"Bu, Neng berangkat!"
Seru Shagia dari ruang tengah, setelah memasang semua sepatu hill berwarna hitam di kedua kaki jenjangnya.
"Iya, hati-hati!" Mira muncul dari pintu dapur.
Shagia menyongsong Mira lalu mencium tangannya.
Setelah putrinya pergi, Mira berniat membereskan bekas sarapan di kursi depan televisi. Dia terheran melihat nasi uduk yang masih penuh di piring putrinya, "Kok nggak sarapan?" Mira berjalan ke arah pintu lalu melongok ke koridor rusun, tapi Shagia sudah tak terlihat.
Shagia baru saja tiba di koridor lantai utama rusun, rok selutut warna hitam mencetak cantik bentuk kakinya. Kemeja berwarna caramel dipadukan dengan cardigan berwarna peach membuat dirinya terlihat seperti setangkai mawar segar di pagi hari.
Sayang, hatinya tak secerah penampilannya. Dia ingin marah, tapi tidak tau untuk alasan apa. Dia merasa dibohongi oleh pria yang selama beberapa bulan ini tengah dekat dengannya. Tapi apa benar, Devan membohonginya?
Langkahnya melamban saat dia melihat pria yang baru saja ia pikirkan, ada di depan gerbang. Berdiri bersandar pada badan mobil tengah memainkan ponsel di tangan. Celana kain hitam dengan kemeja warna navy, selalu pas di badannya yang proporsional. Siapapun wanita yang melihatnya, pasti akan membayangkan bagaimana rasanya merangkul tubuh tegap itu.
Ah ....
Shagia benci pikirannya.
Dia sampai memalingkan pandangan, tanpa menyadari jarak mereka sudah kian dekat. Hatinya menolak, tapi langkahnya berkata lain.
"Hai!" sapa Devan, pria itu memasukan ponsel ke saku celana lalu berdiri tegap menyambut kedatangan gadis yang dinanti.
"Hai, Mas ..." Kali ini Shagia beralih pada Devan.
Devan melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan, "Sudah jam tujuh loh, tumben kamu telat. Ayo masuk!" Segera ia membukakan bagian kiri pintu depan.
***
Hening, hanya deru halus kendaraan yang mendominasi.
Devan mendehem, "Lagi nggak enak badan?" tanyanya melihat sikap Shagia yang lebih diam pagi ini.
"Hati yang lagi nggak enak, Mas!"
Devan menengok sekilas sebelum tatapannya kembali ke jalanan.
"Aku baru tau loh, tentang chef Regant, berbulan-bulan ..." Shagia tersenyum miris.
Devan terdiam, dengan beraneka terkaan dalam pikirannya.
"Bagi aku, nggak penting kamu mengenal cheff Regant atau tidak. Yang terpenting saat ini, pria yang ada di sebelah kamu adalah Devan, Devan Regantara. Akun Cheff Regant hanya tuntutan propesi. Lagipun, aku nggak pernah tau menau tentang akun itu. Managerku yang kelola," papar Devan panjang lebar.
Shagia beralih memandang sisi wajah Devan, seolah mencoba mencari celah kebohongan. Tapi pria itu sama sekali tak menunjukan apa yang dia cari, Devan sempatkan menoleh lalu melempar senyum manis sebelum kembali fokus ke jalanan.
"Apa Mas Devan juga nggak tahu, berita yang heboh kemarin di ig?" tanya Shagia. Pria di sebelahnya memilih diam, sepertinya dia sudah bisa menebak arah pembicaraan gadis itu.
"Mas, kenal ... Kareen Joan?"
***
Ban mobil berdecit di halaman ND media, Devan agak ngebut tadi karena sudah lewat pukul tujuh pagi.
"Rafaan pasti sudah datang, biar Mas yang bicara sama dia, Mas akan jelasin, supaya kamu tidak kena sanksi."
Tangan Shagia menahan lengan Devan yang bersiap membuka seatbelt. "Jqangan, Mas. Aku memang sudah telat berangkat, aku akan terima segala konsekuensinya, ini tanggung jawabku sebagai karyawan. Terimakasih sebelumnya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Hei Shagia
RomanceTerjebak perasaan pada dua orang pria dalam waktu bersamaan, Shagia terjebak dalam cinta dua bersaudara. Devan, karena perasaan yang muncul sejak pandangan pertama. Sementara Rafaan, karena suatu malam yang membuatnya terikat bersama pria itu.