5

1.1K 192 4
                                    

«—»

"Kau benar-benar datang dari zaman Joseon?" tanya Jiyong usai mendengar cerita Lisa. "Tentara Lee juga? Tidak, itu tidak mungkin, bagaimana bisa itu terjadi? Kau pasti berbohong," ucap Jiyong sembari menatap gadis yang duduk di sebelahnya dengan kepala tertunduk. Lisa tahu kalau Jiyong tidak akan percaya, namun ia tidak merasa punya banyak pilihan saat itu. Bagaimana ia bisa hidup sendirian di negri antah berantah yang sangat berbeda dari tempatnya tumbuh sembari menunggu si masker hitam menjemputnya? Lisa tidak punya pilihan selain percaya pada pria di hadapannya.

"Kau berbohong kan? Kau hanya bercanda kan?" tanya Jiyong sekali lagi dan Lisa hanya menggeleng kecil.

"Katakan kalau kau berbohong," pinta Jiyong dan kemudian Lisa mengangguk.

"Aku berbohong tuan,"

"Jangan memanggilku tuan!" bentak Jiyong secara tiba-tiba, gadis lain mungkin akan terkejut mendengarnya tiba-tiba berteriak bergitu, namun Lisa... ia sama sekali tidak terlihat terkejut. Hanya membentak seperti itu bukan hal luar biasa lagi setelah ia tinggal bertahun-tahun dengan bosnya dan ahli pedang lainnya.

"Baiklah, anggap saja aku percaya. Lalu apa yang membuatmu yakin kalau pria yang sekarang sudah kembali ke zaman Joseon itu akan datang menjemputmu?" tanya Jiyong setelah ia merasa cukup tenang untuk tidak lagi membentak. Bersyukur saja kalau saat itu mereka hanya berdua disana. "Apa orang-orang di zaman- ah rumahmu selalu mudah mempercayai orang lain? Jangan bodoh! Tidak ada yang bisa kau lakukan disini kalau kau masih terus seperti ini!" ucap Jiyong yang kemudian bangkit dan meraih sebuah buku diantara mereka. Buku milik Lisa yang selama ini ia pakai untuk berkomunikasi dengan bos dan rekan-rekannya. Sejak pertama kali melihatnya, Jiyong sangat penasaran pada buku itu. Buku yang terlihat sangat tua untuknya.

Jiyong membuka buku itu dengan hati-hati. Ia takut merusak buku yang terlihat sangat tua untuknya itu. Buku itu sudah seharusnya di museumkan.

"Kenapa kau masih menulis dengan kuas seperti ini? Sekarang sudah banyak pena, kau jadi terlihat seperti benar-benar datang dari masa lalu," protes Jiyong setelah melihat isi buku itu. Jiyong mengembalikan bukunya. Menyuruh Lisa menyembunyikan semua yang ada di dalam bungkusan kain itu kemudian menyuruh gadis itu untuk mandi, membersihkan seluruh tubuhnya dari darah dan kotoran.

Lisa kembali keluar dari kamar mandi beberapa menit setelah ia masuk ke dalam kamar mandi itu. Ia kembali menarik perhatian Jiyong yang sedang menunggunya dengan pakaiannya yang masih kotor.

"Kenapa?" tanya Jiyong sembari memperhatian si wanita kurus yang hanya memberinya tatapan ramah dan datar. Jiyong sedikit ragu, apa gadis itu punya ekspresi lain atau tidak, rasanya seluruh ekspresi Lisa tertahan oleh sesuatu yang tidak di ketahui orang lain.

"Hanya ada sedikit air didalam, apa sumur-"

"Astaga! Berhentilah terlihat seperti tokoh dalam film kolosal!" protes Jiyong yang merasa akan gila kalau mempercayai seluruh cerita Lisa. Namun Jiyong tetap melangkah masuk ke dalam kamar mandi dan menunjukan dimana Lisa bisa mendapatkan airnya.

"Ini closet, kau bisa buang air disini dan air didalamnya- air itu bukan air bersih. Bukan air untuk mandi. Setelah buang air, kau bisa menyiram kotorannya dengan menekan tuas ini," oceh Jiyong sembari menunjukan cara kerja closet didepannya. "Tolong, jangan terkejut, berpura-pura saja ini hal biasa, ini bukan sesuatu yang perlu kau kagumi," protes Jiyong disusul lenyapnya seruan rasa kagum yang belum sempat Lisa bebaskan.

"Kau benar-benar hebat dengan wajah datarmu itu, dimana kau mempelajarinya?" protes Jiyong setelah ia selesai memberitahu Lisa semua yang perlu di lakukannya untuk mandi, memberitahu caranya memakai shower sampai menggunakan sabun.

"Anda yang memintaku untuk-"

"Berapa umurmu?" tanya Jiyong yang lagi-lagi ingin memprotes reaksi Lisa. Tidak ada reaksi Lisa yang Jiyong bisa terima sejak Lisa menyelesaikan ceritanya. "Heish! Lupakan, berapapun usiamu, panggil aku oppa, semua wanita memanggilku oppa bahkan yang lebih tua sekalipun. Aku tidak ingin mendengarmu memanggilku tuan. Bisakah kau bicara dengan lebih santai padaku? Kau- sikapmu membuatku takut," oceh Jiyong sementara Lisa hanya diam. Jiyong tidak ingin mempercayai cerita Lisa namun seluruh sikap gadis itu membuktikan ceritanya.

Wanita yang berdiri didepannya sekarang ini terlihat sangat anggun, terlalu anggun untuk ukuran seorang idol seperti Jiyong. Lisa juga terlihat sangat dingin saat diam dengan eskpresi datarnya, membuat Jiyong membayangkan seorang Ratu Joseon yang kejam setiap kali melihatnya. Membuat Jiyong takut karena perjalanan melewati waktu bukan hal normal yang biasa terjadi.

Hampir 1 jam Lisa berada didalam kamar mandi, membersihkan dirinya sementara Jiyong sibuk mencari pembuktian kalau Lisa hanya mengarang ceritanya. Tapi semua yang Lisa katakan, hampir sesuai dengan seluruh kisah dalam Sejarah yang pernah Jiyong baca. Cerita mengenai seorang anak budak yang melarikan diri ke Amerika kemudian kembali ke Joseon sebagai seorang tentara Amerika.

"Mungkin dia hanya membaca cerita di internet," ucap Jiyong berusaha meyakinkan dirinya sendiri sementara Lisa sibuk mengagumi semua yang ada didalam kamar mandi itu. "Hhh... tapi dia tidak tahu caranya memakai toilet," rengek Jiyong seakan ia tengah berada dalam persimpangan dengan dua jalan. Memilih untuk mempercayai Lisa, atau memilih unthk menganggapnya sebagai seorang penipu ulung.

Jiyong ingin mempercayai si wanita berkimono itu, tapi ia merasa dirinya gila kalau sampai mempercayainya.

"Anniyo, ini tidak benar, tidak mungkin benar, tidak mungkin dia benar-benar berasal dari zaman Joseon," ucap Jiyong meyakinkan dirinya sendiri. "Tapi kalau dia-"

"Kenapa anda masih ada disini, kalau anda tidak mempercayaiku?" tanya Lisa, menyela ucapan Jiyong yang kemudian membeku.

Membeku karena terpesona pada sosok wanita yang di tolongnya kemarin. Wanita itu memakai sebuah kimono yang terlihat lebih santai dibanding kimononya kemarin. Lisa hanya membawa satu kimono untuk tidur karena ia hanya berniat menginap satu malam di Glory Hotel. Lisa tidak pernah berniat pergi jauh sampai ke tahun 2018.

Kerah yang lebar dari kimononya memamerkan sebagian bahu kirinya, rambutnya yang panjang dan basah ia sampirkan di sebelah kanan bahunya. Tidak ada bagian lain yang terbuka, selain bahunya, kimononya jatuh sampai menutupi kakinya, begitu juga dengan lengannya. Hanya bahu, hanya dari kulit bahu sebelah kiri sampai wajahnya yang terlihat, namun Jiyong sudah kesulitan menelan ludahnya sendiri.

Gadis itu terlalu cantik untuk jadi seorang penipu. Terlalu cantik juga untuk jadi seorang gila yang kehilangan akal sehatnya.

"Cantik," gumam Jiyong sementara Lisa hanya berpura-pura tidak mendengarnya. Sekedar sopan santun untuk menanggapi seorang yang kelepasan bicara. "Maksudku... kasihan. Aku kasihan melihatmu, tidak akan ada yang mempercayai ceritamu lalu bagaimana kau bisa hidup disini? Koin koin milikmu tidak dipakai lagi sekarang, bagaimana kau bisa hidup tanpa uang dan pengetahuan disini?" ucap Jiyong yang kemudian bangkit dari duduknya. Bangkit dari ranjang dengan terburu-buru dan hampir menjatuhkan susu di atas nampan makanan Lisa— kalau Lisa tidak segera menglurukan tangannya untuk menangkap susu di dalam kotak itu.

"Tangkapan bagus, kalau begitu, makanlah, aku harus keluar," lanjut Jiyong yang kemudian bergegas melangkah keluar dari kamar itu.

"Kalau anda kasihan- maksudku kalau oppa kasihan, bisakah oppa membantuku?" tanya Lisa, menghentikan Jiyong yang baru saja akan membuka pintu.

"Apa?"

"Izinkan aku bekerja untukmu, aku bisa meramal-"

"Tidak ada yang mempercayai sebuah ramalan lagi sekarang,"

"Aku bisa memasak, mencuci, aku tidak keberatan menjadi pelayanmu. Kau hanya perlu memberiku ruangan kecil untuk tidur dan makan, aku tidak makan banyak. Kau bisa memberiku makan dua kali sehari. Tolong... hanya sampai tuanku- sampai temanku datang untuk menjemputku,"

«—»

Cardiac ArrestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang