Jika harus kusebutkan keindahan pada malam ini, akan aku sebut gelapnya sebagai keindahan itu sendiri.
Senyumnya membuat malam bergetar, rambutnya yang berkibar membuat angin gemetar. Bahkan mereka tahu siapa indah itu.
Aku mengerti mengapa alam terdiam, gelap menjelma menjadi hal yang menakutkan. Akan tetapi goresan itu yang menjadi saksi, bahwa tatapan itu masih terarah padaku.
Seharusnya memang begitu.
Aku tertawa, ia menyahut dengan senyum bahagia. Dua titik yang kugambar asal membuat matanya menghilang, tersenyum terlalu lebar.
Seharusnya memang begitu.
"Mana yang kau suka?"
Ia menggeleng.
Aku mendengus, "Apa perlu kutambahkan telinga?"
Ia kembali menggeleng.
"Lalu apa?"
"Ia sudah sempurna..." kali ini ia menjawab sekalipun dengan suara yang lambat.
Tanpa sadar aku sudah termenung beberapa saat, menatapnya bingung yang kemudian melempar senyum.
"... kamu."
Wajahku makin tanpa ekspresi.
Seharusnya memang begitu.
Karena aku tak pernah tahu ia bisa berucap seperti itu.
Kami tertawa dalam sekejap, gambarnya kembali mengalihkan perhatianku. Kutambahkan beberapa detail lain, untuk sebuah kepuasan tersendiri seraya terus menangkap wajahnya dari ekor mataku.
Ia, masih selalu indah.
Seharusnya memang begitu.
Hingga senyuman itu runtuh. Cahaya membangunkanku dalam kata bahagia. Tersadar akan sesuatu yang menghimpit dalam waktu.
Aku menariknya, ikut membangunkannya dan berlari bersama.
Seharusnya tidak begitu.
Tetapi percikannya berhasil mengusik malam. Segala desauan putus asa yang mulai keluar. Aku menatapnya dalam kecepatan, matanya meredup, tetapi bibirnya masih sempat tersenyum meyakinkan.
Cahaya itu mendekat dalam kecepatan membelah pekat. Aku tercekat.
Satu detik tubuhku mulai terhimpit pada satu jalan sempit. Sengaja. Memberi jeda terhadap napasnya yang mulai lolos tanpa daya.
Terdiam seraya menarik napas secara bar-bar. Napas kami beradu, memerkeruh sunyi dengan helaan tak pasti.
Mataku menatap was-was, apakah memang seharusnya begitu?
Aku mulai memertanyakan sesuatu...
Aku tidak pernah tahu aku masih bisa terpaku. Belum terlepas kaitan yang ternyata tidak berbalas, mataku tertuju pada hal kosong.
Terkesiap.
Bahkan angin kecil dapat menerbangkan kesadaranku saat itu juga.
Terdiam, merenung.
Bukan seharusnya begitu.
Langkahku merenggang, tanpa sadar menampakan diri pada jalan yang lebih lebar.
Ada sesuatu yang lolos begitu saja.
Dan detik itu, sebuah sorot yang mengejar telah menemukanku.
Ya, menemukanku yang bahkan tak pernah mengerti...
Apa yang sebenarnya aku kejar?
...
Atau,
Apa yang sebenarnya ku genggam?
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Affair [BTS Fanfiction]
Fiksi Penggemar"And there just something about him I can't live without." [Bangtan Trash] Kimgysm_ present.