Denting jam bergemuruh.Suara jantungku bagaikan petir yang menyambar sewaktu-waktu.
Arus itu begitu rancu. Bimbang itu ada, tapi tak diragukan itu nyata.
Ke sekian kalinya aku mencoba beralih.
Percaya tidak percaya,
ia menatapku.
***
Cangkir yang tadinya penuh telah habis sebagian dengan bekas bibir di sisi kanan.
"Lakukan saja seperti konsep awal."
Begitu kalimat itu terdengar, orang banyak bersiap. Berkemas meninggalkan tempat.
Tubrukan alas kaki dengan lantai membuat gadis itu mengurungkan niat agar segera beranjak. Matanya melirik sekilas rekan kerja yang masih berbondong berjalan beriringan.
Kecuali seseorang di ujung yang nampaknya tak tertarik sepanjang rapat digelar.
Rekan kerjanya juga mungkin?
Gadis itu bukan seorang pengamat, ia tak begitu dapat menganalisa apa yang ada dipikirannya. Yang ia tahu, pria itu tidak memerhatikan.
Sampai pemimpin rapat membiarkan cangkirnya terbuka lalu pergi dengan high heels tingginya, pria itu masih di sana.
Kehadiran orang lain yang mengambil posisi di samping orang itu membuat ia bertahan lebih lama.
Bukan maksud memerhatikan lebih, sialnya folder yang ada di meja nyatanya belum ia masukan seluruhnya.
"Bagaimana? Konsep awal?"
Dari sudut matanya terlihat pria itu masih saja tak tertarik dan memilih untuk sibuk dengan bukunya sendiri.
Menulis atau melukis? Oh entahlah. Terlihat pria itu hanya corat-coret di sana.
Dada gadis itu terlonjak dan segera mengalihkan pandangan pada paper di tangannya begitu melihat pria itu mengangkat kepala pertama kalinya.
"Aku tidak perduli dengan konsep. Yang akan aku pertimbangkan adalah hasilnya nanti."
Bariton. Perfectionist. Arogan— buruk. Terdengar santai namun banyak menuntut.
Analisa yang cukup baik hanya dengan mendengar intonasi dan jenis suaranya.
Ugh— karakter pasaran.
Tak lagi peduli, terakhir setelah gadis itu memasang kembali co-cardnya, ia beranjak.
"Lalu apa masih ada yang perlu saya lakukan?"
Dengusan itu begitu tipis dan hampir tak terdengar.
Suara flatshoes itu mengambil alih atensinya.
Blazer abu-abu dengan celana panjang putih.
Tak ada yang tahu bahwa pria itu tengah menarik napas panjang.
...
"DNA."
Pertemuan kita seperti formula matematika.
Ilmu pasti. Hukum alam.
Bukan lagi takdir, tapi cerita seluruhnya milik kita.
Maka dari itu, maafkan aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Affair [BTS Fanfiction]
Fanfiction"And there just something about him I can't live without." [Bangtan Trash] Kimgysm_ present.