Di dalam taxi Rafaan tampak gelisah, dia merasakan sensasi aneh di sekujur tubuhnya saat ini. Dia mengusap-usap tengkuknya sendiri, hanya dengan cara itu dia merasa lebih baik seolah ada sesuatu yang tersalurkan.
"Bapak baik-baik saja?" Shagia keheranan melihat Rafaan yang tidak bisa diam.
Pria itu menggeleng ragu, "saya hanya ingin segera istirahat!"
"Sebentar lagi kita sampai!"
Shagia menyebut nama hotel tempat mereka menginap pada sopir taxi. Hingga tak berapa lama mereka akhirnya sampai. Saat mereka sampai di lift, Rafaan dengan tergesa membuka jas putih yang di kenakannya. Shagia dengan sigap meraih jas itu, lalu dia sandang di tangannya.
Ting!
Pintu lift terbuka. Rafaan berjalan dengan langkah besar di lorong menuju kamar hotelnya, Shagia mengikuti dengan mimik khawatir. Kenapa seketika bosnya itu jadi aneh?
Apa dia marah, atau apa?Shagia ikut masuk ke dalam kamar tanpa menutup pintu, dia biarkan pintu ruangan hotel dalam keadaan terbuka. Rafaan mendudukkan dirinya di sofa three seat, dia tampak gelisah menyugar rambutnya berkali-kali.
"Bapak masih pusing? saya bikinin teh ya!" Shagia meletakan jas dan tas jinjingnya di salah satu sofa. Dia bergegas menuju pantri mini yang ada ruangan itu.
Rafaan menyandarkan punggung dan tengkuknya pada penyangga sofa, mencoba merilekskan tubuhnya yang tiba-tiba terasa aneh. Aliran darahnya seakan berlarian lebih cepat, dan menuju satu titik yang ada di bagian bawah tubuhnya. Tak tahan, Rafaan beranjak berdiri, membuka kancing tangan dan kancing kemeja depan, dia mengipas-ngipas kemeja karena sensasi panas semakin menjadi saat dia hanya berdiam diri saja.
Shagia datang membawa secangkir teh, dia menyuguhkannya di atas meja. Shagia menundukkan wajah saat Rafaan melepas kemeja. Shit!
"Akh! panas!" tubuh Rafaan mengejan hebat, dia mengepalkan kedua tangan dengan kepala mendongak ke atas. Guratan-guratan keras pada otot tubuhnya menyembul jelas.
Shagia mengernyit ngeri, ada apa dengan bosnya itu?
Sebenarnya apa yang sudah di berikan Kelly padanya?"Akh ... " Rafaan mendesah panjang, sejurus kemudian memasuki kamar mandi. Dia seperti orang yang lepas kontrol.
Shagia mendekati sofa tempat dia meletakkan tas, lalu meraih ponsel dan menghubungi seseorang.
"Halo Pak Miko!"
"Kamu dan Rafaan di mana?"
"Kami sudah di hotel, Pak. Pak Miko bisa cepat kesini nggak? Pak Rafaan bertingkah aneh." ungkap Shagia takut-takut seraya melirik pintu kamar mandi.
"Aneh bagaimana?"
"Itu ..." Shagia menceritakan apa alasan dia sampai membawa pulang Rafaan. Tak lain karena dia melihat Kelly membubuhkan sesuatu pada minuman Rafaan lalu mencekokinya.
"Saya segera kembali ke hotel!" Miko memutus panggilan.
Pintu kamar mandi berdecit, Shagia menoleh. Rafaan sepertinya baru saja bercuci muka dan mengusap rambutnya hingga basah. Otaknya tak kalah panas seperti tubuhnya saat ini, dia meraih handuk kecil di rak handuk di samping pintu lalu menggosok rambut dan mengusap wajah hingga sebagian tubuhnya yang basah.
"Akh! kenapa masih panas!" Rafaan meracau sendiri, dia berjalan mendekati ranjang lalu mendudukan diri di tepinya, dia melempar handuk dengan kesal. Nafasnya terlihat memburu, seperti orang yang baru saja berlari jauh.
"Shagia tolong saya!"
"I-i-iya, Pak!" ucap gadis itu gugup, dia melirik ac yang ada di ruangan. Shagia mencari remot ac yang ternyata ada di atas nakas dekat ranjang, gadis itu menaikkan suhu dingin berharap Rafaan tidak kepanasan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei Shagia
RomanceTerjebak perasaan pada dua orang pria dalam waktu bersamaan, Shagia terjebak dalam cinta dua bersaudara. Devan, karena perasaan yang muncul sejak pandangan pertama. Sementara Rafaan, karena suatu malam yang membuatnya terikat bersama pria itu.