Marriage Life Imagine

72 6 0
                                    

Jimin bukan orang yang betah tidur dengan sprei yang rapi. Ia adalah pembohong yang paling ulung yang pernah aku temui. Ia bilang ia akan berguling-guling sebentar saat bangun tidur untuk membantunya menghilangkan kantuk, tetapi nyatanya sepanjang malam ia telah menghabiskan lebih dari separuh isi ranjang. Aku bahkan belum dapat membedakan apakah matanya telah terbuka atau masih terpejam.

Aku menghela untuk melepas sedikit frustasi, kehangatanku telah direbut oleh selimut yang sudah berpindah posisi —menggulung tubuh Jimin, siapa lagi.

Di tengah malam, banyak yang berpikir bahwa berjalan menuju balkon adalah ide buruk —dingin, tetapi untuk orang dengan hati melankolis sangatlah mudah membawa kakinya menuju ke sana. Aku salah satunya.

Terbangun tengah malam dan mendadak tidak bisa kembali tidur bukanlah hal yang bisa aku rencanakan, akan tetapi terlihat seperti aku akan menikmati malam ini dengan baik.

Wajahku terangkat, menerawang bintang membuat pikiranku sesak akan banyak hal, namun juga terhibur di saat yang bersamaan. Termasuk membayangkan akan ada segelas wine yang bisa kuteguk saat ini juga. Membuatku mabuk hingga tak sadar ada seseorang membawaku kembali ke ranjang. Tapi tidak ada yang bisa kuharapkan karena tubuh yang sementara nyawanya tengah melayang di dalam sana.

Tidak, sebenarnya banyak yang bisa aku harapkan darinya. Jika seorang ibu tidak dapat memberikan harapan untuk anaknya, maka sepertinya ibu bukanlah panggilan yang pantas.

Wine terdengar buruk ketika kau adalah ibu dengan anak berumur lima tahun. Terlebih kau tidur bersamanya— karena suami yang lebih memilih bercumbu dengan pekerjaan ketimbang menghangatkan diri dalam pelukan.

Rasanya malam membuat pikiranku pergi. Aku malah memikirkan hal yang tidak-tidak. Tentang garasi yang terbuka dan suara decitan pintu, atau ketukan sepatu pada tangga. Mungkin akan nyaman menghirup aroma tubuh lelaki yang kau rindukan sekalipun bajunya deras oleh keringat.

Toh siapa yang akan berkeringat ketika kau bekerja pada ruangan ber AC?

Lucu. Kantuk tak lagi menghinggapiku. Satu tangan kuletakan menjadi sandaran pada balkon sedangkan yang lainnya menopang dagu. Kerja sama otak dan tubuh memang tidak terbantahkan, aku mulai bisa merasakan apa yang aku bayangkan.

Malam ini sangat tenang— Jimin tidak merengek meminta susu dan kebetulan sekali ia menutup keran dengan benar selepas menyikat gigi. Ia telah tumbuh dengan baik dan tak lagi merengek untuk memisahkan sayur dari makanannya. Dia juga sangat suka dengan buah masam. Walaupun aku agak protes perihal seleranya memakan nanas dengan saus.

Hanya saja tiba-tiba punggungku berat untuk beberapa saat. Mungkin ini yang namanya ketika kau membayangkan hal bahagia, pasti ada rasa untuk takut kehilangan juga. Tapi tidak— menurutku tidak sedramatis itu. Ini mengingatkanku akan angan yang kubuat beberapa saat lalu.

Seseorang mulai menelisik mencari celah di antara sandaran balkon dengan perutku. Atau parahnya ia hampir membuat baju tidurku tersingkap. Segera kutolehkan dan langsung mendapat tatapan sendu pada wajah lelahnya.

Dear, aku juga lelah menunggumu.

"Kau pulang?"

"Sudah sejak beberapa menit lalu aku berdiri di belakangmu, tapi rasanya aku baru benar-benar di rumah saat memelukmu seperti ini." ia memejamkan mata, lalu menyamankan diri. Tangannya mengerat dengan sedikit peringatan untuk tidak membuat bajuku lebih tersingkap.

Ini tengah malam musim gugur, jelas dingin.

Aku berbalik dan membiarkannya memelukku lebih dalam dengan posisi kami berhadapan. Parfumenya selalu berada di atas meja, maka bau tubuhnya yang selalu menjadi headline dalam sajak rinduku.

Love Affair [BTS Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang