tanyakan, selama ini Jiyong mengenal Nana, gadis itu tidak punya seorang adik maupun seorang kakak. Nana Komatsu yang pernah bekerja sama dan cukup dekat dengannya adalah anak tunggal. Mungkin Taeyong sedang membicarakan Nana yang lain. "Pantas saja aku merasa tidak asing dengannya, dia mirip dengan Nana,"
"Kau pernah bertemu dengan Nana Komatsu hyung?"
"Aku melihatnya di film live action yang tadi kau bicarakan?"
"Ah... ku pikir kau pernah bertemu dengannya," ucap Taeyong sembari menganggukan kepalanya, seakan ucapan Jiyong memang benar-benar sesuai dengan kenyataannya. Seakan ucapan Jiyong benar-benar bisa di percaya.
Sementara Jiyong dan Taeyong pergi makan malam di kantin camp militer mereka, Lisa yang ditinggalkan di ruang kesehatan masih terus mengoceh dengan dirinya sendiri. Menunggu bosnya datang sembari menikmati suara yang sudah sangat lama ia rindukan— suaranya sendiri.
"Kau benar-benar anak buah Kwon Jiyong?" suara seorang pria dari balik sebuah tirai masuk ke telinga Lisa. Membuat gadis itu menoleh kearah suara dan melihat seorang pria dengan luka memar di lehernya tengah menggeser tirai diantara ranjang mereka. "Kwon Jiyong si anak jagal yang sekarang menjaga keamaan Glory Hotel dan pasar rakyat? Bukankah peramal di barnya seorang wanita bisu?"
Lisa tidak menjawab. Ia hanya diam menatap pria yang tidak asing di matanya itu. Sedikit ragu, serta takut kalau pria itu adalah musuh bosnya.
"Kau tidak mengenaliku? Tsk..." tanya pria itu kemudian menutup sebagian wajahnya— hidung dan mulutnya— dengan telapak tangannya. "Masih tidak mengingatku?"
"Tuan masker hitam? Apa yang anda lakukan disini? Bukankah seharusnya anda berada di Jepang?"
"Apa yang terakhir kau dengar tentangku?"
"Tuan Jiyong bilang ia mengirimmu ke Jepang dan ia kehilangan anda, dia bilang anda menghilang saat bar anda terbakar di Jepang," jawab Lisa yang sudah mengenali pria itu— salah satu rekan bisnis bosnya. "Jadi... anda sudah kembali ke Joseon? Senang-"
"Ini Korea, bukan Joseon, dan pria yang kau sebut Tuan Jiyong tadi bukan Kwon Jiyong si ahli pedang,"
"Ne? Tapi-"
"Kau bilang kau dikejar, kau bilang Tuan Jiyong ditangkap pemerintah Joseon dengan tuduhan membunuh seorang pendeta Amerika. Mungkinkah dia akan baik-baik saja dan tidak terluka seperti itu?" tanya si pria membuat Lisa memberinya tatapan tidak percaya.
Masker hitam adalah julukan pria di hadapan Lisa sekarang, pria itu seorang Joseon yang keluarganya meninggal dalam perang melawan Amerika— sebelum Amerika bisa bebas keluar-masuk Joseon— keluarganya meninggal dan ia dijadikan tawanan oleh pihak Amerika. Namun Joseon tidak ingin menyelamatkannya dan tawanan lainnya. Ia dan tawanan lainnya di buang begitu saja karena Joseon kalah di perang itu.
Perang antara Joseon dengan Amerika, kekalahan Joseon saat itu, membuat sebuah bekas luka di pipinya, bekas luka yang selalu ia tutupi dengan sebuah masker hitam. Namun ketika duduk didepan Lisa saat ini, bekas lukanya menghilang.
"Dengar, kau baru saja tertembak di hutan, iya kan?" tanya si masker hitam sembari melirik darah di sekitaran dada Lisa. "Pelurunya menembus dadamu, kau sudah mati,"
"Ne? Apa maksud anda tuan? Anda pasti salah-"
"Pergilah keluar, lalu lihatlah, semuanya sudah berbeda. Bangunan, orang-orang, eragam militer, raja, mentri, semuanya sudah berganti. Joseon sudah berubah menjadi Korea Selatan. Pria tadi bukan Tuan Jiyong, namanya memang Kwon Jiyong tapi dia bukan seorang ahli pedang, dia seorang penyanyi. Penyair. Sekarang tahun 2018, kau pasti mati saat tertembak dan waktu membawamu kesini,"
"Bagaimana dengan anda tuan?"
"Aku juga,"
"Sudah mati?"
"Ya, dan bukan kali pertama,"
"Tidak mungkin," jawab Lisa yang kemudian bangkit dari ranjangnya dan berlari keluar. Ingin memastikan kebenaran semua ucapan si masker hitam.
«—»
KAMU SEDANG MEMBACA
Cardiac Arrest
FanfictionApa yang terjadi ketika jantungmu berhenti? Mati? Ku harap milikku juga begitu.