Tak mendapat keduanya

54 7 2
                                    

"Nggak ngapa-ngapain kok, Oma!" Shagia mengibas tangan ke depan, "ya, kan, Pak--eh--Mas."

Rafaan hanya mengusap tengkuk dengan senyum samar, dia terlihat lebih pasrah daripada harus repot-repot meyakinkan Oma--nya.

"Rafaan! Oma lihat ya, waktu kamu bawa Shagia masuk ke ruangan itu. Jangan macam-macamin anak orang!" tegur Rosita.

Shagia tersenyum lega, syukurlah ... Ros berpihak padanya, dia tidak mau kalau sampai nenek dari bosnya itu menganggapnya gadis penggoda atau semacamnya. Dia harus menjaga image demi kelangsungan hubungannya dengan Devan, Devan or Rafaan?

Siapa saja! Yang penting di antara keduanya.

"Kalau sudah merasa tidak bisa menahan diri, lebih baik kalian segera menikah saja!" sambung Ros.

Aih!

Shagia menengok cepat ke arah pria di sebelahnya, Rafaan malah melipat bibir sembari terlihat santai, tak seperti Shagia yang kaget bukan main mendengar rencana yang terlontar dari Rosita. "Rafaan sih terserah Oma saja." cetusnya.

"Aw!" dia memekik saat kaki telanjangnya di injak flat shoes LV kw yang dikenakan aspri-nya itu. Bibir Shagia bersungut dengan mata hampir membulat sempurna. Entah keberanian dari mana dia bisa melakukannya pada Rafaan, tanpa takut kena hukuman lagi.

"Sakit, sayang!" sambung Rafaan.

Sayang?!

Kali ini Rafaan berhasil menghindar saat gadis di sebelahnya hendak menyerang kakinya lagi. Sementara Rosita dan Susi menahan tawa melihat tingkah muda-mudi di hadapannya ini.

*
Shagia sudah duduk di gajebo yang ada di tengah taman. Susi bersama seorang asisten lain masih sibuk menyajikan aneka kudapan dan teh hangat untuknya.

Sementara Rafaan, pria itu mengakhiri olah raga akhir pekannya dengan berenang.

Shagia mengamati dari kejauhan, bibirnya masih mengerucut dengan tangan terkepal. Gemas sekali rasanya, dia mencak-mencak dalam hati. Kenapa Rafaan membawanya terjerumus terlalu jauh dalam sandiwara ini? kenapa tidak secepatnya saja dihalalkan, seperti kata oma-nya itu?!

Ish! pikiranku ini ...

Shagia mengetuk-ngetuk kepalanya sendiri.

"Shagia, kenapa?" Ros duduk di sebelah gadis itu.

"E-eng-nggak, Oma!"

"Jangan melihat yang jauh di sana, lebih baik lihat yang ada di sini!" Ros mengerling ke arah kolam renang, lalu beralih pada album besar yang dia bawa.

Rupanya itu album photo keluarga besarnya, poto Rosita bersama mendiang suaminya yang tak lain adalah kakek Rafaan, masih tersimpan rapih di album itu. Poto kedua putra lelakinya Arya dan Bima, sejak bayi hingga remaja, bahkan hingga keduanya menikah, tersusun beraturan pula di album itu.

Melihat Arya dan Bima muda, Shagia seakan melihat Devan dan Rafaan di masa sekarang. Rosita pasti bahagia mempunyai dua putra yang tampan dan gagah seperti mereka. Tapi, malang tak dapat di tolak. Hatinya begitu hancur saat Bima harus meninggal di usia yang terbilang masih muda. Bima dan istrinya Yusnia menjadi korban kecelakaan pesawat, yang membawa mereka dalam perjalanan bulan madu mereka yang kedua.

Rosita menceritakan semuanya tanpa terlewat, tentang keluarganya, anak-menantunya, dan cucu-cucu kesayanganya.

Ketiga cucunya punya tempat spesial di hatinya. Devan merupakan cinta pertamanya setelah menjadi seorang nenek. Sementara Rafaan merupakan belahan jiwanya, menggantikan peran kedua orangtua Rafaan untuk merawatnya sejak kecil, membuat Rafaan begitu dekat dengan sang nenek. Sementara Nika, cucu wanita satu-satunya, cucu bungsu yang juga sangat Ros cintai.

Hei ShagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang