F O U R

202K 15.6K 750
                                    

"Rendra kayaknya ada orang masuk ke kamarku deh."

Aku mengingat-ingat kejadian aneh saat terbangun dari tidur kemarin. Ponselku ada diranjang padahal aku yakin sebelumnya benda itu ada di atas nakas. Kemudian bekas gigitan merah ditelingaku yang kukira adalah gigitan kecoa. Setelah dipikir-pikir aneh juga karena kecoa tidak mungkin sekuat itu.

"Kamu yakin Han? Kayaknya gak mungkin deh. Apartemen kita aman kok. Buktinya aku gak apa-apa," kata Rendra seraya duduk di sampingku. Ia sudah rapi dengan pakaian kerja formal, sedangkan aku masih berantakan—kacau seolah habis berperang.

"Ya itu kan kamu. Lah aku? Lihat nih. Nyeri tau Ren." Aku memanjangkan kedua tanganku ke depan Rendra dan menunjukkan bukti memar kebiruan yang melingkar di pergelangan tanganku.

Rendra menatap horor ke arah memar itu, lalu dia iseng-iseng untuk memencetnya. Aku pun langsung mengaduh kesakitan dan memukul lengannya kuat.

"Sakit tau!"

"Gila. Parah. Tangan kamu kayak abis diiket atau diremes oleh gorilla," kata Rendra sambil melihat tanganku seksama,  "—bisa jadi oleh Thor."

"Hah? Thor, si Troy itu?" tanyaku bingung. Apa hubungannya antara keadaanku dan Troy? Dari sudut manapun, aku tidak bisa menemukan kaitannya.

"Gak tau juga Han, tiba-tiba aku keinget dia aja. Mau aku pikir sampe botak juga, aku tetep gak bisa percaya ada orang yang masuk ke kamar kamu."

Rendra sepertinya masih tidak yakin kalau ada orang yang bisa masuk ke apartemenku padahal keamanan digedung ini cukup terjamin. Untuk kunci pintu sendiri sudah memakai kata sandi berupa angka, apalagi ditiap koridor telah dilengkapi dengan kamera CCTV sehingga tidak mungkin ada yang bisa menerobos masuk tanpa diketahui.

"Jadi apa? Masa iya ini ulah hantu?" Aku memeluk diriku sendiri seraya menatap awas ke sekelilingku. Jika benar ada hantu di apartemen ini, lebih baik aku tinggal bersama Rendra saja. Jujur, aku sangat penakut dengan hal-hal mistis.

"Hantu mesum?! Jangan-jangan, kolor ijo!" seru Rendra sembari tersenyum jahil padaku.

"Edan!" Aku menampar dahi Rendra, "mikir kejauhan kamu."

"Ah!" Rendra menjentikkan kedua jarinya sampai berbunyi, "atau bisa jadi kamu tidur sambil berjalan? Kayak ngigau gitu?"

Aku segera menepis ucapan itu, "kamu tau kan kalo aku tidur kayak orang mati? Boro-boro tidur sambil jalan, aku aja gak bergerak dari awal tidur sampe bangun. Hadeh."

"Bener juga ya. Kalo soal tidur kamu parah banget," kata Rendra. Padahal sendirinya kebo. Kalau Rendra sudah ngorok, jangan harap dia bisa bangun kecuali kepalanya dipukul pakai balok kayu.

"Apa aku tidur di tempat kamu aja malem ini?" Aku bertanya iseng.

Rendra spontan saja menggeleng, "no way! Pria dewasa dan lajang macam aku harus tidur sendirian. Aku butuh privasi!" Ia mengucapkan kata privasi dengan jeda pendek-pendek. Aku hanya memutar bola mata jengah mendengarnya.

"Ya sudahlah. Aku mau mandi dulu." Aku pun bangkit dari sofa dan berjalan menuju kamar mandi. Namun langkahku terhenti saat Rendra memanggilku lagi. Ternyata teman baikku itu sudah berjalan menuju pintu depan dan menatap aneh ke arah lantai.

"Han, ke sini deh. Lihat." Rendra menunjuk sesuatu yang aku tidak tahu kenapa bisa ada dilantai. Sambil menggaruk kepalaku, aku mendekati Rendra dan melihat apa yang dia tunjuk.

Aku tercengang saat menatap jejak sepatu yang terlihat pudar dilantai keramik bersih. Namun hanya ada dua langkah jejak sepatu, setelah itu tidak ada lagi, seolah si pemilik sepatu hanya masuk, kemudian berjalan dua langkah, dan melepaskan sepatunya.

Trapped by You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang