«—»
Masih ada beberapa hari sebelum G Dragon, si Leader Big Bang akhirnya menyelesaikan tugas negaranya— Wajib Militer. Pria kurus dengan tubuh bertatto itu di tugaskan untuk menjaga pos perbatasan di minggu terakhir masa baktinya.
Kegelapan memperpendek jarak pandangnya. Udara dingin di perbatasan menusuk tulangnya. Suara gesekan antar daun terdengar seperti lantunan musik pengantar tidur baginya.
"Hah! Aku benar-benar mengantuk!" keluhnya yang kemudian menuruni tangga pos jaganya. Berniat meminta seorang peserta wamil baru untuk mengambil kudapan tengah malam mereka. Jaga malam adalah hal terburuk selama proses baktinya. Tubuhnya terasa lelah dan matanya terasa lengket, namun ispirasi musik dalam kepalanya tidak bisa berhenti mengalir, sayangnya... ia tidak di izinkan menyentuh kertas dan alat tulisnya. Peraturan tidak mengizinkannya untuk menulis lagu-lagunya di jam jaga malam.
Jam terus berputar dan malam mulai berganti menjadi pagi— sedikit demi sedikit. Jam sudah menunjuk pukul 04.30 pagi ketika G Dragon mendapat gilirannya untuk beristirahat, jam jaga malamnya baru saja berakhir. Pria kurus itu berjalan menyusuri pohon-pohon lebat diatas bukit menuju camp setelah menaruh senapannya.
Sang bintang tengah berjalan sendirian ketika suara gemerisik dedaunan terdengar semakin keras.
"Siapa disana?!" teriaknya ketika ia merasa ada langkah kaki seseorang yang menginjak dedaunan kering. Langkah kakinya terdengar terburu-buru, dan semakin lama terdengar semakin dekat.
«—»
Namanya Lalisa, seorang gadis yang kehilangan suaranya setelah sebuah bencana besar yang menimpanya. Mungkin usianya masih 11 tahun ketika segerombolan orang datang dan menghabisi keluarganya. Kedua orangtuanya tewas setelah tubuh mereka bertemu dengan mata pisau beberapa pedang super tajam. Kakak laki-lakinya juga tewas ketika sebuah pedang panjang menembus dadanya. Saat itu, seharusnya ia pun mati. Saat itu, seharusnya ada sebuah pedang yang memisahkan kepala dan tubuhnya.
Ia tahu keluarganya bersalah, ia tahu kakaknya berkhianat, ia tahu kalau kedua orangtuanya berusaha menyembunyikan keberadaan kakaknya dan ia tahu kalau keluarganya memang pantas di habisi. Namun, di malam yang basah oleh air hujan dan darah itu, seorang bocah laki-laki yang entah datang darimana, menahan pedang yang hampir menggorok lehernya.
Mungkin saat itu Kwon Jiyong baru berusia 15 tahun. Tubuhnya kurus, kotor dan penuh luka.
"Gadis ini tidak melakukan kesalahan apapun tuan," ucap si anak jagal itu setelah ketua kelompoknya menjauhkan pedangnya dari tangan Jiyong. "Beri dia kesempatan, dia yang memberitahuku dimana keberadaannya," lanjut Jiyong sembari menunjuk mayat seorang yang berkhianat itu.
Ya, saat itu Lalisa mendapat kesempatan. Nyawanya diampuni, namun ketua kelompok pembunuh bayaran itu memaksanya menenggak sebuah racun yang akhirnya menelan suaranya, membuat si gadis sebatang kara menjadi seorang bisu.
Musim terus berganti, sampai pada suatu malam yang lebih hangat dari malam-malam sebelumnya, Kwon Jiyong— Si anak jagal dari Joseon— memiliki kelompoknya sendiri. Sebuah kelompok pedagang yang bisa membantai siapapun. Sebuah kelompok pembantai bayaran yang membawa banyak pedagang untuk berjualan di Joseon pasca sang Raja Joseon memutuskan untuk bekerja sama dengan Kaisar Jepang. Di malam yang hangat itu, Jiyong kembali ke Joseon sebagai seorang pria Jepang bersama semua anak buahnya— termasuk Lalisa.
Malam-malam di Joseon berlalu dengan cukup tenang. Pedang dapat membungkam semua mulut-mulut bodoh. Pedang yang memercikan darah membuat malam-malam berlalu dengan tenang namun mencekam. Tenang dalam ketakutan sampai di suatu siang, pihak keamanan Joseon menangkap Jiyong dengan tuduhan pembunuhan atas seorang pendeta dari Amerika.
Lisa— nama panggilan dari Lalisa— bergegas pergi menuju salah satu hotel terbesar pada masa itu begitu mendengar berita kalau bosnya dibawa ke pengadilan negri. Glory Hotel namanya, sebuah hotel milik seorang wanita Jepang bernama Kiko. Satu-satunya hotel mewah bergaya modern pada masa itu.
"Masuklah, Ikut aku," ucap si pemilik hotel begitu melihat Lisa datang dengan kimono merahnya. Tidak ada yang bicara sampai Kiko membawa Lisa kedalam kamarnya di hotel tingkat 3 itu. "Kau boleh tinggal disini, tapi aku tidak bisa menjamin nyawamu," lanjutnya sementara gadis yang di ajaknya bicara justru sibuk menulis dan menunjukan tulisannya.
"Ku dengar Tuan Jiyong tertangkap. Dimana Tuan Jiyong? Apa dia baik-baik saja?" tulis Lisa diatas kertasnya.
"Prajurit Joseon menangkapnya dan dia ada di penjara Joseon sekarang. Para prajurit itu sedang mengejar seluruh anak buahnya, mereka juga akan mengejarmu jadi lindungi dirimu sendiri dan jangan membebani Jiyong," pesan Kiko seusai membaca tulisan Lisa. "Kau bisa tinggal disini. Pakai senjata di bawah ranjang untuk melindungi dirimu sendiri atau orang lain, kau tentukan sendiri," lanjut Kiko yang kemudian meninggalkan Lisa sendirian di kamarnya.
Namun alih-alih peduli dengan keselamatannya sendiri, Lisa justru lebih mengkhawatirkan Jiyong yang baru saja di tuduh membunuh seorang Amerika. Lisa tidak pernah mengungkapkannya, ia tidak pernah memberitahu Jiyong namun sudah 10 tahun ia mengikuti Jiyong, sudah 10 tahun ia memberikan hidupnya pada pria itu dan sudah 10 tahun juga Jiyong menjaganya. Bagaimana bisa ia tidak khawatir?
Dan seperti yang Kiko katakan, ada beberapa orang yang mengejarnya, berusaha untuk membunuhnya mumpung Jiyong tidak ada disana untuk menjaganya.
Secara diam-diam, Lisa berjalan diatas sandal kayunya untuk menemui Jiyong. Ia ingin melihat sendiri bagaimama keadaan Jiyong, namun di tengah perjalanan sekelompok orang mengejarnya.
7 pria dengan seragam prajurit Joseon mengejarnya, berteriak menyuruhnya berhenti, mengumpat padanya, memanggilnya pelacur dan menyuruhnya menyerahkan diri.
Lisa harus melindungi dirinya sendiri, Lisa tidak bisa terus membebani Jiyong, hingga ia memutuskan untuk terus berlari.
Lisa berlari, berusaha bersembunyi dari 7 orang pria yang mengejarnya. Terus berlari sampai kakinya membawanya memasuki hutan di hari yang menjadi semakin gelap.
Lisa terus masuk kedalam hutan itu, berharap ia dapat menemukan tempat persembunyian disana. Terus berlari dengan semua kekuatannya. Namun pada akhirnya, sebuah peluru pemberian salah satu prajurit Joseon itu menghantam dadanya.
Menembaknya dan membuat jantungnya terasa seperti berhenti berdetak.
«—»
"Siapa disana?!" teriak G Dragon sekali lagi. "Kalau sampai tertangkap menjahiliku, aku tidak akan tinggal diam! Keluarlah!" lanjutnya sembari menatap satu-persatu pepohonan sekelilingnya.
Jiyong menunggu, menunggu seseorang muncul sekitar beberapa menit namun akhirnya ia menyerah karena tidak ada seorang pun yang muncul dari kejauhan.
Sedikit rasa takut muncul di dalam dadanya. Jiyong berusaha untuk tidak terlihat takut dan melanjutkan kembali jalannya menuju camp. Nanun entah darimana, seorang gadis berkimono merah tiba-tiba muncul dan menabraknya. Tubuh serta kimono gadis itu terlihat merah dibawah sinar redup. Kimononya tidak lagi di pakai dengan rapih dan Jiyong dapat melihat banyak sekali luka di tubuhnya ketika si gadis jatuhbdan tidak sadarkan diri didepannya.
«—»
KAMU SEDANG MEMBACA
Cardiac Arrest
FanfictionApa yang terjadi ketika jantungmu berhenti? Mati? Ku harap milikku juga begitu.