Obat tidur untuk Rafaan

44 6 2
                                    

"TUNANGAN?!"

Rafaan dan Shagia serempak.

"Kenapa? kalian keberatan?" Ros mendelik curiga.

"Bu-bukan begitu Oma, maksud aku, kenapa Oma nggak bilang-bilang?"

"Ini kejutan, kalau bilang-bilang namanya bukan kejutan, dong."

"T-tapi Oma, a-ku dan Shagia baru beberapa bulan jadian."

"Kamu lupa, hari itu kamu bilang apa? terserah Oma!" Ros mengingatkan.

Shagia menyeringai ke arah Rafaan seolah ingin menelannya hidup-hidup.

"Sudah! Kalian tenang saja, yang tau acara pertunangan ini cuma keluarga dekat. Privasi kalian di kantor masih aman, kok. Iya kan, Miko?"

"Siap, Oma!"

"Atau, kalian mau publish?"

"Jangan, Oma!" cegah Shagia. "Nggak apa-apa kok, tunangan sekarang saja. Iya kan, Mas?" Shagia beralih ke samping Rafaan, menyikut pria itu dengan tangan yang masih menyangga cake ultah.

"Serius kamu?" Rafaan meyakinkan lagi ke arah gadis di sebelahnya.

"Iya! nggak apa-apa, cuma tunangan, kan? Kita bisa menikah dua sampai tiga tahun lagi." Shagia meyakinkan dengan isyarat mata, agar bosnya itu bisa menangkap maksudnya.

"Oh ... iya!" sahut Rafaan menganggukan kepala, sebenarnya dia tak terlalu mengerti apa yang coba Shagia katakan. "Oke! kita tunangan malam ini, kita bisa menikah dua atau tiga tahun lagi," Rafaan mengulang.

Rosita menghela nafas, "kalian itu mau menikah, atau ambil cicilan mobil, sih?"

Komentar Rosita sukses membuat yang menyaksikan menyemburkan tawa, kecuali Sonia.

Setelah drama kejutan pertunangan itu, akhirnya mereka bertukar cincin juga. Dan acara malam itu di dokumentasikan khusus untuk keluarga, tanpa harus diketahui pihak lain sesuai permintaan keduanya.

Rupanya rencana ini sudah direncanakan oleh Ros, dia tentu saja meminta secara resmi Shagia pada kedua orangtuanya. Tanpa Shagia tau, ternyata Ros sering datang ke kediamannya saat dia bekerja.

Awalnya Shagia juga terkejut melihat keberadaan Ridwan dan Mira, tapi kedua orangtuanya berkata mereka di undang oleh Ros untuk memberi kejutan untuk Rafaan yang mereka ketahui adalah kekasih putrinya.

***
Keesokan harinya ...

Semua keluarga yang semalam datang, langsung pulang kembali ke Jakarta setelah sarapan bersama.

Rafaan dan Shagia duduk di salah satu sofa di sebuah cafe yang ada di hotel, menyiapkan jadwal hari ini.

"Nanti malam ada pesta penutupan, Pak!"

"Jam berapa?"

"Delapan!"

"Ok!" Rafaan mangut-mangut tanpa mengalihkan tatapan dari map berisi berkas yang ada di atas pahanya yang menyilang.

Shagia meletakkan tab di meja yang ada di depan mereka, dia lalu meraih cangkir teh, menyeruputnya perlahan, minuman itu menyalurkan sensasi rileks seketika.

Dia melirik cincin yang melingkar di jari manisnya, Shagia tertegun mengamati benda yang dianggap pengikatnya dan Rafaan itu.

"Kenapa? baper, ya?" diam-diam ternyata Rafaan mengamati gadis di sebelahnya, dia menutup stopmap lalu meletakkannya di atas meja.

"Ish! nggak, lah!" Shagia mengalihkan pandangan, dia meletakkan kembali cangkir teh ke atas piring tatakan yang senada motifnya. "Saya malah merasa semakin tidak enak sama Bu Ros, kenapa sih, bapak membawa sandiwara kita terlampau jauh?" pura-pura mengeluh.

Hei ShagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang