Kejutan dalam kejutan

33 5 1
                                    

"Ngapain kamu di sini?"

Shagia masih terbengong melihat kehadiran Rafaan. Pria itu memakai kemeja sport berwarna hitam dengan motif biru abstrak dipadu celana semi jeans selutut. Pemandangan yang begitu menyegarkan mata gadis yang menatapnya. Ditambah lagi rambutnya yang setengah basah terlihat acak, membuat Shagia membayangkan rasanya menarik rambut itu dengan jemarinya.

Oh, pikiranku!

"Hei!" Rafaan mengipas tangan ke depan wajah Shagia, membuat gadis itu seketika terkesiap.

"Sa-saya, anu, itu, apa," Shagia kebingungan sendiri membuat Rafaan mengerutkan kening.

"Kalau bicara yang jelas, kamu di sini ngapain?"

"Itu, saya tadi ...."

"Ketemu Devan?" terka Rafaan.

"Em, iya!"

"Oh," tanggapan Rafaan begitu datar, dia lantas berjalan melewati Shagia menuju resto.

Shagia melebarkan mata, mau kemana Rafaan?
Bagaimana kalau bosnya itu tau ada Kareen di dalam, bisa ketahuan pula kalau dia yang membawa Kareen menemui Devan.

"Pak!"

Shagia berbalik badan, sejurus kemudian menyusul Rafaan dan segera meraih lengan atasannya itu menahan langkahnya. "Mas Devan tidak ada di dalam!"

"Jangan bohong kamu!"

"Beneran, Pak. Mas Devan sedang keluar, makannya saya pulang," kilahnya, "mendingan bapak anterin saya pulang, bapak nggak khawatir apa, aspri bapak yang cantik ini di godain preman jalanan karena pulang jalan kaki?"

"Kenapa nggak naik angkutan umum?"

"Tanggal tua, Pak. Gaji saya kan masih di potong hutang sama Bapak, tanggal segini sudah habis loh, Pak." sekalian curhat deh, biar bosnya itu peka.

"Alesan saja kamu, terus ngapain kamu malah datang kesini? bukannya pulang!"

Shagia berpikir sejenak mencari alasan, "em, anu, tadinya saya pikir Mas Devan ada di resto, jadi saya mau minta diantar pulang, hehe."

Rafaan menaikan satu alis, "alasan tidak di terima!" Rafaan melepas perlahan cekalan tangan Shagia lalu melanjutkan langkahnya, tanpa menghiraukan alibi gadis itu.

'Cari cara, cari cara, Shagia!'

"Halo, Oma?"

Rafaan menghentikan langkah, dia berbalik badan. Shagia tampak membelakangi dengan handphone yang menempel di telinga.

"Aku di jalan Oma, mau pulang, eum ...

belum sampe rumah Oma, Shagia jalan ka-"

Rafaan segera menarik tangan Shagia mengiringnya memasuki mobil.

"Ngapain telepon Oma, sih?" tegur Rafaan saat mobil mulai melaju meninggalkan resto.

"Minta dijemput, habis nggak tau mau minta tolong sama siapa, Oma kan baik, pasti langsung suruh Pak Anto jemput aku."

"Lagian kamu! ngarep banget Devan mau anterin pulang, kamu pikir dia pengangguran yang bisa antar-jemput kamu?! jangan nyusahin saudara saya!"

"Kok bapak yang sewot?"

"Saya mewakili dia, soalnya dia orangnya nggak bisa marah."

"Iya deh, saya minta maaf. Jujur deh, saya sebenarnya mau ketemu saja sama Mas Devan ... kangen ...." ucapnya pelan di akhir kalimat, bukan karena dia benar-benar rindu pada pria itu, tapi seketika Shagia teringat saat dia melihat Devan dan Kareen berpelukan, ada yang sedikit menyesakkan dada. Ya, walau cuma sedikit, tapi ada.

Hei ShagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang